Kalau parkiran di jalanan milik umum atau milik pemerintah itu legal, adakah aturannya? Kalau illegal, mengapa bisa ada pengelola parkiran yang tidak di atur oleh perangkat pemerintah setempat, paling tidak di level RW.
Rumah yang terlihat tidak ada mobil pun, jika memungkinkan bisa dihalangi untuk keperluan parkir. Alasannya tidak ada kendaraan keluar masuk. Hellooooow! Memangnya kalau ada kendaraan keluar masuk halaman rumah sendiri harus minta ijin Anda dulu?!
Kemanakah sebenarnya para pejabat berwenang dalam hal ini? Bahkan aplikasi pelaporan parkir liar, seperti SIMDEK di Bandung pun rasanya tidak berfungsi. Aplikasinya sih berfungsi, tetapi efeknya tidak berasa, karena justru makin banyak pemilik kendaraan pribadi merasa lebih berhak atas segala macam jalanan baik ketika kendaraan sedang bergerak maupun ketika sedang diam. Entah kalau aplikasinya terima input tapi data tidak ditampung ke database sehingga tidak sampai ke pihal berwenang.
Sementara itu para pejalan kaki pun kebanyakan merasa kecil dan tidak sadar akan haknya karena tidak menggunakan kendaraan pribadi. Masih ada asumsi kalau memiliki kendaraan pribadi itu maka harga dirinya naik.
Terlalu banyak pekerjaan kah para pejabat dan petugas yang seharusnya mengatur dan mengawasi semua ini? Apakah waktu dan energi mereka terkuras karena nyambi jadi preman yang menarik uang parkir liar?
Bagaimana pula kebijakan kepemilikan kendaraan pribadi, dalam hal ini roda empat, di negara ini? Jika semua orang sanggup dan diperbolehkan memiliki kendaraan roda empat minimal 1, tanpa peduli apakah orang itu golongan pengguna LPG 3 kg yang diperuntukan khusus untuk orang miskin, maka seharusnya masalah lahan parkir ini dipikirkan dan diatur oleh negara. Bukan cuma diserahkan kepada masing-masing orang untuk diatur dengan cara kekeluargaan. Karena jika demikian, daratan di kota-kota besar di Indonesia ada kemungkinan tidak akan cukup menampung semua kendaraan itu. Dan lalu lintas pun pasti akan lebih sering macet, bukan hanya karena banyaknya kendaraan yang lalu lalang di jalanan, tetapi juga karena jalanan yang menyempit akibat sebagian jalanan dipakai sebagai parkiran.
Bisa parkir di jalanan untuk sebagian orang yang garasinya kepenuhan, mungkin malah jadi kebanggaan buat mereka. Padahal seharusnya malu karena sanggup beli mobil tetapi tidak sanggup menyediakan lahan pribadi untuk menaruh mobil pribadinya. Apalagi kalau masih berebut LPG 3 kg, yang jelas-jelas tabungnyg ditulisi "khusus orang miskin". Sikap yang kurang bertanggung jawab tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang dan nampaknya dihalalkan oleh pemerintah setempat.
Mungkin kementrian kebudayaan perlu turun tangan dalam hal ini, untuk mempelajari perilaku manusia Indonesia terhadap egoisme seperti itu. Siapa tahu hasil penelitian dan penelusuran para ahli di kementrian kebudayaan dapat memberikan pencerahan kepada para pejabat yang berwenang dalam hal penggunaan jalan umum sebagai parkiran kendaraan pribadi. Siapa tahu mereka jadi bisa melakukan pendekatan yang berarti kepada warga perihal parkiran ini dan juga tentang tanggung jawab kepemilikan kendaraan pribadi. Â Semoga mereka juga dapat menyadarkan para pengguna jalanan, baik itu pengendara kendaraan pribadi, kendaraan umum, maupun pejalan kaki, bahwa semuanya punya hak yang sama, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah derajatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H