Bukan sekali dua kali Andin memergoki bapak duduk sendirian di ruang tamu kami yang tidak besar, saat orang serumah sudah tidur. Rasanya Andin tahu apa yang ada di pikiran bapak.
Akhirnya Andin pun membuka mulut, "Bapak gak pernah gagal mendidik anak. Itu semua bukan salah Bapak!"
"Didu hanya terpengaruh lingkungan", tambah Andin lagi, teringat saudara laki-lakinya yang kini entah di mana, meninggalkan bapak dan ibu di hari tuanya tanpa kabar berita. Mereka malah baru mendapat berita kalau Didu sudah menikah, dari kerabat yang sudah lama tahu.
Mungkin itu bentuk protes Didu atas kekecewaannya terutama terhadap bapak, yang tidak dapat memberikan yang lebih baik dari apa yang dia bisa. Andin sendiri kena imbasnya, dibenci karena dianggap anak emas. Apalagi sekarang, dalam ukuran ekonomi, Andin paling maju sendiri dibandingkan saudara-saudaranya.
Sebenarnya Andin sendiri tidak tahu pasti, apa yang menjadi kekecewaan Didu. Buat Andin, bapak adalah orang yang sangat baik dan bijaksana. Yah, bapak adalah idolanya. Walau dulu banyak sekali keinginan Andin yang tidak bisa terwujud karena keterbatasan ekonomi.
***
Sudah masuk bulan Desember, seminggu lagi Hari Natal. Dan Andin masih di sini tanpa keinginan untuk pulang. Tadi siang, David atasannya, bertanya, "Are you going home this Christmas?"
Andin merasa bingung sendiri. Pulang ke mana?!
Andin berjalan menyusuri jalanan yang sedikit basah. Semarak hiasan-hiasan Natal yang sudah dipasang sejak November lalu rupanya mengalahkan cuaca dingin. Para pengunjung tetap ramai berbelanja kebutuhan Natal.
Lagu-lagu Natal yang menambah kehangatan suasana, tetap tidak dapat menjawab kebingungan Andin, "Pulang ke mana?!"
Teringat lagi segala pertengkaran yang terjadi antara Andin dan saudara-saudaranya tidak lama setelah kepergian bapak enam tahun lalu, disusul ibu dua tahun kemudian. Andin sendirian, menjadi orang yang salah di mata saudara-saudaranya. Andin tidak ingat lagi awal mulanya pertengkaran mereka. Bahkan dia tidak lagi perduli apa yang dipertengkarkan. Yang ada hanya rasa sakit hati yang bertumpuk dan juga rasa tersingkir. Sakit hati yang membawanya ke negeri yang jauh ini. Bermil-mil jauhnya dari rumah yang sekarang ditempati Didu dan keluarganya. Selama itu pula, Andin mencari pembenaran untuk tidak perlu lagi pulang.