Menjadi agen asuransi adalah salah satu pekerjaan saya, selain bekerja di bidang IT. Nyambungkah antara dua pekerjaan itu?
Nyambung banget! Asal jangan membayangkan orang IT yang kerjanya cuma duduk di depan komputer berpikir keras sampai kening berkerut, muka tampak serius dan tegang. Itu sih, saya jaman dahulu kala ketika masih menjadi programmer.Â
Sekarang saya konsultan IT yang berhubungan dengan business user, bukan cuma dengan mesin komputer. Berbicara dalam bahasanya business user, bukan dengan bahasa komputer yang gak bakalan nyambung selain dengan sesama orang IT.Â
Di bidang IT, saya sebagai konsultan yang harus mengerti kebutuhan customer, mencari solusi terbaik, dan menuangkannya dalam bentuk proposal.Â
Setelah proposal diterima, saya masih harus menerangkan dan menjawab berbagai pertanyaan terkait proposal yang saya ajukan.Â
Dan selama itu, calon client mungkin saja melakukan hal yang sama dengan vendor lain. Wajar saja dan tidak ada yang salah. Karena client berhak menentukan vendor mana yang akan mereka pakai untuk melakukan implementasi dengan solusi yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.Â
Terkadang, mereka pun belum tahu permasalahan yang mereka punya. Maka di sinilah tantangan seorang konsultan, memberikan solusi yang dapat diterima oleh business user.Â
Ternyata, setelah berkutat di dunia asuransi, saya menemukan hal yang sama.
Dulu, pertama kali ikut menjadi agen asuransi, karena saya kesal dengan agen-agen asuransi yang datang kepada saya menawarkan dagangannya dengan cara mendesak dan memaksa, tidak peka dengan orang yang dia tawari, dan sebagainya. Saya bertanya pada diri saya sendiri, coba kalau saya yang jualan, apa begitu juga?? he...he..he...he...
Ternyata tidak harus begitu. Justru yang benar itu, ya sama seperti pekerjaan saya sebagai konsultan IT. Semua orang butuh asuransi, hanya saja ada banyak hal yang membuat sebagian orang Indonesia menjadi anti asuransi atau setidaknya berpandangan negatif terhadap asuransi.Â
Jadi, tantangan yang saya hadapi adalah meluruskan pengertian-pengertian yang salah dan mengkomunikasikan dengan benar mengapa asuransi itu penting. Masalah beli atau tidak, itu keputusan masing-masing.Â
Kenyataannya, BPJS yang sekarang diwajibkan oleh pemerintah adalah salah satu bentuk asuransi kesehatan. Apakah para anggotanya terbantu dengan menjadi anggota BPJS? Sangat terbantu!
Sama seperti pekerjaan sebagai konsultan IT, saya harus mengerti dulu kondisi calon client untuk dapat menganalisa kebutuhannya, dan kemudian menyusun proposal dan mengusulkan produk yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan hasil analisa saya. Menjelaskan manfaat-manfaat dan keuntungannya, aturan-aturan yang harus diikuti, dan lain-lain.Â
Selanjutnya orang itu sendiri yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak. Selain itu saya juga dapat meyakinkan calon client dari sisi teknologi yang sekarang dipakai di berbagai bidang, termasuk asuransi.Â
Kalau hanya mengedukasi, lantas dari mana penghasilannya? Ya dari pembelian polis client-client kita. Kalau client merasa butuh dan cocok dengan solusi yang kita tawarkan, tentu mereka akan membeli. Di situlah seninya. Mengedukasi dan membuat client mengerti apa yang mereka butuhkan.Â
Mudahkah? Tidak! Memangnya ada pekerjaan berpenghasilan besar yang mudah dikerjakan? Bahkan jadi bandar narkoba yang penghasilannya tinggi pun, saya yakin tidak mudah, minimal mereka harus lihai menghindari petugas. Ha...ha...ha...
Demikian juga agen asuransi. Harus kebal dengan penolakan. Kebal bukan berarti sudah ditolak mentah-mentah, masih ngotot juga. Tetapi kebal dalam arti kuat mental dan terus memperbaiki diri alias self improvement.
Semua orang butuh asuransi tetapi mengapa masih ada yang menolak berasuransi padahal secara keuangan mampu? Mungkin cara kita menyampaikan yang kurang bisa diterima, mungkin kurang bisa meyakinkan calon client, mungkin masih kurang pengendalian diri maka ketika ditolak terbawa emosi, kurang pengetahuan, dst. Dan itu bukanlah hal yang mudah.Â
Kalau bekerja di perusahaan, ada macam-macam pelatihan untuk meningkatkan kemampuan, maka di bisnis asuransi pun demikian, tetapi biaya-biayanya ngemodal sendiri walau ada juga yang gratis. Itulah bedanya karyawan dan pengusaha. Pengusaha gak mesti yang punya perusahaan. Â Tetapi dari segi pola pikir, pola pikir pengusaha dan karyawan pasti berbeda. Â
Saya sering tidak habis pikir dengan teman-teman pekerja IT yang bertahan bekerja di satu perusahaan hanya demi dibayarin training dan certification yang kemudian harus dibayar dengan cara bekerja untuk perusahaan itu selama sekian tahun dan tidak boleh resign.Â
Padahal dia sendiri gak betah-betah amat bekerja di situ. Mengapa tidak membayar sendiri biaya certification dan training agar bebas mencari pekerjaan yang lebih sesuai dengan kualitasnya.
Setiap pekerjaan ada seninya dan tantangannya. Tantangan dibutuhkan agar tidak cepat bosan, karena tantangan itu pada dasarnya adalah untuk mengalahkan diri sendiri. Seni dalam bekerja membuat pekerjaan tetap menarik karena kita dituntut untuk mencari solusi dari setiap tantangan yang ada.
Jadi agen asuransi karena diiming-imingi penghasilan tinggi? Penghasilan tinggi sampai miliaran memang memungkinkan dalam bisnis asuransi. Dan ini adalah salah satu yang biasa digunakan untuk memotivasi para agen.Â
Namun ternyata, itu yang tidak mempan untuk saya. Masalahnya saya terbiasa mengerjakan hal-hal yang saya suka dan tidak peduli dengan penghasilan karena biasanya, pada akhirnya penghasilan mengikuti dan sesuai dengan apa yang saya kerjakan.Â
Maka, penghasilan tinggi bukan motivasi utama saya dalam bekerja. Saya akan dapat bekerja dengan baik hanya jika saya menyukai pekerjaan itu, dan itu artinya selalu ada solusi untuk setiap permasalahan yang menghadang.
Penghasilan tinggi tetapi pengeluran masih lebih besar daripada penghasilan? Gak sejahtera dong. Mungkin orang itu masih perlu melatih diri mengatur keuangan. Ada banyak orang yang berpenghasilan tinggi, tetapi karena tidak dapat mengatur keuangan, maka dia terlihat miskin juga.
Penghasilan tinggi bukan berarti pengeluaran juga harus tinggi. Walaupun biasanya antara penghasilan dan pengeluaran lama-lama akan jadi seimbang. Seimbang dalam arti makin tinggi penghasilan, maka gaya hidup pun mengikuti. Yang tadinya kalau macet cuma bisa ngedumel, maka karena merasa penghasilan cukup untuk beli helikopter, jadilah membeli helikopter sebagai alternatif transportasi di kala macet.Â
Menurut saya itu masih bener he..he..he.. Yang aneh itu, beli mobil balap untuk dipakai balapan di jalanan yang dari jaman dahulu sampai sekarang adalah area macet. Karena gak ada gunanya, toh mau balapan gimana lha wong kondisinya setiap detik padat merayap. Yang begini ini mungkin yang berpenghasilan tinggi tetapi logika tidak lagi jalan karena merasa mampu membeli segala sesuatu dengan uang.
Andai penghasilan saya triliunan, rasanya saya akan tetap senang jalan kaki, mendekat dengan alam, dan jika memungkinkan dari sisi waktu, saya akan jalan-jalan keliling Indonesia menikmati segarnya udara di hutan dan laut.Â
Jadi penghasilan triliunan buat apa dong? Pos-pos pengeluaran bisa banyak tetapi tetap pakai logika, jangan pakai gengsi.Â
Apapun pekerjaanmu, akan jadi menarik kalau kamu menyukainya bukan sekedar karena masalah materi. Pekerjaan yang menarik dan disukai akan jadi terasa mudah untuk dilakukan dengan sepenuh hati. Hingga pada akhirnya penghasilan pun akan mengikuti, sesuai antara apa yang dikerjakan dan imbalannya. Â Â
(VRGultom)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI