Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mencetak Generasi yang Berpikir Kritis

13 Desember 2019   02:20 Diperbarui: 17 Desember 2019   04:13 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
latihan berpikir kritis (photo: www.mindmeister.com)

Sayang sekali, sistem NEM yang menurut saya cukup baik konsepnya, ternyata masih ada saja lubangnya. Korupsi ternyata juga bisa terjadi dengan memperjual belikan soal-soal ujian anak sekolah. 

Siswa yang berduit dan ingin lulus dengan nilai yang baik, ada saja yang memanfaatkan kesempatan itu. Apalagi kalau soal-soalnya pilihan ganda, ya gampanglah di contek atau dihapal.

Sekarang, semua bentuk ujian-ujian itu diganti menjadi "Assesment Kompetensi Minimum & Survey Karakter". Assesment kompetensi minimum merujuk pada literasi dan numerasi. Literasi maksudnya kemampuan memahami bacaan atau menganalisa bacaan untuk mengerti dan memahami konsep dibalik sebuah tulisan.

Numerasi maksudnya kemampuan menganalisa angka-angka. Sementara survey karakter merujuk pada penerapan nilai-nilai pancasila, toleransi, gotong royong dst. 

Jadi tidak ada hapalan. Lebih kepada bagaimana siswa mengaplikasikan pengertiannya terhadap sesuatu. Pelaksanaanya akan berbasis komputer, dan dilaksanakan dipertengahan jenjang.

Semoga dengan sistem yang baru nanti, tidak terlalu banyak lubang-lubang yang dapat dimanfaatkan untuk bermain curang. Katanya pencuri selalu selangkah lebih maju, maka jika ada "pencuri" yang dapat membobol sistem yang baru nanti, semoga praktek pembobolannya tidak melibatkan pihak-pihak lain alias rame-rame, agar mudah diungkap dan diselesaikan.

Setelah 'selesai' sekolah dan menerapkan ilmu-ilmu yang didapat dari semenjak SD, SMP, SMA, kuliah, ternyata sekolah itu tidak pernah selesai. Maka saya setuju, memang yang diperlukan bukan hapalan tetapi kemampuan menganalisa yang kuat. Dari teman-teman jurusan lain, saya sering mendengar, "Sama sekali beda dengan apa yang diajarkan di kuliah."

Entahlah, tetapi saya rasa yang beda adalah implementasinya. Jaman sekolah mungkin hanya belajar teori tanpa tahu bagaimana mengaplikasikannya, sehingga ketika masuk dunia kerja, merasa semuanya beda.

Saat ini teknologi berkembang sangat cepat. Kita tidak mungkin kembali ke sekolah setiap kali ada teknologi baru, lingkungan baru, budaya baru. Tetapi kita harus selalu siap dengan perubahan.

Kursus-kursus singkat ada, tetapi itu biasanya hanya sebatas pengenalan saja. Implementasi sebenarnya, tetap kita yang harus paham sendiri. Sebenarnya tidak ada sesuatu yang benar-benar baru, semuanya hanya pengembangan dari yang sudah ada. Jika dasar ilmunya tidak kuat, akan sulit mengikuti perubahan.

Mungkin beberapa tahun kedepan, tidak ada lagi pekerjaan yang monoton, yang melakukan langkah-langkah yang sama setiap hari. Maka pekerjaan-pekerjaan dengan kemampuan analisalah yang diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun