Setiap kali berkunjung ke wisma lansia atau yang masih sering disebut panti jompo, seringkali oma-opa seperti sudah menunggu kedatangan 'tamu' siapapun itu.Â
Tamu yang sepertinya diharap-harapkan akan menemani mereka mengobrol, atau mungkin mereka mengharapkan kedatangan keluarga yang menjenguk. Entahlah. Tetapi kebanyakan dari mereka memang senang bercerita tentang masa lalu, tentang anak-anaknya, tentang cucu-cucunya.
Mengurus orang tua di usia tua, buat saya pribadi bukan perkara kecil. Memang benar, orang tua (ayah dan ibu) dapat mengurus tujuh orang anak, namun tujuh orang anak belum tentu dapat mengurus kedua orang tua di masa tua. Perlu kesabaran, ketelatenan, dan yang paling penting keiklasan.
Idealnya di zaman sekarang ini, ada perawat pribadi yang menemani dan memastikan kebutuhan sehari-hari orang tua yang sudah lansia, sementara keluarga tetap berada di rumah yang sama atau jika anaknya banyak, bisa bergiliran menengok orang tua setiap hari.
Namun tidak dipungkiri bahwa biaya di hari tua untuk lansia itu tidak murah, harus ada biaya lain yang dikeluarkan, mulai dari biaya perawat pribadi, biaya kesehatan, vitamin-vitamin dan makanan khusus.Â
Ada lho orang tua yang di hari tuanya tidak bisa makan makanan berat, sehingga harus diberi makanan cair yang sudah lengkap gizinya. Dan ternyata itu tidak murah. Belum lagi biaya alat-alat kesehatan, seperti kursi roda, tempat tidur khusus agar mereka bisa tidur dengan nyaman, dll.
Itu adalah contoh kondisi lansia yang secara kesehatan dan fisik sudah menurun, sehingga membutuhkan perawat pribadi dan pelayanan kesehatan secara khusus.Â
Bagaimana jika di usia lansia kesehatan dan fisik masih ok? Bagus! Tetapi tetap saja harus dipikirkan bagaimana dia akan menjalani hari tuanya?
Di Indonesia ada batas usia pensiun dan di usia tertentu sudah tidak ada lagi yang mau mempekerjakan para lansia. Â Tidak seperti di Singapura, di mana para lansia masih diperbolehkan bekerja, sekalipun itu hanya pekerjaan kecil seperti membersihkan meja di restoran seperti McDonald.Â
Setidaknya dengan tetap bekerja, ada orang yang menyadari kehadiran mereka, ada orang yang akan menanyakan kehadiran ibu/bapak tersebut.Â
Bayangkan lansia yang tinggal sendirian, entah karena memang melajang seumur hidupnya, tidak punya anak, atau anak-anaknya tinggal jauh dari mereka.Â
Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan mereka, seperti yang beberapa kali pernah diberitakan jikalau seorang bapak meninggal dunia seorang diri di rumahnya dan baru diketahui beberapa hari kemudian. Padahal lingkungan tempat tinggalnya bukan lingkungan orang-orang kaya yang saling tidak peduli dengan tetangga.Â
Saya juga pernah mendengar berita seorang teman yang memang usianya menjelang lansia, meninggal dunia dalam keadaan sendirian di rumahnya dan baru diketahui dua hari kemudian.Â
Bagaimanapun tingkat kematian karena usia tua itu cukup tinggi. Alangkah baiknya ketika ajal menjemput, setidaknya ada yang mengetahui lebih cepat ketimbang membusuk duluan, padahal bukan kematian karena kecelakaan atau sedang berada di hutan belantara.
Perlu diperhatikan juga bahwa semakin tambah umur semakin sering lupa dan cepat lelah. Apalagi zaman sekarang, bahkan yang masih muda pun saking sibuknya teleponan, konsentrasi penuh main game, seringkali lupa bahwa ia tengah menyalakan kompor.Â
Tetangga dekat rumah saya, beberapa kali rumahnya nyaris kebakaran karena dia lupa sedang memasak sesuatu namun dia tertidur pulas atau sambil mengerjakan pekerjaan lain, padahal usianya baru menjelang 60.Â
Secara fisik tetangga saya itu sehat dan badan segar bugar, namun siapa yang tahu kalau dia sudah punya penyakit lupa atau cepat lelah. Bagaimanapun itu adalah jenis-jenis penyakit yang sering menyerarang orang di rentang usia tertentu.Â
Menitipkan orang tua atau diri sendiri (kelak) di wisma lansia mungkin dapat menjadi salah satu alternatif. Jika masih ada keluarga, akan terasa jauh lebih baik jika keluarga tetap rajin menelepon dan menjenguk.
