Ada berapa banyak media sosial di jagat maya ini? Banyak! Yang paling terkenal secara international adalah Facebook, Instagram, Twitter. Itulah yang paling banyak dipakai untuk untuk saat ini.
Zaman dulu, sampai tahun 2000-an ada Friendster, Myspace, hi5, Bebo, dll. Selain mesia sosial, ada website-website yang  dilengkapi forum diskusi khusus  dan dibuat spesifik untuk tujuan tertentu.Â
Misal untuk traveling ada globosapiens, dan ada banyak forum diskusi untuk bidang IT. Ada juga Meetup.com untuk membuat group macam-macam, mengumpulkan orang-orang yang punya minat yang sama.Â
Belum lagi website-website lokal Indonesia yang mengusung tema daerah, seperti batak.com, yang pernah terkenal dikalangan orang Batak sedunia pada jamannya, sebelum ada facebook. Ada juga yang khusus orang Padang, dan mungkin ada dari daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Dengan media sosial sebanyak itu, apakah background check cukup di media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram dan ditambah Linkedin? Tergantung tujuannya untuk apa.
Secara umum, kalau kita ingin mengetahui tentang seseorang tanpa bertanya-tanya menunjukan kekepoan, Â atau tanpa meluangkan waktu lebih banyak untuk bersama-sama, jalan pintasnya adalah check medsosnya. Atau cari via google dengan beberapa kata kunci yang tepat.
Saat bertemu teman lama yang belasan tahun putus kontak, check medsosnya. Bagaimanakah kehidupannya sekarang ini? Bagaimana keluarganya, apa pekerjaannya, bagaimana gaya hidupnya...
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah kira-kira yang mampir di kepala hingga membuat kebanyakan orang mencari tahu tentang seseorang melalui media sosial.
Untuk urusan professional , misalkan pekerjaan? Apakah bisa background check via medsos?
Ada Linkedin yang lebih relevan dengan riwayat pekerjaan dan bagaimana seseorang berkontribusi pada komunitasnya. Misalkan keterlibatannya dalam forum diskusi. Namun, apakah media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Twitter relevan menjadi background check untuk urusan pekerjaan/profesi?
Walaupun belum pernah mengalami, tetapi pernah ada satu masa dimana seorang pelamar kerja diminta untuk memberi tahukan akun media sosialnya. Kalau saya sih kasih tahu saja, tetapi kalau diminta untuk "dibukakan" atau diminta user id dan password, no way! Medsos itu sifatnya pribadi. Terserah pemilik akun apakah akan membuatnya terbuka ke publik atau dibatasi hanya lingkaran pertemanan saja yang dapat melihat.Â
Insight apakah yang didapat dari media sosial seseorang?
Saya pernah memiliki seorang teman yang kalau kita lihat di medsosnya, isinya seperti orang yang tidak punya harapan. Membuat yang membaca khawatir, kalau-kalau orang ini hendak bunuh diri.
Saya yang mengenalnya cukup dekat, cukup khawatir juga, namun berusaha tidak memperlihatkan kepedulian. Beberapa teman yang tahu bahwa teman ini lebih dekat dengan saya mulai mengirim pesan kekhawatiran pada saya, bahwa kawan kami ini nampaknya sedang bermasalah.Â
Trik saya biasanya hanya menelepon seolah-olah tidak tahu apa-apa, dan berlaku seperti biasa saja. Saya pikir dia hanya cari-cari perhatian, jadi ya cuekin saja.
Di dunia nyata teman ini memang agak-agak "antik" namun cukup cerdas dan rasanya tidak mungkin melakukan hal-hal bodoh. Senang mencari perhatian, ya sifat itu memang ada padanya.Â
Banyak orang kurang menyukainya karena sifatnya yang sok tahu. Tetapi sebenarnya jika kita bersabar sedikit memberi kesempatan kepada dia dengan cara membiarkan dia bicara sok tahu tanpa perlu menganggapnya dengan serius, serta tidak perlu menentang, kita akan tahu bahwa sebenarnya dia adalah orang yang baik hati dan tidak sombong. Bahkan perhatian dengan teman.Â
Hanya saja, namanya manusia, ada saja kerapuhannya yang mungkin tidak semua orang dapat mengontrol dengan baik. Dia juga butuh menjadi dirinya sendiri. Saat itu, seperti itulah dia.
