Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Karyawan dan Perusahaan Sama-sama Butuh

30 Agustus 2021   22:30 Diperbarui: 2 September 2021   18:16 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi interview | Sumber: Freepik/Ijeab via money.kompas.com

"Ada CV nya?" Tanya pewawancara di depan saya, ketika akhirnya dia datang setelah saya dipersilahkan menunggu di ruang meeting dan mengisi form isian dari HRD.

"Maaf, saya tidak membawa CV karena sebelumnya sudah saya kirimkan", jawab saya. Namun dalam hati, sejujurnya saya mulai kurang enak. Karena menurut analisa saya, berarti orang tersebut belum membaca CV saya yang artinya belum mengetahui kualifikasi saya. 

Lantas mengapa saya dipanggil untuk sesi wawancara ini? Bagaimana jika ternyata kualifikasi saya tidak sesuai dengan apa yang mereka cari? Bukankah ini hanya akan membuang-buang waktu saja?

Mungkin alasan saya terdengar "sombong", tetapi buat saya bekerja itu berarti kedua belah pihak, yaitu pihak perusahaan dan pekerja yang mana saling membutuhkan. 

Saya membutuhkan perusahaan untuk membayar saya sesuai pekerjaan saya, sementara perusahaan membutuhkan jasa saya untuk melakukan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai kebutuhan mereka terhadap skill saya. 

Untuk itu,  harus ada kecocokan diantara kedua belah pihak. Dan bagaimana pun saat itu, saya bukan fresh graduate dan juga bukan orang yang kepepet harus bekerja, yang di surat lamarannya menuliskan, "Saya bersedia bekerja apapun".

Sering kali, sebenarnya saya tidak melamar suatu posisi pekerjaan, tetapi para head hunter menemukan saya dan menawarkan posisi yang ada pada saya. 

Di tahap itu pun seharusnya kita sudah memfilter apakah job desc-nya sesuai dengan keterampilan yang kita punya. 

Kalau saya, jika tidak sesuai atau tidak tertarik, saya lebih baik menolak. Karena itu, saya pun berpikir seharusnya pewawancara sudah membaca CV saya sebelum waktu wawancara tiba, maka saya tidak pernah membawa CV di saat wawancara.

Suatu ketika, saya diwawancarai oleh tiga orang yang nampaknya masih muda-muda. 

Ketika sampai pada pembicaraan gaji yang sebelumnya sudah saya tuliskan pada form yang harus saya isi, mereka mengatakan bahwa bahkan gaji mereka pun tidak sampai sejumlah yang saya minta, nah lho...

Negosiasi gaji | sumber: www.best-job-interview.com
Negosiasi gaji | sumber: www.best-job-interview.com

Padahal, saya sudah merendahkan standar gaji saya serendah-rendahnya sampai pada angka yang sanggup saya terima ha...ha..ha....

Terus terang, saya jadi merasa tidak enak hati. Dan sebenarnya memang selama bekerja, saya tidak pernah bekerja hanya untuk gaji tetapi kebetulan gaji saya selalu "cukup".  

Andai mereka dapat meyakinkan saya untuk mengambil pekerjaan itu, walau gaji yang ditawarkan tidak sesuai dengan yang saya minta, mungkin akan saya pertimbangkan.

Dan sesudah itu, memang saya bertanya-tanya, apakah standar saya ketinggian? 

Rasanya tidak. Tetapi setelah itu, sebelum menentukan angka, saya akan bertanya pada head hunter, berapa standar gaji yang pantas untuk posisi ini dan saya bandingkan dengan hasil penelitian saya sendiri mengenai nilai yang pantas untuk posisi itu. 

Memang saat itu sudah cukup lama saya tidak bekerja sebagai karyawan, setelah sebelumnya bekerja cukup lama di luar negeri. 

Maka, mungkin saya pernah menyebutkan angka yang terlalu tinggi untuk ukuran di Indonesia, walaupun sebenarnya itu sudah diturunkan serendah-rendahnya.

Lain waktu, saya pernah mendapat panggilan wawancara dari satu perusahaan besar berkali-kali, hingga akhirnya saya memutuskan untuk menyudahi saja. 

Wawancara pertama, dengan departmen A, dan wawancara kedua dilakukan di hari yang berbeda dengan departmen B, begitulah sampai 5 kali. 

Hingga akhirnya saya bertanya pada pewawancara kelima, karena saya merasa tema wawancaranya selalu berbeda, tetapi tidak pernah maju ke step selanjutnya. Semuanya seperti hanya "pengenalan" saja. 

Memang latar belakang saya di bidang IT dengan banyak sub bidang, membuat saya bisa ke sub IT mana saja. Tetapi sebenarnya apa yang perusahaan ini butuhkan, sampai setelah wawancara kelima ternyata mereka masih memanggil saya untuk wawancara.

Kali ini maju ke step selanjutnya, namun saya menunggu hampir satu setengah jam. Setelah berkali-kali bertanya, apakah pewawancaranya sudah diberitahu? 

Dan orang yang meminta saya untuk menunggu hanya bilang, "Ditunggu sebentar lagi". 

Hingga akhirnya, saya minta untuk dijadwalkan ulang saja karena saya punya kegiatan lain di jam sekian. 

Barulah orang yang ditunggu-tunggu datang. Seorang wanita Indonesia, menggunakan bahasa campuran Inggris dan Indonesia. 

Setelah berbasa basi, akhirnya sampailah pertanyaan pada masalah gaji yang diminta. 

Berhubung feeling saya merasa kurang enak, apalagi dibiarkan menunggu sampai hampir satu setengah jam, maka saya katakan bahwa masalah gaji sudah saya sampaikan pada head hunter yang menghubungkan saya dengan mereka. 

Pengalaman saya selama bekerja di Singapura, biasanya saya bernegosiasi gaji dengan head hunter dan head hunter lah yang bernegosiasi dengan pihak perusahaan. 

Namun ibu ini mendesak dan akhirnya saya sebutkan angka tersebut. Dengan setengah kaget, ibu itu menanggapi, "Mengapa tinggi sekali?!". Akhirnya, saya jelaskan mengapa saya meminta sejumlah segitu. 

Akhirnya pertemuan pun diakhiri dan saya diminta menungga kabar selanjutnya dari mereka. Namun dengan yakin saya katakan pada diri sendiri, "Saya tidak akan ambil pekerjaan ini".

Sekali lagi, buat saya menjadi karyawan suatu perusahaan bukan berarti hanya pihak karyawan saja yang butuh. Kedua belah pihak, baik karyawan maupun perusahaan sama-sama butuh. 

Jadi saling menghargai saja. Membuat orang lain menunggu sampai lebih dari satu jam tanpa alasan, menurut saya bukanlah tindakan yang menghargai orang lain. 

Dan jika memang gaji yang diminta oleh calon karyawan ketinggian, tidak ada salahnya untuk dibicarakan baik-baik, siapa tahu ada kecocokan setelah berdiskusi dan masing-masing menemukan alasan yang tepat mengapa saya harus menerima pekerjaan ini, mengapa perusahaan harus mempekerjakan orang ini.

(VRG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun