Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Modal Perantau: Nekat dan Tahan Banting

6 Mei 2023   20:30 Diperbarui: 7 Mei 2023   21:50 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemudik tiba di Terminal Terpadu Pulogebang, Jakarta Timur, pada Senin (9/5/2022) siang.| KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA ACHMAD

Merantau ke "kota"? Sudah siapkah? Modal apakah yang Anda punya? Modal nekat? Ijazah? Modal keterampilan bekerja? 

Buat saya merantau adalah sebuah hal yang baik untuk perkembangan diri pribadi. Mungkin tidak sama untuk semua orang, namun pada umumnya perantau itu pada akhirnya memiliki pemikiran yang lebih terbuka yang "terpaksa" keluar karena proses pembentukan selama di perantauan. 

Tanpa bermaksud mengecilkan kelompok yang tidak memilih merantau, biasanya perantau lebih terbuka dengan perbedaan, entah itu perbedaan paham, perbedaan budaya, perbedaan gaya hidup, dll. 

Hal ini dikarenakan mereka terbiasa hidup bersama-sama dengan orang dari berbagai latar belakang. Sementara yang tidak merantau, mereka cenderung diam di zona nyamanya.

Namun demikian semua kembali kepada kepribadian masing-masing. Yang tidak merantau pun banyak yang punya pola pikir maju, sementara yang merantau ternyata tidak bisa membawa diri, akibatnya tidak ada kemajuan walau tetap bertahan di perantauan.

Selain berbagai keterampilan untuk mendapatkan lahan mata pencaharian atau mungkin modal nekat, menurut saya, terutama para perantau juga harus memiliki keterampilan dan kemampuan bertahan dan berusaha sampai sukses.

Apa itu keterampilan dan kemampuan bertahan sampai sukses dan mengapa disebut keterampilan?

Saya menyebutnya keterampilan karena perlu dilatih. Semua orang mungkin memiliki kemampuan itu tetapi tidak semua orang punya kesempatan untuk mengeluarkannya. Terutama orang-orang yang lebih suka berdiam dalam comfort zone. Mereka tidak pernah menantang diri untuk mencoba hal baru. Misalnya merantau.

Pindah ke tempat baru, lingkungan baru, budaya baru bukanlah hal yang mudah terutama bagi pemula. Meskipun itu masih satu negara, tetapi budaya di "kampung" dan di "kota" tentunya berbeda. 

Di kampung mungkin cuma ada saudara-saudara sesuku yang sudah jelas aturannya dalam mengarungi hidup secara berdampingan. 

Di kampung, lingkungan rumah gak sesesak di kota. Di kampung gak ada macet berjam-jam dan suara kendaraan yang tidak sabar meminta jalan. 

Di kampung gak serba dituntut cepat. Di kampung semuanya relatif tulus.

Di kota? Aduh, apalagi Jakarta. Memang kalau sudah dijalani dan terbiasa, pada akhirnya semua orang akan tahu kalau Jakarta tak sekejam yang dibayangkan. Tapi di awal-awal, saat hati, jiwa, dan pola pikir belum beradaptasi dengan cara hidup di Jakarta, mungkin akan terasa kejam, atau setidaknya membuat mulut menganga terkejut.

ilustrasi merantau | sumber: merdeka.com/muhammad lutfhi rahman 
ilustrasi merantau | sumber: merdeka.com/muhammad lutfhi rahman 

Hidup di Tengah Perbedaan

Perbedaan itu hal biasa. Namanya juga Indonesia yang berbhineka tetapi sudah ditakdirkan dan tidak bisa diganggu gugat, adalah satu bangsa. Perbedaan tidak dapat disamakan tetapi dapat disatukan. 

Itu adalah sesuatu yang mutlak tidak dapat diganggu gugat. Ini adalah salah satu hal dasar yang harus dimengerti oleh orang-orang yang belum terbiasa hidup berdampingan dengan orang bukan sesuku, seagama, sedarah, dan se..se.. lainnya. 

Ternyata belum semua orang Indonesia sadar akan hal ini karena pola pikirnya masih cara lama entah dibawa dari mana. Memperlakukan orang lain di sekitar kita dengan cara yang netral tanpa memandang suku, agama, dan budaya adalah salah satu keterampilan yang harus dilatih jika ingin bertahan sampai sukses di "kota".

Sekalipun di Indonesia ada istilah mayoritas dan minoritas, tidak ada orang yang suka diperlakukan sebagai orang asing di tempat di mana mereka tinggal. Hidup berdampingan dengan damai akan lebih menenangkan dan membuat betah daripada sengaja membuat jurang karena perbedaan. 

Saling Menghormati Dalam Lingkungan Sekitar

Saling menghormati adalah sesuatu yang penting. Jangankan di perantauan, di kampung sendiri yang lebih banyak saudara dekat saja tetap harus saling menghormati. Karena tidak ada dua manusia yang sama. Semuanya unik. 

Hormatilah kemerdekaan masing-masing pribadi dengan tidak memaksakan paham yang menurut satu pihak benar tapi belum tentu benar buat pihak lain. 

Misal, jika di kampung biasa karaokean sampai tengah malam tidak masalah karena jarak antar rumah tidak terlalu dekat, dan rata-rata rumah berdiri di lahan yang luas. 

Sementara di kota ada banyak rumah yang saling berdempetan, tentu karaokean dengan suara kencang atau membuat keributan lainnya, apalagi sampai tengah malam akan menganggu tetangga sekitar. 

Jika tidak sadar atau belum tahu, tidak mengapa. Tetapi setidaknya rendah hatilah jika ditegur dan diberi tahu. Tidak perlu menantang untuk menunjukan seolah-olah Anda berhak melakukan semua itu karena sesama yang punya negara atau karena merasa harus unjuk gigi, walaupun perantau tidak bisa diperlakukan sembarangan. 

Cobalah untuk memposisikan diri di posisi orang lain agar dapat bertimbang rasa. Jika belum bisa bertimbang rasa, ingatlah bahwa budaya di kampung Anda dengan di kampung tetangga yang sekarang mungkin berbeda, jadi ambil jalan tengah saja. Ikuti peraturan yang ada.

Terkadang, di kota juga ada orang-orang yang pola pikirnya masih "kampungan". Anda mungkin akan bertemu orang seperti ini. Sebaiknya jangan dilawan, lebih baik menghindar saja. 

Jika sudah merugikan, lebih baik laporkan kepada pihak berwajib daripada mengambil tindakan main hakim sendiri. Atau mungkin Anda akan bertemu dengan orang-orang yang "merendahkan" para pendatang baru. Tidak apa-apa, sebaiknya jangan dimasukan ke hati. Tetaplah fokus pada pekerjaan Anda. Toh bukan mereka yang kasih makan.

Rendah Hati dan Peduli Orang Lain

Tunjukan sikap rendah hati, dapat bekerja sama, peduli orang lain, dan ringan tangan. Orang-orang seperti ini, dimana-mana biasanya disukai. Apalagi di "kota" tempat berkumpulnya orang-orang perantauan dari berbagai daerah.

Biasanya, sesama perantau akan suka dengan lingkungan dengan orang-orang seperti ini. Mengingat saudara dan keluarga mungkin jauh entah dimana, dan di kota belum ada saudara. Maka biasanya mereka akan saling bantu.

Jangan terlalu berharap dengan saudara yang sudah lebih dulu menetap di "kota". Ingat, mereka pun punya beban hidup dan harus berjuang dengan kehidupan mereka sendiri. 

Asumsi bahwa orang kota jauh lebih baik secara ekonomi sehingga dapat selalu diandalkan harus dihapus. Bagaimanapun Anda tidak dapat bergantung "terlalu lama" pada mereka, alias harus mandiri.

Managemen Keuangan

Jika sudah memiliki pekerjaan, sebaiknya tidak boros. Anda merantau bukan untuk sebulan dua bulan bukan? Berpikirlah panjang. Menabunglah sampai minimal punya tabungan untuk 6 bulan ke depan, baru bisa agak longgar. 

Tabungan ini akan berguna dalam kondisi darurat. Misalkan tidak diduga-duga kena PHK, tiba-tiba ada panggilan darurat untuk pulang kampung sebentar, atau bisa untuk tabungan mudik saat hari raya, dll.

Jujur

Secerdas apapun Anda, semudah apapun mendapat pekerjaan di tempat baru, kejujuran adalah modal yang harus dipunya kemanapun Anda merantau. Orang jujur lebih disukai daripada orang pintar tapi tidak jujur. 

Kepintaran akan sesuatu bisa dipelajari jika ada kemauan. Tetapi kejujuran itu masalah sikap hati yang tidak semua orang punya. 

Contohnya para koruptor, yang pastinya banyak juga yang tadinya perantauan. Waktu baru pindah ke "kota" masih jujur, makin naik jabatan, makin mudah tergoda untuk mendapatkan uang lebih banyak lagi. 

Ada yang makin banyak uang eh malah jadi tukang sogok sana sini demi reputasi baik. Yang disalahkan malah situasi di Indonesia yang "mendukung". Alasannya semua juga begitu, kesempatannya ada, dll. Kejujuran itu seharusnya tidak tergantung situasi dan kondisi.

Saya kira, itulah beberapa keterampilan, selain keterampilan bekerja, yang harus dimiliki perantau untuk bertahan hingga "sukses", kemanapun Anda merantau. Kalau tidak mau melatih keterampilan itu, tidak akan tahan banting, dan ujung-ujungnya tersingkir juga. 

Merantau tidak melulu tentang mencari uang, tetapi juga hidup bersama dengan orang lain yang disadari atau tidak, dapat menjadi pendukung sukses Anda dalam mencari uang. (VRGultom)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun