Serangan Hacker
Dunia digital sekarang ini adalah sebuah fasilitas yang dipakai hampir semua orang, sehingga secara keseluruhan kita semua tergantung pada Internet. Bagaimana jika koneksi Internet ini mendapat serangan yang mengakibatkan koneksi Internet berhenti dan sama sekali tidak dapat diakses di seluruh Indonesia, atau katakanlah di kota-kota besar di Indonesia. Bisa-bisa seperti di Rusia dan Ukraina, dimana akses transfer gaji kepada para pekerja IT yang bekerja remote di perusahaan-perusahaan di luar negara mereka terhenti.
Kalau di Indonesia, bagaimana jika operasional bank secara digital berhenti karena tidak ada akses Internet? Mungkin akan ada antrian panjang di bank-bank seperti jaman dulu. Gajian bisa telat, dst.
Bagaimana pula kalau sistem-sistem digital di Indonesia dikacaukan oleh musuh dengan menggunakan jasa hacker? Data-data e-wallet dan rekening bank dikacaukan sehingga tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misal data kredit macet perusahaan A menjadi data kredit atas nama perusahaan B. Kacau balau tentunya.
Jadi menurut saya, angkatan siber diperlukan di era digital ini, sebagai benteng pertahanan pertama, secara nasional. Selain untuk menjaga kedaulatan bangsa dari serangan siber, juga untuk menjamin kepercayaan dan rasa percaya diri bangsa atas keamanan negara.
Tentunya staf-staf angkatan siber ini harus terus dibekali dengan teknologi yang terus berkembang agar dapat menjalankan tanggung jawabnya sebagai benteng pertahanan negara di dunia siber.
Pelaksanannya dapat diatur sesuai dengan peraturan kemiliteran entah itu disisipkan diantara matra yang sudah ada atau dibuat matra sendiri. Yang jelas, tugas mereka adalah sebagai benteng pertahanan awal di dunia siber, dalam menjaga kedaulatan bangsa dan negara, sama seperti tentara-tentara yang selalu siap siaga lengkap dengan senjatanya senantiasa berjaga-jaga. Mereka bukan hanya sekedar membarantas tetapi mencegah.
Bukan berarti juga orang-orang yang bertugas di bagian ini bisa seenaknya memantau segala aktivitas siber masyarakat Indonesia. Harus ada guidelinenya. Dan harus ada penggolongan mana aktivitas yang harus dipantau secara detail atau tidak. Ibarat CCTV siber, mesti bisa mendeteksi secara otomatis aktivitas-aktivitas mencurigakan, untuk kemudian dianalisa lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas sesungguhnya dari sesuatu yang dicurigai.
Misalkan jumlah pembelanjaan yang tidak masuk akal untuk sesuatu barang. Bisa saja ini dicurigai karena ada kemungkinan aktivitas sesungguhnya adalah penyaluran dana untuk aksi terorisme, yang disamarkan dalam aktivitas belanja online.
(VRGultom)
Referensi: