Kriiingggg.... telepon berdering. Agak malas saya mengangkat telepon dari seorang teman yang kalau ngomong gak ada titik koma. Mestinya dia ngomong sama tembok atau direkam aja karena dia ini tipe orang yang cuma bisa nyerocos sendiri tanpa kemampuan mendengarkan. Bisa dipastikan dia tidak akan cocok menjadi staf Mas Wapres bidang pengaduan.
Eh tapi bagaimana jalur aduan Mas Wapres ini menerima laporan dari orang-orang Indonesia yang pasti banyak macamnya? Ada yang merasa paling penting, ada yang nyerocos gak ada titik koma, ada yang sok dekat dengan para pejabat, dll.Â
Terdapat empat cara lapor Mas Wapres, menurut websitenya:
- Tatap muka
- Surat Elektronik (Surel)
- SP4N Lapor
Jalur pelaporan no. 4 adalah aplikasi melalui website lapor.go.id
Dari jumlah penduduk 282.477.584 di semester-I tahun 2024 (Kompas.com), bagaimana tim "Lapor Mas Wapres" mengelola semua laporan dan aduan itu?
Memang tidak semua orang Indonesia diperkirakan akan mengadu melalui ke-empat jalur tersebut. Apalagi penduduk di daerah yang masih terpencil seperti di pelosok-pelosok kepulauan di Indonesia yang belum terjamah Internet. Atau yang tidak terlalu berharap dengan melapor maka permasalahan akan selesai. Tetapi tetap saja laporan pasti banyak. Dan 1 orang bisa melapor macam-macam.
Melapor tentang ketidakpuasan akan sesuatu, terutama terkait layanan publik, adalah sesuatu yang baik. Karena dengan melapor berarti masih berharap akan adanya suatu perubahan ke arah yang lebih baik.
Tapi, kembali lagi, sebanyak itu penduduk Indonesia, dari 38 propinsi, sekian pulau, bagaimana mengelolanya?
Semua laporan ada bagusnya di dokumentasikan dalam bentuk digital. Agar lebih mudah diolah, dan dipakai lagi untuk berbagai keperluan lain nantinya.Â
Untuk ini tentunya perlu aplikasi yang memadai, tempat penyimpanan data yang sesuai dengan antisipasi pertumbuhan jumlah data yang besar. Infrastruktur keamanan untuk melindungi data juga penting. Karena ada data identitas pelapor di situ yang perlu dilindungi.
Selain itu data-data laporan itu juga bisa dipakai untuk berbagai kepentingan, yang rasanya tidak bisa dibukakan begitu saja dengan vulgar alias siapa saja bebas akses.
Infrastruktur
Perlu disiapkan infrastruktur yang baik untuk memungkinkan akses dari berbagai penjuru pada waktu bersamaan.
Infrastruktur ini juga termasuk upaya keamanan untuk mencegah serangan hacker, kebocoran data, dan tentunya server yang memadai untuk menampung database yang besar. Jangan sampai servernya lebih sering hang dan tidak dapat diakses.
Software/Aplikasi
Sudah bagus ada aplikasi lapor.go.id, yang artinya data akan terekam dalam database dengan teratur. Setidaknya seharusnya begitu, dan lebih mudah "disalurkan" kepada lembaga terkait.
Tetapi itu barulah bagian depan (front end) yang hanya menerima data. Selanjutnya tentu harus ada proses lain (back end) agar pengaduan sampai kepada pihak terkait dengan pengertian yang benar.
Menilik judulnya, "Lapor Mas Wapres", mestinya pengaduan dan laporan masyarakat itu harus sampai juga kepada Mas Wapres.
Pertanyaannya bagaimana Mas Wapres menerima dan mengelola, serta menindak lanjuti semua laporan itu. Minimal bagaimana beliau memastikan kalau lembaga terkait sudah menindaklanjuti.
Saya kira semua itu juga harus ada aplikasinya agar Mas Wapres tidak kewalahan. Setidaknya dia bisa menerima dalam bentuk laporan rekapan aduan yang sudah ditangani, yang masih dalam antrian, yang tidak bisa diterima, dst. Juga aduan yang dikelompokan berdasarkan lembaga yang dituju.
Permasalahan yang urgent untuk ditangani, pengelompokan per wilayah, analisa masalah jika laporannya berulang, atau tidak dapat diselesaikan dalam waktu dekat, dst.
Jalur WhatsApp dan surel juga dapat dikonversi menjadi data digital yang teratur, sehingga dapat menjadi bahan analisa berbagai hal.
Demikian pula dengan jalur datang langsung. Mestinya pembicaraan dan laporan bisa direkam dalam bentuk formulir yang diisi dengan benar atau disediakan komputer untuk masuk ke lapor.go.id tetapi juga mendapat layanan tatap muka.
Namun yang terpenting, semua permasalahan yang diadukan dan dilaporkan itu bisa dipetakan ke arah perbaikan yang berarti, penyelesaian masalah yang berkelanjutan bukan sekedar tambal sulam tetapi tidak pernah diperbaiki sebagaimana mestinya. Bukan tidak mungkin data-data itu nantinya bisa jadi pedoman rencana pembangunan selanjutnya.
Akan lebih bagus juga kalau rekapan semua laporan dapat diakses oleh masyarakat, sehingga masyarakat bisa tahu statusnya, juga dapat melihat histori pelaporan tentang sesuatu, untuk mencegah laporan berulang untuk hal yang sama.
Hal ini juga bisa menjadi suatu "tanda" bagi masyarakat kalau ada tindak lanjut dari sesuatu yang dilaporkan. Misal, laporan kelalaian layanan kesehatan di suatu tempat yang efeknya cukup berat.
Jika ada keterangan dilaporkan sekian kali, tindak lanjut yang dilakukan, dan saran kepada masyarakat, tetapi masih juga ada kelalaian yang sama dilaporkan, berarti ada sesuatu yang tidak benar dan perlu tindak lanjut yang lebih serius.
Bisa juga aplikasinya dilengkapi dengan teknologi AI untuk mempermudah semuanya. Misal mengidentifikasi dan memvalidasi kebenaran laporan, untuk mencegah tercatatnya data sampah, sehingga mereka hanya memproses laporan yang benar dan memang perlu ditangani saja.Â
Data-data yang masuk bisa "didaur ulang" untuk menerapkan teknologi AI yang lebih baik secara terus menerus, agar menjadi aplikasi yang smart.
Skill Operator Yang Memadai
Mungkin sebaiknya di jaman digital ini, petugas yang melayani jalur tatap muka harus punya kemampuan lebih daripada sekedar operator yang memasukan data ke komputer. Karena kalau hanya sekedar memasukan data, bisa dilakukan lewat jalur digital lainnya. Apalagi jalur tatap muka hanya ada di Jakarta yang rata-rata orangnya melek teknologi.
Ada baiknya kalau petugas adalah orang yang juga bisa menenangkan pelapor, tetapi bukan sekedar berjanji palsu. Laporan tetap harus masuk ke database dan dilanjutkan ke lembaga terkait dan diawasi tindak lanjutnya.
Terkadang ada admin pengaduan yang berkata, "Saya cuma admin, laporan sudah disampaikan". Yeah memang cuma admin, tetapi pelapor juga tidak dapat langsung berhubungan dengan penanggung jawab atas hal yang dilaporkan.
Apalagi kalau darurat, misalnya air berhari-hari tidak mengalir tetapi tidak ada juga kompensasi dari pihak terkait dan tidak nampak ada aksi dan reaksi. Bukan tidak mungkin dalam kondisi seperti itu, pelapor akan marah-marah.
Sedikit pengalaman mengenai aplikasi pelaporan yang ada. Aplikasi milik kominfo mengenai pelaporan nomor telepon penipuan yang beberapa kali saya coba.
Rasanya sudah melengkapi semua data yang diminta, dan bukti-bukti lengkap seperti yang diminta. Tetapi tetap saja ditolak dengan alasan bukti tidak mencukupi. Jadi bingung bagaimana melaporkannya.Â
Namun, usaha menerima pengaduan dari masyarakat secara langsung ke Mas Wapres adalah sesuatu yang baik asalkan dikelola dengan baik dan segala macam tool dan peralatan yang diperlukan pun disiapkan dengan baik.
Jangan sampai semua disiapkan tetapi data laporan tidak pernah sampai ke pihak yang bertanggung jawab entah karena apa. Mungkin aplikasinya cuma kelihatan tetapi dalamnya gak benar :)
Mudah-mudahan semua perangkat yang diperlukan, seperti aplikasi, server, jaringan, diawasi dan diaudit dengan benar secara berkala, karena bagaimanapun pasti ada biaya yang dikeluarkan dan ada harapan dari masyarakat akan suatu perbaikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI