Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Administrasi - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler | Teknologi untuk semua orang, maka semua orang perlu melek teknologi

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Dampak Viral di Dunia Maya Vs Viral dari Mulut ke Mulut

20 Februari 2021   00:59 Diperbarui: 23 Februari 2021   07:59 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

UU ITE akan direvisi pada pasal-pasal yang dianggap pasal-pasal karet. Menurut tulisan pada media Kompas.com, ada beberapa pasal yang dianggap pasal karet.

UU ITE adalah kependekan dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebenarnya apa itu informasi? Kalau menurut apa yang saya pelajari ketika baru menjalani kuliah semester satu di jurusan IT, informasi itu dibangun dari sekumpulan data. Jadi menginformasikan sesuatu itu tidak sembarangan. Harus ada datanya yang kemudian membangun sebuah informasi. Bahasa gaulnya, "Mari bicara dengan data!"

Contoh:

Si A sedang berada di luar negeri pada saat terjadi pembunuhan kekasihnya, seorang artis terkenal. Peristiwa pembunuhan terjadi di Jakarta.  

Itu adalah sebuah informasi. Informasi itu asalnya darimana? Apakah asal terbentuk begitu saja? Oh, informasi itu didapat dari teman dekatnya, yaitu si B. Apakah itu sebuah data? Kalau iya, apakah datanya valid atau tidak?

Data yang valid adalah

  • Dokumen tiket perjalanan dengan pesawat XYZ pada tanggal dan waktu yang sama dengan tanggal kejadian atau sebelumnya, dengan tujuan Hong Kong.
  • Bukti "check out" dari imigrasi Indonesia
  • Bukti "check in" dari imigrasi Hong Kong
  • Bukti "check  out" dari imigrasi Hong Kong, jika dia sudah keluar dari Hong Kong pada saat ini
  • Bukti "check in" dari imigrasi Indonesia, jika dia sudah berada di Indonesia pada saat ini.

Bukti check in/out dari masing-masing department imigrasi adalah cap pada passport, lengkap dengan tanggal keluar/masuknya. Tanggal-tanggal itu dapat dibandingkan untuk memastikan posisi si A pada tanggal kejadian, dan apakah si B berbohong atau tidak. Kemungkinan, hasil perbandingannya menjadi informasi berikut:

  1. Si A sedang berada di Hong Kong pada tanggal kejadian pembunuhan kekasihnya, atau
  2. Si A sedang berada di Indonesia pada tanggal kejadian.Pertanyaan selanjutnya, apakah dia berada di Jakarta?

Untuk menentukan apakah dia berada di Jakarta, perlu dicari lagi data pendukungnya. Begitu seterusnya. 

Begitulah sebuah informasi terbentuk berdasarkan sekumpulan data. Jika datanya salah, maka informasi yang dibentuk juga akan salah. Jika datanya tidak ada buktinya, mungkin itu namanya gossip yang sumbernya dari orang yang asbun (asal bunyi) atau hobinya menyebar hoax.

Masalahnya, kebanyakan orang hanya bisa menyebar informasi tanpa peduli dengan data-data yang membentuk informasi tersebut. Dengan berbagai teknologi yang memudahkan penyebaran informasi, sebuah informasi dengan cepat menjadi viral. Apalagi kalau informasi itu menyangkut orang-orang terkenal.

Dan ketika berita itu sampai ketelinga orang-orang yang disebutkan di dalamnya, maka terjadilah reaksi. Jika informasinya memang benar, mungkin orang-orang tersebut tidak ambil pusing.

Namun jika tidak benar, maka orang-orang tersebut pasti akan memberikan "perlawanan", entah secara terang-terangan melakukan klarifikasi kepada publik, entah diam-diam langsung menegur penyebar berita, entah langsung lapor polisi karena merasa namanya tercemar dengan berita tersebut, dsj.

Bagaimana jika ternyata, setelah diselidiki, informasi aslinya bukan seperti yang sudah terlanjur viral. Bisa saja karena informasi asli diedit, ada kata-kata yang dihilangkan, ditambah, atau yang disebarkan cuma sepotong sehingga pengertiannya menjadi berbeda, bahkan menjadi bertolak belakang dengan informasi aslinya.

Ditambah lagi tidak diketahui siapa yang pertama kali mengedit, atau mungkin malah sudah diedit berkali-kali oleh orang-orang yang bisa jadi tidak saling mengenal dan tidak ada hubungannya dengan orang-orang terkait. Bisa karena copy pastenya tidak lengkap, tidak sengaja terhapus, dsb.

Hal itu mirip-mirip gossip yang beredar dikalangan tertentu tanpa tahu asal beritanya darimana, dan berita aslinya ternyata jauh dari berita yang sudah beredar dan menjadi pembicaraan hangat.

Bedanya adalah, jika sebuah gossip beredar bukan di dunia maya atau media cetak, buktinya cuma "berita yang didengar" yang bentuknya tidak nyata, dan perlu saksi-saksi untuk membuktikan kalau berita itu memang beredar. Sedangkan kalau beredar di dunia maya, sifatnya sama dengan media cetak, ada bukti yang terlihat kalau beritanya memang ada.

Dan kalau di dunia maya, pembaca, pemerhati, dan komentatornya bisa dari seantero dunia, dan itu terjadi dengan sangat cepat. Semua itu karena kemudahan akses darimanapun dan kapanpun.  

Jadi, menurut saya, ada beberapa hal mengenai "informasi" yang beredar di dunia maya, yang dapat dikatakan sebagai media yang sangat "terbuka":  

  1. Kemungkinan informasi dapat menyebar lebih cepat berkali-kali lipat dibandingkan dengan hanya dari mulut ke mulut.
  2. Semua orang yang membaca, mendengar, melihat, dapat menjadi komentator yang bisa jadi malah memperburuk keadaan
  3. Kemungkinan informasi sengaja atau tidak sengaja diubah atau terubah jauh lebih besar dibandingkan dengan gossip yang cuma "terbumbui" oleh para penyebarnya. Contoh: informasi copy paste atau forward-forwardan lewat aplikasi seperti WA, SMS, telegram, dsj, rekaman video/suara yang didapat dari dunia maya, sengaja diedit dan diupload ulang ke dunia maya, atau dokumen-dokumen digital lain seperti gambar, foto, dll.

Yang saya bahas di atas baru tentang penyebaran informasi yang belum tentu kebenaranya, informasi-informasi yang dilarang, dsj. Sebenarnya masih banyak hal yang dapat terjadi didunia maya. Internet Fraud yang jenisnya sangat banyak, misalnya seperti yang dilaporkan pada www.actionfraud.police.uk tentang jenis-jenis fraud online. 

Berdasarkan hal-hal tersebut, rasanya memang perlu ada polisi khusus untuk mengawasi segala sesuatu yang terjadi di dunia maya, dari sisi informasi dan transaksi elektronik. Polisi dunia maya ini biasanya disebut cyber police. 

Mengapa tidak cukup polisi biasa? Toh sebenarnya kejahatan-kejahatan yang sama dapat terjadi tanpa melalu Internet (dunia maya).  Karena perlu keahlian khusus untuk membuktikan kebenaran/keasliannya, mencari tahu bagaimana informasi itu menyebar, dan menyelidiki bagaimana informasi itu berubah.

Mengapa beberapa pasal-pasal UU ITE dianggap pasal karet? 

Berikut adalah salah satu pasal yang dianggap pasal karet, yang menurut berita sudah menjerat 74 orang:

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Menurut saya pribadi, tidak ada yang dapat diibaratkan karet di sini. Cukup jelas targetnya dan cakupannya pun jelas, yaitu  dari kata "elektronik". Artinya, cakupannya hanya yang berupa informasi dan dokumen elektronik/digital. Bukan yang disebarkan dari mulut ke mulut atau lewat pos, kurir, burung merpati, dsj.

Mungkin yang ambigu adalah masalah "muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik". Apa definisinya atau ketentuannya sehingga sebuah informasi dikategorikan sebagai  "penghinaan" atau "pencemaran nama baik".

Jadi sebaiknya diperjelas ketentuan untuk mengkategorikan sebuah informasi, yang dapat berupa postingan di media sosial, web pribadi/organisasi/kelompok, aplikasi chat, dll kedalam suatu kategori. Karena jika ketentuannya tidak jelas, penafsiran setiap orang belum tentu sama.

Mengapa pula dianggap memiliki duplikasi hukum? 

Setelah dikategorikan sebagai, misalkan, penghinaan atau pencemaran nama baik, barulah bisa ditentukan dasar hukumnya. Jika ternyata tuntutan secara hukumnya berbeda dengan hukum biasa yang tidak menyebutkan media elektronik sebagai targetnya (KUHP), saya rasa wajar saja, karena efek yang ditimbulkan lebih cepat menyebar dan berkembang didunia elektronik/dunia maya. Lebih cepat dampaknya.

Jadi menurut saya wajar jika sebuah perkara, dikategorikan sebagai kategori yang sama tetapi media berbeda, maka tuntutannya pun berbeda. Di jaman ini, sesuatu yang tersebar didunia maya lebih cepat viral dibandingkan kalau hanya menyebar tidak melalui dunia maya, misalnya dari mulut ke mulut. Dampaknya pun berbeda.

Viral di dunia maya, maka orang sedunia bisa tahu. Viral dari mulut kemulut? Orang sedunia mungkin saja bisa tahu juga, namun pasti tidak secepat jika viral di dunia maya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun