Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Lintah Darat Juga Melek Teknologi

4 Januari 2020   01:24 Diperbarui: 4 Januari 2020   07:50 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin ada benarnya, korban-korban pinjaman online adalah akibat kemajuan teknologi. Tetapi saya rasa itu bukanlah akar permasalahannya. Teknologi hanyalah alat untuk mempermudah saja.

Mempermudah dalam hal mempertemukan yang butuh dan yang dapat memenuhi kebutuhan. Sama seperti konsep transportasi online, mempertemukan yang butuh transportasi dengan pemilik kendaraan. Demikian pula dengan pinjaman online. Mempermudah mempertemukan orang yang butuh dana dengan pihak yang memiliki dana. Walaupun mungkin yang diketahui sebagai pemilik dana adalah penyelenggara fintech, yang belum tentu juga pemilik dana asli.

Bedanya, dalam konsep transportasi online, toko online, dsj, pemilik barang/jasa berhubungan langsung dengan customer melalui penyelenggara platform online. Sementara dalam pinjaman online, setahu saya, pemilik dana tidak berhubungan langsung dengan customer. Kecuali jika pemilik dana adalah penyelenggara fintech pinjaman online itu sendiri.

Kemudahan akibat teknologi, dalam mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan, membuat penyelenggara pinjaman online dapat menjaring lebih banyak orang dibanding kalau aktivitasnya dilakukan offline. 

Jika tidak ada teknologi Internet, mungkin mereka hanya beroperasi di satu wilayah saja. Tetapi dengan adanya teknologi Internet, mereka bahkan dapat menjangkau orang se-Indonesia tanpa harus menemui dan melobby satu-persatu. Cukup dengan "iklan" online yang mengatakan proses mudah, bunga rendah, tanpa agunan, dll.

Mengapa Banyak Orang yang Meminjam Uang?
Bisa jadi karena faktor ekonomi, kecerobohan dalam mengatur keuangan yang menyebabkan lebih besar pasak daripada tiang. Faktor gengsi juga bisa. Sudah tahu kemampuan cuman sampai sekian, tetapi karena terpengaruh lingkungan, maka nekat ikut-ikutan yang juga menyebabkan lebih besar pasak daripada tiang. Ada juga alasan yang pernah saya dengar: mumpung masih ada yang percaya memberi pinjaman.

Secara logika, jika orang meminjam untuk keperluan usaha yang sudah diperhitungkan, mestinya jangka waktunya tidak akan terlalu cepat karena peminjam mestinya sadar bahwa dalam beberapa bulan, belum akan balik modal. Kecuali mereka kepepet dan perlu dana cepat karena sesuatu dan lain hal. Usaha yang tanpa perhitungan juga dapat menyebabkan orang terlilit hutang. 

Usaha Penyelenggara Fintech Untuk Mendapatkan Kembali Dana
Mengapa penyelenggara fintech perlu menyebarkan teror bahkan sampai kepada orang lain yang tidak berhubungan langsung dengan kasus mereka? Apa untungnya buat mereka? Apakah itu ancaman yang diharapkan dapat menyerang secara psikologi supaya peminjam segera memenuhi kewajibannya? Kalau peminjam memang tidak sanggup bayar bagaimana? Bukankah itu salah mereka sendiri mempermudah proses peminjaman dengan bahasa iming-iming "membantu". Kami ingin membantu Anda, kami hanya ingin membantu, dll.

Dipercaya cara menteror ini lebih efektif dibandingkan menggunakan jasa debt collector. Kalau debt collector, dapat melihat langsung kondisi si peminjam.

Kalau memang tidak ada uang, mau diancam sampai segimana pun, percuma. Debt collectornya juga mungkin berhitung, daripada darah tinggi atau stroke karena marah-marah, sementara yang dimarahi sudah pasrah, lebih baik ditinggalkan saja. Tetapi kalau menteror orang tanpa melihat, ibarat robot yang tidak punya perasaan.

Robot yang diprogram untuk menagih tanpa ada "kebijaksanaan dari hati". Tanpa lelah terus menagih dan tidak mau tahu kondisi sebenarnya si peminjam. Akhirnya yang lelah dan stres adalah si peminjam sendiri dan berusaha melunasi pinjaman dengan cara apapun, termasuk gali lubang tutup lubang melalui berbagai macam "pinjaman mudah" yang baru.

Rupanya kemudahan akibat teknologi itu juga dapat menjerumuskan seseorang ke dalam lingkaran setan lintah darat online atau lebih dikenal dengan istilah pinjaman online. Diancam oleh satu jasa peminjaman online agar segera membayar, maka si peminjam meminjam lagi dari jasa peminjaman online yang lain, begitu seterusnya.

Pemilik Dana Pihak Ketiga
Bisa jadi pemilik dana bukan si penyelenggara jasa pinjaman online, tetapi mereka pun "meminjam" dari orang lain. Mungkin tidak secara langsung meminjam, tetapi menawarkan pada orang-orang yang menjadi pihak ke-3 untuk mendanai kebutuhan dana dari si A si B, Perusahaan X,Y, Z, dll, dengan janji mendapatkan bunga sekian persen, dalam jangka waktu sekian lama.

Jika dana tidak kembali tepat waktu, pemilik dana bisa jadi juga akan menagih kepada penyelenggara pinjaman online ini, sehingga penyelenggara pinjaman online pun berusaha keras mendapatkan kembali dananya.

Pemilik dana mungkin orang yang coba-coba berinvestasi, bukan rentenir yang biasa meminjam-minjamkan uang. Maka itu ada kemungkinan mereka juga ketakutan uangnya tidak kembali, dan memang mudah sekali menagih secara online. Tidak perlu bertemu muka, cukup menagih lewat email yang bisa ditingkatkan levelnya mulai dari cara halus, setengah kasar, kasar, dan kasar sekali.

Aplikasi Dapat Mengambil data PhoneBook Peminjam
Zaman digital begini, membuat aplikasi online mungkin mudah. Banyak programmer yang dapat mengerjakan itu. Namun mengambil data dari phonebook atau data apapun dari handphone orang yang menginstall aplikasi itu, setahu saya harus ada izin. Minimal ada persetujuan dari pemilik handphone bahwa mereka mengijznkan isi phonebooknya "dicopy".

Mungkin banyak orang awam yang tidak mengerti hal ini, dan diarahkan untuk klik klik saja sampai aplikasi dapat dibuka. Dengan kata lain diarahkan untuk setuju-setuju saja.

Tidak bisa dipungkiri, Indonesia yang sudah memasuki "era digital", namun ternyata masih banyak orang-orangnya yang tidak mengerti bagaimana melindungi data pribadi.

Sebaiknya pemerintah memberikan penyuluhan-penyuluhan di kelompok-kelompok masyarakat terkecil tentang cara mengelola keuangan agar masyarakat terhindar dari besar pasak daripada tiang, penyuluhan-penyuluhan yang mengubah pola pikir masyarakat dari "mumpung masih ada yang percaya memberi pinjaman" menjadi pinjaman produktif, yaitu meminjam untuk menghasilkan mesin uang yang akan mencetak jumlah lebih besar dikemudian hari.

Dan karena saat ini memang era digital, masyarakat pun dapat mulai diberikan penyuluhan-penyuluhan sederhana tentang tanggung jawab melindungi data pribadi dan agar melek hukum dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin bisa lewat iklan layanan masyarakat, peringatan dan informasi dari KOMINFO yang dikirimkan secara berkala terus-menerus, dll.

Menurut berita, banyak jasa pinjaman online yang tidak terdaftar di OJK, tetapi mengapa mereka bisa beroperasi dan makan korban dulu baru kemudian diketahui dan ditutup?

Mudah-mudahan deteksi dini untuk mencegah munculnya jasa pinjaman online yang ilegal bisa lebih ditingkatkan, agar tidak sempat beroperasi dan makan korban. Setiap orang memang bisa membuat aplikasi online sendiri dan membuat domain server atau hosting didalam maupun luar negeri.

Tetapi mestinya ada cara untuk mengidentifikasi isi dari aplikasi online tersebut. Jika dari identifikasi isi website adalah tentang pinjaman online, tentunya bisa langsung dicek apakah sudah terdaftar di OJK atau tidak. Lintah darat juga mengikuti teknologi, maka pemerintah juga seharusnya antisipasi karena belum semua rakyatnya melek teknologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun