Jerawat, katanya masalah anak muda dan setelah usia 25 tahun akan hilang sendiri. Begitu informasi yang saya baca dulu, berhubung saat itu punya masalah dengan jerawat dan mulai mencari-cari informasi tentang cara menghilangkannya.Â
Nyatanya, setelah lewat usia 25 dan setelah mencoba berbagai cara, tetap saja serombongan jerawat betah di wajah yang berminyak.Â
Kadang pergi sebentar setelah diusir dengan krim-krim yang dianjurkan, mulai dari yang murah sampai yang mahal. Namun, ternyata rombongan jerawat itu pergi sementara dan kembali beberapa waktu kemudian.
Karena sudah capek, maka saya mencoba berobat ke dokter kulit, yang mana menurut orang yang merekomendasikan sudah berhasil membuat wajah banyak orang menjadi kinclong.Â
Tetapi biaya perawatannya yang berkelanjutan cukup mahal juga, belum lagi setiap kunjungan harus mengantri berjam-jam saking banyaknya pasien. Jadwal konsultasi dan perawatan kadang bolong karena tidak ada uang alias bokek. Â
Nah di sini rombongan jerawat itu datang kembali. Jika wajah tidak dirawat secara rutin oleh dokter kulit tersebut, dan tidak diolesi krim-krim buatan dokter tersebut, maka jerawat kembali bermunculan di sana-sini. Lama-lama saya mikir, ini sih bukan pengobatan.
Akhirnya ganti dokter hasil rekomendasi seorang teman juga. Di awal-awal pengobatan, hasilnya kelihatan jerawat hilang entah ke mana. Namun, produksi minyak di wajah menjadi berlebihan. Mungkin kalau dikumpulkan dalam sehari, itu minyak wajah bisa dipakai untuk goreng tahu tempe di rumah, hehehe.
Lama-lama bosan juga berobat ke dokter kulit untuk mengatasi masalah. Memang masalahnya teratasi sementara, tetapi menimbulkan masalah yang lain.
Lama saya biarkan muka berjerawat sampai akhirnya seorang teman mengajak 'berobat' ke dokter kulit yang katanya lulusan Jerman, dan temannya yang artis berobat ke situ juga dan sudah berhasil.
Akhirnya saya coba juga berobat ke dokter tersebut. Kunjungan pertama, si dokter langsung tahu, "Ini pasti lima tahun gak kelar-kelar ya?"Â
"Betul banget, dokter!"
"Ini sih karena faktor genetika," kata si dokter.Â
Lantas saya bilang bahwa keluarga saya tidak ada yang jerawatan cuman saya sendiri. Tapi si dokter keukeuh pasti ada faktor genetika.
Si dokter juga bilang obatnya cuman satu, itulah yang akan dia resepkan. Lantas saya iyakan saja karena sudah bosan mencoba berbagai cara menyapu bersih rombongan jerawat dari wajah saja.
Karena si dokter tidak bicara mengenai pantangan makanan dan lain-lain, seperti dokter-dokter sebelumnya yang menganjurkan jangan makan ini dan itu, saya pun bertanya apakah ada makanan tertentu yang harus saya hindari.Â
Dengan enteng si dokter menjawab yang intinya adalah tidak perlu ada pantangan makanan. Semua boleh dimakan asal tidak berlebihan, karena segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.Â
Saya pikir masuk akal juga, maka jadilah saya menjalani pengobatan yang menurut dokter tersebut paling 6 bulan sudah selesai.Â
Selanjutnya terserah apakah mau menggunakan produk perawatan dari dia atau tidak. Nah ini baru pengobatan, bukan cuman perawatan.Â
Selama jerawat masih ada, tidak boleh ada tindakan seperti perawatan facial, di mana wajah dipencet-pencet untuk mengeluarkan komedo dan kotoran yang terserap oleh kulit. Ini berbeda dengan dokter-dokter sebelumnya yang malah menganjurkan melakukan perawatan facial sebulan sekali.
Singkat cerita, pada akhirnya kulit wajah saya benar-benar bersih dan tidak lagi dikunjungi rombongan jerawat yang mendarat di sana-sini di bagian wajah kadang sampai ke leher. Selanjutnya hanya tinggal perawatan kulit wajah saja agar terlihat kinclong seperti artis-artis yang sering nongol di televisi, hehehe.
Dengan 'keberhasilan' ini, maka saya menjadi percaya dengan dokter ini sehingga perawatan wajah yang sudah sembuh dari jerawat pun berlanjut menggunakan produk-produk buatan dokter tersebut. Ini baru namanya perawatan. Bukankah perawatan dan penyembuhan itu berbeda?
Setelah menggunakan produk-produk perawatan wajah dari dokter tersebut sebagai tindakan perawatan lanjutan, kulit wajah semakin membaik.Â
Dan ketika tidak memungkinkan lagi menggunakan produk dari dokter ini karena pindah kota, tidak ada masalah yang timbul pada wajah.Â
Rombongan jerawat benar-benar tidak lagi datang berbondong-bondong bahkan sampai sekarang setelah bertahun-tahun.Â
Paling sesekali, mungkin karena kulit wajah kotor, datanglah satu jerawat tanpa diikuti teman-temannya, dan tidak lama kemudian hilang lagi dengan sendirinya.
Rupanya masalah jerawat ini bukan hanya disebabkan oleh jenis-jenis makanan yang dimakan, kebersihan kulit, atau cocok tidaknya bahan-bahan kimia dari kosmetik yang dipakai, atau pubertas. Sebab menurut beberapa sumber, masalah kulit jerawat juga bisa terjadi menjelang menopause yang tentu bukan masa pubertas.Â
Makanan-makanan tertentu mungkin dapat merangsang meningkatnya hormon penyebab jerawat, tetapi tentunya seseorang akan sadar jika dia memiliki 'alergi' makanan yang menyebabkan jerawat. Ada banyak orang tanpa pantangan malah tidak mengalami masalah kulit berjerawat. Jadi saya rasa penyebab utama masalah kulit berjerawat bukanlah dari makanan.
Dikatakan oleh beberapa sumber bahwa ada jerawat yang disebabkan oleh fluktuasi hormon, khususnya peningkatan hormon androgen seperti testosteron. Ternyata bukan harga saham, forex, dan emas saja yang berfluktuasi, tetapi hormon dalam tubuh juga.
Beberapa kondisi yang mengakibatkan naiknya level hormone penyebab jerawat diantaranya pubertas, menstruasi, menopause, dan sindrom polikistik ovarium.
Jadi, sebaiknya bedakan antara pengobatan jerawat dengan perawatan kulit wajah. Jika belum tahu apa akar masalahnya sebaiknya segera kunjungi dokter spesialis kulit yang bukan cuman sekadar ahli kosmetik, daripada bereksperimen sendiri dengan berbagai produk yang secara iklan mengklaim efektif menyembuhkan jerawat. (VRGultom)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H