Hal-hal seperti itu, adakah hubungannya dengan pekerjaan? Tidak! Tetapi masalah kepribadian dan perilaku tentu saja berpengaruh pada pekerjaan. Tetapi itu pun sebenarnya dapat diatasi jika perusahaan tahu bagaimana memperlakukan orang-orang seperti itu.
Sebagai contoh, dulu di suatu masa, di tempat saya bekerja ada  salah satu karyawan yang memiliki masalah insomnia, yang  pasti ada hubungannya dengan kejiwaan.Â
Pihak perusahaan tahu dengan hal itu tetapi tidak mempermasalahkan. Karyawan ini lebih sering datang siang menjelang sore, karena di pagi hari dia masih tidur. Jam tidurnya berbeda dari kebanyakan orang lain. Maka jam kerja  nine to six atau eight to five tidak berlaku buat dia. Dia bebas datang siang hari dan bekerja sampai larut malam.Â
Kenyataannya karyawan ini otaknya sangat encer alias pintar dan tidak pelit berbagi ilmu serta mau membantu koleganya yang mengalami kesulitan. Permasalahannya hanya ketika keahliannya dibutuhkan di pagi hari (jam normal kerja) atau ada meeting yang harus diikuti olehnya.Â
Untuk itu, sebisa mungkin kami semua berusaha supaya waktunya di siang hari saat dia bisa hadir dengan konsentrasi penuh. Â Jadi, sebenarnya tidak ada masalah untuk setiap kekurangan seseorang, jika dapat saling bertoleransi.
Bagaimana Seseorang Menghabiskan Waktu Senggangnya
Apakah dia tipe orang rumahan, yang suka bersosialisasi, atau yang aktif berorganisasi?Â
Mungkin itu semua ada hubungannya dengan posisi yang dilamar atau ditawarkan. Bukankah ada posisi-posisi tertentu yang memerlukan kemampuan bersosialisasi  dengan berbagai jenis orang?
Apakah Memiliki Pekerjaan Sampingan?
Beberapa kelompok orang mengklaim pekerjaan-pekerjaan MLM tidak membutuhkan waktu dan modal. Kenyataannya?Â
Jelas semua pekerjaan membutuhkan waktu. Kecuali semua step-stepnya sudah dilakukan oleh mesin dan orang yang menjalankan bisnisnya hanya perlu invest uang dan menunggu hasilnya. Tentu pekerjaan sampingan ini harus dipastikan tidak akan mengganggu pekerjaan utama.Â
Calon pekerja yang diketahui memiliki usaha sampingan, perlu ditelusuri usaha sampingannya apa. Jangan sampai antara karyawan dan perusahaan menjadi pesaing. Seperti kasus suami istri yang sama-sama bekerja di bidang marketing.Â
Yang satu bekerja untuk memasarkan produk kendaraan merk A, sementara pasangannya memiliki usaha sendiri memasarkan produk kendaraan yang sama hanya beda merk. Karena bertentangan dengan peraturan perusahaan, maka sang karyawan diminta memilih, resign atau pindah posisi. Hal ini untuk menghindari conflict interest.
***
Dan masih banyak lagi insight yang dapat diambil dari media sosial seseorang, terlepas dari apakah isi media sosialnya merupakan versi digital dari kehidupan sebenarnya atau bukan.Â
Saya rasa media sosial seseorang dapat dipakai untuk mempelajari kehidupan pribadi seseorang, namun rasanya tidak adil jika keputusan menerima atau menolak pelamar kerja hanya berdasarkan isi media sosial semata. Setidaknya harus ada guideline yang tepat dan sesuai dalam melakukan background check melalui media sosial.