Dan ternyata ada wisma lansia yang dapat dititipi lansia hanya di saat jam kerja saja. Sehingga si anak masih bisa bekerja dan sepulang kerja menjemput orang tuanya di tempat penitipan.Â
Saya rasa kita tidak dapat menghakimi orang-orang yang menitipkan orang tuanya di wisma lansia sebagai orang yang 'tega'.Â
Karena akan lebih repot jika meninggalkan orang tua sendirian di rumah dengan segala risikonya. Tidak semua orang punya dana untuk menggaji perawat atau sekedar pembantu rumah tangga untuk menemani lansia di rumah.
Bagaimana dengan orang-orang yang memilih melajang seumur hidup dan sama sekali tidak memiliki keluarga tempat menitipkan diri?Â
Saya rasa selain berusaha menjaga kesehatan sejak muda, sebaiknya mempertimbangkan untuk tinggal di wisma lansia. Â
Agar setidaknya memiliki komunitas yang hidup bersama setiap hari. Bisa juga menggaji seorang perawat untuk menemaninya. Tentu dia sudah harus siap dengan dananya.
Mau tinggal di mana pun, saya rasa biaya ketika seseorang menjadi tua itu tidak murah. Dan belum tentu juga anak-anak cukup mapan untuk membiayai orang tua yang sudah lansia dan tidak lagi produktif menghasilkan uang sendiri. Dan bukankah tinggal di wisma lansia tidak gratis?
Kita semua akan tua, mungkin orang-orang zaman dulu memilliki pemikiran untuk 'menitipkan' diri pada anak ketika mereka tua.Â
Tidak jarang saya mendengar pembicaraan orang yang merasa 'kasihan' pada orang yang tidak menikah atau tidak memiliki anak, "Kita sih punya anak, lha dia gimana tuanya nanti, anak gak ada."
Masih relevankah pemikiran seperti itu di zaman sekarang ini? Mungkin masih, namun sekali lagi perlu dipikirkan bahwa belum tentu saat kita tua nanti, anak-anak kita berada dalam situasi dan kondisi yang memungkinkan untuk dititipi orang tua yang sudah lansia.
Setidaknya persiapkan dana masa tua Anda sejak muda. Pastikan uang pensiunan memadai untuk hari tua nanti.Â
Perlu dihitung jumlah yang sesuai untuk beberapa tahun ke depan di saat usia pensiun, gaya hidup masa tua seperti apa yang Anda inginkan.Â
Apakah akan tinggal di wisma lansia yang biasa-biasa saja, yang menengah, atau yang nyaman sehingga masih bisa melakukan kegiatan-kegiatan pribadi tanpa terganggu oleh penghuni lain, misalkan memiliki ruang pribadi sehingga masih dapat menulis karya tulis.Â
Tempat yang memiliki taman dan kebun yang luas sehingga penghuni masih dapat berjalan-jalan menghirup udara segar di sekitar wisma, dan lain-lain.
Ataukah akan tinggal di rumah sendiri dengan perawat dan pelayan yang siap memperhatikan Anda sepanjang waktu?Â
Pertimbangkan juga biaya kesehatan, karena walaupun tidak sakit, biasanya lansia harus rutin check up kesehatan secara berkala.
Menjadi tua bukan berarti tidak berguna lagi. Di Singapura, pemerintahnya masih mengizinkan para lansia bekerja agar mereka tetap punya 'harga diri' dengan memiliki uang sendiri.Â
Setidaknya di hari raya, para lansia ini masih dapat memberikan uang hari raya untuk cucu-cucunya dari hasil keringatnya sendiri.Â
Oleh karena itu, walau kelak tinggal di wisma lansia, alangkah baiknya kalau tetap ada uang pegangan setidaknya untuk diberikan kepada cucu-cucu agar mereka mengingat bahwa masih ada kakek-nenek yang perlu ditengok di tempat kediamannya masing-masing.Â
Sudah banyak program-program asuransi dan pensiunan pribadi untuk mengantisipasi dana masa tua ini. Sebaiknya mulai dipersiapkan sejak masih muda, sehat, dan produktif. Sehingga kelak, mau ke mana pun menitipkan diri, kita tetap mandiri secara keuangan atau dalam bahasa kerennya lansia mandiri finansial.Â
(VRGultom)
*) Artikel ini ditulis untuk Kompasiana.com.Â
*) Tidak diperkenankan menyalin sebagian atau seluruhnya, mempublikasikan ulang dimedia lainÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H