Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Memerangi Fake News Menggunakan AI

9 Mei 2023   00:19 Diperbarui: 9 Mei 2023   03:59 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi fake news| Sumber: Shutterstock via thejakartapost.com

Banyak pihak mempermasalahkan mengenai regulasi untuk AI yang dipakai secara umum, seperti salah satu contohnya adalah ChatGPT dan beberapa teknologi AI yang dipakai untuk membuat gambar dan video.

Mengapa penggunaan AI membutuhkan regulasi?

Salah satu alasannya adalah karena AI dapat menciptakan berita bohong, informasi yang tidak benar, atau rumor, yang biasanya dibuat untuk mempengaruhi opini masyarakat terhadap sesuatu. Informasi itu dapat dibuat dalam bentuk text, rekaman suara, video, dan juga gambar. 

Dengan kenyataan ini, berita-berita bohong semakin sulit di deteksi, karena semua bentuk informasi itu dapat saling mendukung jika disatukan. 

Berita berupa teks yang dilengkapi dengan "bukti" gambar, video, atau rekaman suara yang menjadi satu kesatuan dalam sebuah berita, tentunya akan sulit dibantah jika hanya percaya begitu saja tanpa pemikiran dan analisa lebih lanjut. Bahkan gerak bibir orang ketika berbicara sudah dapat ditiru. 

Dengan kemampuan AI yang seperti itu, sebuah video dapat menampilkan seseorang sedang berbicara tentang sesuatu hal atau melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah dia lakukan. 

Biasanya yang jadi target adalah orang-orang terkenal atau public figure. Tentunya ada tujuan tertentu yang hendak dicapai. Contohnya adalah video yang menirukan gerak bibir Obama. (Bisa di cari menggunakan mesin pencari)

Lantas bagaimana cara mengetahui yang mana fake news yang mana yang bukan? Butuh analisis dan logika yang cukup dalam untuk mengetahuinya. Dan itu semua butuh data. 

Tidak semua orang dapat melakukanya, selain alasan buang-buang waktu mencari data kesana-kemari, browsing sana browsing sini untuk menentukan apakah berita itu benar atau tidak.

Kenyataannya fake news tidak selalu beritanya antara benar atau tidak. Ada juga yang menyajikan informasi sekedar untuk menggiring opini publik ke arah yang dia mau. 

Kalau sudah begitu, apakah bisa dikatakan berita bohong atau informasi palsu? Entahlah, bagian itu mungkin para praktisi hukum yang lebih tahu.

Jika teknologi Artificial Intelligence (AI) dapat menciptakan fake news seperti yang dijelaskan di atas, sebaliknya AI juga dapat mengidentifikasi apakah sebuah berita/informasi/video/rekaman suara/dll adalah palsu (fake) atau tidak.

Bagaimana caranya?

Sebuah team peneliti dalam proyek yang dinamakan "Fandango" telah membuat software untuk membantu para journalist dan fake checker untuk mendeteksi dan memerangi fake news. 

Software ini akan menelusuri dengan metoda sebaliknya dari pembuatan sebuah bentuk rekaman, video, atau gambar. Jika AI dapat membuat rekaman, video, dan gambar palsu, maka bisa diketahui apakah sebuah rekaman suara, video, atau gambar adalah asli atau palsu. 

Rekaman suara/video/gambar palsu itu dibuat dari bentuk aslinya kemudian diedit di bagian-bagian tertentu sehingga terciptalah sebuah bentuk yang baru.

Nah cara mengidentifikasinya berarti dari bentuk yang baru tersebut, diperiksa setiap bagian apakah semuanya asli atau tidak. Ibarat orang yang sudah pernah mengalami operasi, pasti ada tanda-tandanya kalau orang itu pernah mengalami operasi. Atau mesin asli yang dalamnya masih asli semua tentu akan kelihatan (oleh seorang ahli) jika ada bagian-bagian yang sudah diganti. 

Proses mengidentifikasi ini dapat dilakukan oleh software tersebut, dengan memberikan laporan apakah ada pengeditan pada suatu format informasi dan bagaimana bentuk pengeditannya. Selanjutnya pengguna yang menentukan apakah format itu palsu atau tidak.

Setelah rekaman suara, video, atau gambar itu ditentukan dan ditandai sebagai sesuatu yang palsu/hoax/fake oleh pengguna, maka AI akan menghubungkan dengan data-data informasi palsu lainnya, untuk mencari kecocokan, kemudian mencari halaman-halaman online atau postingan-postingan di sosial media dengan kata-kata yang sama yang juga ditandai sebagai palsu/hoax/fake. 

Dengan cara ini AI dapat mendeteksi fake news yang memiliki kesamaan. Misalnya berasal dari sumber yang sama, disebarkan dengan cara yang sama, dll.

Tool yang dibuat dalam proyek Fandango ini dapat "membaca" sumber-sumber data yang "terbuka", menyatukannya, dan memvisualisasikannya untuk membandingkan dengan informasi yang ditandai sebagai hoax/palsu/fake.

Ibarat gosip yang beredar dalam suatu lingkungan, cara membuktikannya adalah dengan memaparkan data dan informasi terkait dan menarik kesimpulan apakah gosip yang beredar itu benar atau tidak. 

Misalkan karena si A setiap hari di rumah maka orang sekitar menyimpulkan dia adalah pengangguran. Tetapi kenyataannya A tinggal di rumah mewah yang terpelihara, makannya pun selalu diantar dari restoran mahal, isi rumahnya pun lengkap. Maka tersebarlah gosip bahwa si A adalah simpanan bos besar. 

Gosip ini dapat diperangi dengan memaparkan fakta bahwa si A adalah seorang pekerja jarak jauh yang bergaji dolar dengan standard gaji Amerika. Maka kemudian orang sekitar akan dapat menganalisa kedua informasi, yaitu gosip dan fakta, baru kemudian menyimpulkan informasi mana yang benar.

Darimana sumber informasinya?

Sumber informasi adalah sesuatu yang penting. Jika sumber informasinya hoax juga, ya gak bakal benar. Sumber informasinya berasal dari data-data yang dapat diakses secara bebas namun tidak ditandai sebagai "hoax/palsu". 

Misalkan sumber informasinya adalah sebuah website, maka website itu adalah website yang memiliki reputasi yang baik. Jika itu Video, yang mengeluarkannya juga harus sumber yang memiliki reputasi baik.

Salah satu tujuan dari Proyek Fandango ini adalah mengelompokan dan memverifikasi berbagai bentuk penyajian informasi, untuk memudahkan mengenali fake news dan menyajikan informasi yang efektif dan terverifikasi bagi warga Eropa.

Sebuah proyek lain yang dinamakan GoodNews, membangun sebuah teknologi AI dengan cara mempelajari bagaimana "biasanya" sebuah fake news disebarkan lewat media sosial. 

Mereka mencari polanya dan membangun AI untuk dapat mengenali pola-pola penyebaran sebuah fake news sehingga dapat memilah yang mana yang fake news yang mana yang bukan.

Bagaimana dengan Indonesia? 

Nampaknya Indonesia masih menggunakan metoda menual dalam memerangi hoax, namun setidaknya, sudah ada database referensi berita hoax.

Berikut link dari kominfo.go.id tentang cara memerangi hoax secara manual.

(VRGultom)

Referensi:

https://ec.europa.eu/research-and-innovation/en/horizon-magazine/can-artificial-intelligence-help-end-fake-news

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun