Di Bandung, sepertinya lebih baik (yang saya tahu). Kebetulan di dekat rumah orangtua saya ada lapangan olahraga, dan sekarang lapangan olahraga itu dilengkapi dengan gedung perpustakaan.Â
Meskipun tidak besar dan koleksi bukunya kurang beragam, namun ruang perpustakaan itu cukup nyaman. Sayangnya di jam istirahat karyawan, perpustakaan itu tutup dan semua pengunjung harus keluar. Satu lagi perpustakaan yang saya temukan di Bandung, ada didekat kantor Dinas Kependudukan (DisDukCapil).Â
Cukup besar. Meskipun saya belum sempat menjelajah, namun kelihatannya koleksi bukunya lebih banyak dan tempatnya lebih nyaman. Sepintas, tidak kalah dengan perpustakan umum di Singapura yang ada disekitar rumah penduduk atau di mal. Â
Oh ya, ada juga 'perpustakaan' mini di sebuah taman, masih disekitar rumah orangtua saya di Bandung.Â
Secara tidak sengaja, saya membaca tulisan 'perpustakaan', maka saya tahu itu adalah perpustakaan, tepatnya perpustakaan anak. Jika tidak ada tulisan itu, mungkin saya tidak akan menyadari kalau tempat kecil itu adalah sebuah perpustakaan.Â
Sepertinya perpustakaan itu hanya untuk meminjamkan buku dan tidak untuk dibaca ditempat. Karena saya tidak melihat ada tempat untuk membaca.Â
Atau, mungkin karena dikhususkan untuk bacaan anak-anak saja, maka membacanya diluar ruangan, yaitu di taman dimana ruang perpustakaan itu berada. Namun buku-bukunya nya pun kelihatannya hanya beberapa saja.
Mengapa minat baca orang Indonesia tergolong rendah, padahal di group-group whatsapp, telegram, dimana ada lebih dari satu nomor HP yang 'berkumpul' secara online, lebih sering dipenuhi forward-forward-an tulisan-tulisan singkat yang entah darimana asalnya. Kadang kalau sempat dibaca, ada juga tulisan-tulisan bagus, namun hoax juga banyak.Â
Lucunya kalau tulisan hoax ini ditanggapi, yang mengirim akan balik menganggapi, 'Saya tidak tahu, saya hanya forward dari group lain'. Jadi yang forward ini mungkin memang hanya asal kirim saja tanpa dibaca, atau dibaca tetapi tidak mengerti, atau memang percaya-percaya saja.Â
Belum lagi kalau sedang musimnya pembicaraan politik. Semua orang di media sosial sepertinya berganti profesi menjadi politikus, pengamat politik, komentator, dan sejenisnya. Tetapi kalau masalah politik, sepertinya bukan di Indonesia saja.Â
Beberapa teman orang asing dari negara yang berbeda-beda, juga bercerita bahwa dalam satu keluarga saja bisa ribut kalau membicarakan politik. Sama sepertinya ya.....di negara kita juga.