Kalau itu ada algoritmanya sehingga mesinnya dapat mengenali prompt, dan mengaitkan dengan jawaban yang cocok. Kalau bahasa daerah, bisa saja kalau memang di set untuk mengenali bahasa. Sistemnya tinggal digabungkan dengan aplikasi penerjemah.
Percayalah, mesin AI tidak mungkin bisa diajak ngobrol benar-benar seperti manusia. Jadi sebaiknya jangan jadikan mesin AI sebagai teman curhat. Ketika mesin AI mentok dan jawabannya mulai ngawur seperti orang mabok, jangan-jangan nanti ada istilah "hilang kepercayaan terhadap teman digital". Bisa-bisa ada penyakit jiwa model baru akibat dunia serba digital ini.Â
Daripada curhat ke mesin, mending menulis diary saja atau berkarya dalam bentuk yang lain, agar emosi yang terpendam bisa tersalurkan. Karena problem hidup juga tidak selalu ada solusi. Daripada mencari jawaban ke ChatGPT lebih baik menyalurkan energi dengan berkarya yang nyata saja.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H