Background Check Dibantu AI?
Bagaimana pula seharusnya recruiter, HRD, atau pihak-pihak yang berkepentingan memeriksa media sosial kandidat? Apakah mereka cukup membaca beberapa postingan, melihat foto-foto yang baru diposting, melihat daftar teman, dll? Ini pun tentu harus ada metodanya.Â
Melihat status-status lainnya, seperti tanggal lahir, status pernikahan, jumlah teman, daftar check-in, dll, apakah cukup? Balik lagi tergantung tujuan mereka apa, apakah hanya mengkonfirmasi status pernikahan, tanggal lahir, dsj? Jika ingin mempelajari lebih lanjut tentang kepribadian seseorang tentunya tidak cukup hanya itu saja.Â
Setidaknya mereka harus mengumpulkan lebih banyak informasi untuk mempelajari pola perilaku (behavior pattern) seseorang. Mungkin pekerjaan ini bisa dibantu teknologi Artificial Intelligence yang membaca data beberapa tahun ke belakang dari berbagai media digital (bukan hanya medsos), Â mempelajari polanya, mengenali mana postingan asli dan mana yang postingan palsu akibat virus atau hacker.
Tentunya proses pembacaan harus legal. Bukan dengan cara meng-hack media sosial kandidat kemudian melakukan pemantauan dan tidak juga dengan cara meminta user id dan password pemilik akun. Â Yang dapat dibaca hanyalah informasi yang "terbuka" saja.Â
Terbuka dalam arti bebas diakses oleh siapapun. Kadang ada orang-orang  yang membatasi akses media sosialnya hanya untuk orang-orang tertentu saja, tetapi lingkaran pertemanannya di media sosial yang sama belum tentu melakukan hal yang sama.Â
Bisa saja mereka memasang foto rame-rame, memberi caption yang menyebut nama kita  walau tanpa tag, dan menceritakan peristiwa dalam foto, yang dapat dibaca orang lain alias terbuka ke publik.
Jadi memang di era digital ini, sedikit banyak ada data kita yang "terbuka" ke umum. Â Apalagi kalau orangnya terkenal di dunia digital. Â Dengan sistem pembacaan otomatis, pihak-pihak yang berkepentingan dapat mencari tahu dengan lebih mudah dan cepat mengenai seseorang.Â
Bukan cuma sekedar dari media sosialnya, tetapi dari semua data digital yang (masih) ada, yang terbaca secara publik. Tinggal bagaimana memproses hasil yang didapat.Â
Untuk penilaian lebih objektif atau tepatnya "saklek", teknologi AI bisa dipakai. Agar tidak terlalu saklek dan mengantisipasi kesalahan sistem, hasil penilaian AI bisa digabungkan dengan hasil penilaian manual (human). Misal 70% penilaian AI, 30% penilaian manusia.
Percayalah, mencari karyawan berkualitas itu tidak mudah. Maka saya rasa, background check media sosial tidak bertujuan untuk sekedar  "menggagalkan" kandidat, tetapi hanya memfilter yang paling cocok untuk posisi yang ditawarkan.Â
Kalau zaman dulu ada psikotest untuk mencari tahu kecocokan  suatu pekerjaan dengan kepribadian seseorang, maka jaman sekarang bisa dikolaborasikan dengan mempelajari kepribadiannya lewat media sosial. Sekaligus mungkin mencari tahu apakah seseorang pernah terlibat kasus kriminal atau tidak.
Yang jelas, background check wajar dilakukan namun jika untuk kepentingan professional, seperti pekerjaan, sebaiknya ada aturan mainnya. Jangan sampai hal-hal yang tidak terlalu relevan, dijadikan alasan untuk menggugurkan seorang kandidat pelamar pekerjaan.Â
Buat para pelamar pekerjaan, tidak usah panik. Dunia tak selebar daun kelor. Pasti ada pekerjaan yang paling cocok dan terbaik untuk setiap orang, bagaimanapun keadaannya. (VRGultom)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI