"Uang yang ini gak mau", kata pemilik stall di sebuah kantin, ketika saya membeli satu gelas teh manis panas seharga Rp4000,- dengan menyodorkan selembar uang kertas pecahan Rp2000,-, sekeping uang logam pecahan Rp1000,- dan lima keping uang logam pecahan Rp200,-
Bukan sekali itu saja saya mendapat penolakan ketika menyodorkan uang rupiah pecahan Rp100,- atau Rp200,- Padahal saya juga mendapatkannya dari hasil kembalian.Â
Sejujurnya memang berat membawa-bawa uang logam di dompet. Namun apa daya, tanpa sengaja sering kali saya mendapat kembalian yang gak cuma seribu dua ribu, berupa uang logam pecahan kecil yang sudah direkat dengan selotip membentuk total nominal seribuan (10 keping seratusan) atau dua ribuan (10 keping dua ratusan).
Kadang saya iseng menjawab,"Tapi Ibu/Bapak orang Indonesia kan? Dagangnya juga di Indonesia?" Dan si pedagang hanya menunjukan raut muka datar sambil menjawab, "Pembeli gak mau dikembaliin pake duit begitu".
Sebegitu tertolaknyakah uang recehan pecahan kecil di negaranya sendiri? Kalau sudah tidak laku, mengapa masih dicetak dan diedarkan?Â
Saya juga yakin, pasti ada biaya yang dikeluarkan untuk mencetak koin-koin rupiah tersebut.Â
Padahal, di negara tetangga dekat sana, uang pecahan terkecil (cent), yang dicetak lebih kecil daripada uang Indonesia pecahan Rp25,- zaman dulu, juga masih beredar dan tidak ada orang yang (berani) menolaknya sebagai alat pembayaran. Kalaupun kemudian uang itu diberikan kepada orang lain atau hanya disimpan sebagai pajangan, lain soal.
Ketika kelak, digital rupiah diberlakukan dan menjadi salah satu alat pembayaran yang sah, akankah digital rupiah menjadi solusi bagi mereka yang menolak uang rupiah pecahan kecil?Â
Jika alasan mereka yang menolak menerima uang rupiah pecahan kecil adalah karena keberatan membawanya dalam dompet dan membuat dompet jadi penuh dan berat, mudah-mudahan kelak ketika digital rupiah mulai berlaku, mereka tidak berkelit dan berlindung dibalik kalimat, "Maaf gaptek" atau "Maaf, saya orang kecil gak ngerti uang begituan" atau "Halah cuma gorengan koq bayarnya ribet amat!"
Menurut yang saya baca pada website BI mengenai digital rupiah, variasi nominal digital rupiah akan sama dengan uang rupiah yang sekarang beredar.Â
Berarti membeli gorengan di warung pun bisa dong menggunakan digital rupiah?! Mudah-mudahan tidak perlu ada transaksi minimal.Â
Adapun maksud penerbitan digital rupiah adalah sebagai solusi yang mampu mempertahankan kepercayaan publik terhadap bank sentral dalam menjalankan mandatnya di era digital. Solusi yang memiliki tiga elemen, yaitu:
- Memenuhi kebutuhan masyarakat atas uang bebas resiko dalam bentuk digital
- Menjaga kedaulatan moneter
- Menjamin efektivitas pelaksanaan mandate bank sentral dalam menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, serta efisiensi dan keamanan sistem pembayaran
Bahkan katanya akan menambah khazanah alat pembayaran yang menjamin masyarakat untuk mampu bertransaksi dalam kondisi apapun. Berarti tidak salah dong kalau saya membayangkan belanja dengan nominal kecil pun akan dapat menggunakan digital rupiah.
Sebenarnya sekarang pun sudah ada e-wallet atau transfer bank sebagai media pembayaran. Untuk transfer bank memang tidak memungkinkan membayar jumlah kecil, misal membeli teh panas satu cangkir seharga Rp4000,- Kecuali beli tehnya di restoran, cafe, atau di hotel bintang lima dengan harga selangit.Â
Namun ada e-wallet yang mestinya bisa dipakai sebagai media pembayaran digital. Seharusnya masih bisa untuk membayar jajajan harga murah meriah mantap di kantin, warung, atau di tempat jajan hotel bintang bertaburan.Â
Apalagi hingga Oktober 2022 ini, BI mengklaim sudah berhasil memfasilitasi pembayaran menggunakan QRIS (Quick Response Check Indonesian Standard) bagi 25,2 juta pengguna digital payment, di mana lebih dari 90% merchant adalah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).Â
Tetapi kenyataanya masih banyak usaha mikro yang belum go digital tetapi tidak mau menerima uang logam pecahan kecil.
Sebenarnya apa bedanya digital rupiah dan e-wallet?
E-wallet tidak diterbitkan oleh Bank Indonesia, sedangkan digital rupiah diterbitkan oleh bank Indonesia sama seperti uang rupiah yang beredar sekarang. Asalnya dari BI dan dalam peredarannya akan kembali lagi ke BI.Â
Sedangkan e-wallet, contohnya GoPay, ShopeePay, OVO, dll, adalah dompet elektronik yang sama saja dengan dompet yang kita pakai, harus kita isi uang agar tidak kosong dan dapat diambil duitnya ketika harus membayar sesuatu.Â
Uang untuk mengisi e-wallet berasal dari jumlah rupiah yang kita miliki yang kita transfer ke dalam e-wallet. Terjadi perpindahan sejumlah uang di sini. Sementara digital rupiah adalah uang itu sendiri yang sama dengan uang rupiah kertas dan logam, hanya saja dalam format digital.
Sekarang ini e-wallet juga sudah mulai menggunakan biaya, misalnya biaya top up. ShopeePay akan langsung memotong nominal uang kita ketika melakukan top up melalui gerai seperti Alfamart, Indomaret.Â
Lama-lama bukan tidak mungkin, akan sama juga dengan bank, banyak biaya adminnya. Dan ternyata salah satu bank memberlakukan minimal transfer antar rekening adalah Rp50.000,-Â
Artinya kalau tidak sengaja ketinggalan dompet dan tidak punya e-wallet, sehingga bayar makan siang terpaksa pinjam teman dulu, bayarnya nanti harus cash kalau dibawah Rp50.000, kecuali sisanya direlakan.Â
Makin ke sini, media pembayaran digital ternyata makin sama dengan bank, banyak biaya-biaya yang dibebankan kepada pelanggan.
Semoga hal-hal kecil seperti itu dapat diatasi dengan adanya digital rupiah. Karena digital rupiah itu adalah uang digital, bukan media pembayaran digital, jadi mestinya tidak ada biaya untuk menggunakannya sebagai alat pembayaran. Kecuali mungkin jika digital rupiah itu disimpan sebagai saldo e-wallet.
Terkadang uang kecil itu begitu berarti ketika uang di dompet sudah habis namun sulit mengakses ATM. Biasanya bakal cari sana-sini siapa tahu masih ada tersisa recehan untuk dijadikan dana pertolongan pertama pada kondisi darurat (VRGultom)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H