Dan ternyata, suku Negrito ini tidak hanya ada di Semenanjung Malaysia. Tetapi juga ada di beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Bahkan menurut artikel di Kompas Bangsa Negrito: Ciri-ciri dan Persebarannya di Indonesia, bangsa Negrito menjadi bangsa tertua yang mendiami kepulauan Indonesia. Mereka masuk ke Asia Tenggara daratan antara 50.000 sampai 20.000 SM. Diduga, bangsa Negrito terdesak sampai ke bagian Timur kepulauan Indonesia, yaitu wilayah Papua. Adapun keturunan suku bangsa Negrito yang ada di Papua, adalah suku Tapiro. Pantas, ada mirip-miripnya antara suku Batek di Malaysia dengan orang Papua di Indonesia.
Namun demikian, belum diketahui hubungan antara suku Negrito dengan suku Negro di Afrika. Jika tidak salah, kebanyakan Black African (yang saya tahu), berperawakan tinggi besar.
Suku Batek dan orang asli lain di Taman Negara, memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan cara berburu dan mengumpulkan bahan-bahan makanan dari hutan. Misalnya, buah-buahan, sayuran, dll.
Walaupun cara hidup mereka benar-benar "asli" tergantung pada alam tempat tinggal mereka, dimana cara hidup seperti itu bisa dikatakan jauh dari cara hidup kebanyakan orang pada masa ini, mereka sangat ramah dan terbuka terhadap orang "luar" yang datang berkunjung. Dengan senang hati mereka menunjukan cara menggunakan senjata yang mereka pakai dalam kehidupan di hutan, cara membuat api, dan cara-cara bertahan hidup lainnya yang mereka pakai dalam keseharian mereka. Tentunya kita yang datang berkunjung pun harus bersikap sopan dan saling menghargai.Â
Suku Batek, juga terkenal secara antropologis karena kehidupan masyarakatnya yang damai dan menganut paham egalitarianism, yaitu kesetaraan bagi semua orang. Wah, jangan-jangan mereka lebih mengerti dan menghargai kesetaraan bagi semua orang tanpa kenal jenis kelamin, usia, dan tingkatan sosial. Masuk akal. Karena mereka sendiri hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan biasanya identik dengan "apa adanya", tidak bersaing untuk meraih penghormatan dan pengakuan dari orang sekitarnya. Â Berbeda dengan komunitas orang-orang modern, yang pastinya banyak godaan untuk bersaing dalam banyak hal, tidak hanya sekedar persaingan materi, tetapi juga strata sosial dalam masyarakat.
Namun demikian, menurut berita, karena situasi dan kondisi, serta tekanan dari dunia di luar mereka, suku Batek dan orang asli lainnya di sekitaran Taman Negara ini, mulai mengubah cara hidup. Dari yang tadinya berpindah-pindah menjadi tinggal di satu titik saja. Sehingga mereka juga dapat beradaptasi dan dapat berpartisipasi dalam bisnis ekowisata yang menguntungkan negara.Â
Mudah-mudahan perubahan gaya hidup ini tidak menghilangkan hal-hal baik yang sudah menjadi dasar keseharian mereka sebelumnya. Mereka yang tadinya hidup bersama alam, tergantung pada alam, dan sangat menghargai alam, tentunya juga dapat menjaga alam tempat tinggal mereka jauh lebih baik daripada orang-orang modern yang hidup di jaman ini. Semoga mereka dapat mengajari kita bagaimana seharusnya hidup berdampingan dengan alam.
Referensi:
Bangsa Negrito: Ciri-ciri dan Persebarannya di Indonesia
Kampung Orang Asli (Aborigines Village) | Taman Negara