Sayangnya obrolan kami tiba-tiba terhenti ketika mendengar sekelompok remaja yang berjalan di depan kami, kira-kira usia SMP, yang bersenda gurau namun bernada sensitif karena mengandung unsur SARA.
"Eh aku sekarang punya anjing lho", kata salah seorang dari mereka
Pernyataan itu disambut salah seorang temannya,"Kamu pelihara anjing?! Lama-lama nanti jadi Kristen lho!"
Dan disambung oleh temannya yang lain sambil tertawa-tawa,"Iya dia mah sekarang mainnya sama anak-anak yang Kristen. Lama-lama nanti bisa jadi Kristen lho!"
Waduh...kok bisa gitu ya, padahal masih usia remaja. Di mana belajarnya?!
Saya dan Nita saling berpandangan, merasa obrolan seperti itu rasanya tidak pantas, apalagi keluar dari mulut anak-anak remaja seperti mereka.
Connecting People with Nature! Artinya orang-orang yang datang ke ruang hijau seperti ini, seharusnya dapat terkoneksi dengan alam yang hijau. Alam yang menyembuhkan. Jiwa yang letih, lesu, lelah, pasti segar kembali saat mengambil waktu sejenak menyatu dengan alam. Menghirup udara segar, bertemu dengan sesama penghuni kota lainnya, saling bertukar cerita sambil jogging sehat, atau sekedar piknik rame-rame bersama teman-teman atau keluarga.
Terhubung dengan alam, biasanya identik dengan kedamaian hati dan kesegaran jiwa. Maka itu, selain menjaga kebersihan dan tidak merusak lingkungan, jaga juga sikap dan bicara.
Untung dari rumah, kami sudah membawa hati seluas samudera sehingga bisa tetap fokus menikmati kesegaran alam di salah satu ruang hijau di Jakarta Selatan ini, yaitu Tebet Eco Park. Secara tidak langsung, menghubungkan manusia dengan alam (connecting people with nature), seharusnya menghubungkan manusia dengan manusia juga.Â