Tulisan ini mungkin sudah terlambat karena pemilu sudah terjadi. Namun saya masih ingin untuk membahas permasalahan yang diungkapkan oleh para capres dalam debat terakhir sebelum pemilu.
Apa yang salah dengan data sehingga dia disalahkan di mana-mana dengan ungkapan data tidak benar, data tidak sesuai dengan kenyataan, dll.
Padahal, di masa ini, kesadaran untuk berbicara berdasarkan data, semakin ke sini semakin terlihat, terlepas cuma "omdo" agar terkesan smart atau memang benar-benar mengerti pentingnya berbicara berdasarkan data.
Data memang bisa dikambinghitamkan jika ternyata ditemukan bahwa data dan fakta tidak sesuai. Namun menurut saya, data dapat menjadi salah, juga tergantung pada metode pengumpulan datanya.
Dengan kata lain, karena metode pengumpulan datanya sudah salah, maka datanya pun juga menjadi salah. Akibatnya, dari hulu ke hilir, informasi yang terbentuk berdasarkan data yang ada menjadi salah.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu dalam upaya membangun Indonesia satu data, saya sendiri tidak sengaja mengenali tetangga yang sudah lama pindah dari lingkungan kami, ternyata masih didaftarkan sebagai warga dengan alasan kasihan. Entah kasihan dalam rangka apa.
Namun, tentu saja data yang masuk menjadi tidak benar-benar apa adanya. Mungkin penemuan itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak. Jangankan dibandingkan dengan jumlah penduduk se-Indonesia, sekelurahan saja mungkin tidak berpengaruh.
Namun metoda pengumpulan data seperti itu berarti mengandalkan kejujuran pengumpul data. Artinya sangat mungkin dimanipulasi. Belum lagi kemungkinan human error pada saat menginput data yang sebelumnya terkumpul dan direkam dengan cara tulis tangan.
Setelah data masuk ke dalam sistem komputer, maka kemungkinan manipulasi data dapat diminimalisir karena terpantau oleh sistem.
Data yang masuk dari hulu dan sampai ke hilir menjadi informasi, tentu bukan lagi data salah karena memang begitu adanya yang ada di dalam sistem. Informasi dibentuk dari data. Informasi menjadi tidak sesuai dengan kenyataan bisa jadi berasal dari data-data yang "benar" karena memang seperti itulah adanya.
Kesimpulan, informasi tidak sesuai dengan kenyataan dan fakta yang ada, sangat mungkin terjadi akibat teknik pengumpulan data yang kurang tepat, sehingga masih memungkinkan terjadinya manipulasi data dimulai dari sejak awal pengumpulan data.
Bagaimana dengan keluhan-keluhan yang biasanya muncul pada saat penghitungan suara? Seperti yang saya dengar melalui salah satu stasiun televisi, mengenai ketidakpercayaan terhadap sistem Sirekap, yaitu sistem yang merekap data pemilu yang awalnya berasal dari TPS.
Kesalahan bisa saja terjadi saat penginputan data. Namun dalam kasus ini, ada bukti hard copy, yaitu kertas-kertas suara, yang bisa menjadi pembanding. Saya kira dengan kerja sama dari hulu ke hilir, kesalahan input dapat diperbaiki.
Meminjam istilah yang sedang populer, dari hulu ke hilir, dalam kasus ini adalah mulai dari TPS, total harus sudah benar, kemudian diinput dengan benar juga ke dalam sistem.
Ada kemungkinan juga, penginputan data belum selesai, sehingga masih ada perbedaan dengan bukti fisik yang ada.
Yang jelas, jika ada algoritma yang kurang benar, saya yakin ada banyak pakar IT di Indonesia yang dapat mengaudit sistemnya sehingga dapat ditemukan penyebab ketidak sinkronan data (jika memang ada).
Sistem komputer seperti ini dapat diuji mulai dari designnya, metoda-metoda penyimpanan data, pemrograman, dan sistem keamanan networknya.
Roy Suryo, sang mantan menteri pada eranya, yang mendapat julukan pakar telematika mencurigai adanya algoritma sisipan pada sistem Sirekap, entah apa dasarnya.
Namun, bagi orang yang mengerti proses pembuatan sistem, rasanya tidak sulit melakukan uji proses untuk menentukan apakah memang ada algoritma yang tidak benar sehingga hasil rekapitulasi menjadi tidak sesuai dengan bukti fisik (kertas suara).
Ada hal-hal yang perlu dikonfirmasi sebelum menuduh apakah algoritma sebuah sistem itu ada yang salah atau sengaja dibuat salah sehingga perhitungan suara lebih berpihak pada salah satu pasangan capres-cawapres.
Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, sebelum menyatakan kerja sebuah sistem salah atau benar, perlu dicermati metode penginputan datanya, termasuk apakah data dari TPS sampai dengan "selamat" di lembaga penghitungan berikutnya. Selamat dalam arti, tidak ada kesalahan input atau kesalahan penghitungan dari pihak sebelumnya. Karena jika dari awal sudah salah, maka data yang diterima di jenjang selanjutnya pun akan salah.
Dengan demikian data di pusat pun akan mengikuti. Jadi, datanya yang salah ataukah metode pengumpulan datanya yang salah karena satu dan lain hal, termasuk karena penginputannya belum selesai, ataukah memang ada manipulasi data. Kalau ada manipulasi data, bisa dicari di jenjang manakah manipulasi data terjadi.
Secara logika sistem, hal itu bisa dicek mulai dari sebuah kesalahan teridentifikasi. Pengecekan dilakukan mundur ke belakang, bukan ke depan.
Karena, seperti aliran sungai, aliran dari hulu ke hilir. Jika ada sampah ditemukan di sebuah sungai, tidak mungkin kita menyalahkan hilir, karena bagian hilir hanyalah menerima aliran yang awalnya dari hulu.
Mari bicara dengan data dan juga logika.
(VRGultom)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H