Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memberi Itu Baik, Tetapi Jangan Mau Dimanipulasi

6 Desember 2019   20:33 Diperbarui: 6 Desember 2019   20:49 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: thestar.com.my

Pinjami aku uang dong!", begitu suara seorang teman di ujung telpon sana. Dan saya paham mengapa dia tiba-tiba menelepon hendak meminjam uang. Semalam tanpa sadar saya 'curhat' kepadanya tentang rasa lelah jiwa raga dan berencana untuk pergi liburan. Jadi dia mengira saya punya uang lebih. 

Ini memang baru pertama kali dia berani meminjam uang kepada saya. Namun sudah lama cerita tentang teman ini terlibat hutang dimana-mana beredar di kelompok kami meski tanpa bahasan netizen sejagat di media sosial.

Padahal kalau dilihat-lihat dari penampilan, dia biasa-biasa saja. Sehari-haripun hanya menggunakan tranportasi umum, dan makan juga lebih sering di warung tenda pinggir jalan. Jadi duit pinjaman dari orang banyak larinya kemana? Bahkan pergi liburan agak jauh dari Jakarta saja tidak pernah.

Dibilang mensupport keluarga, tapi satu keluarga semuanya bekerja. Dan dia sendiri pernah bercerita kalau dia pernah berniat bunuh diri karena dikejar debt collector hampir dari segala arah. Untunglah keluarganya membantunya melunasi hutang-hutang kartu kreditnya satu persatu. Keluarga juga tidak lagi mengijinkan dia untuk memiliki kartu kredit.

Suatu hari saya berkesempatan bertanya secara pribadi mengenai gaya hidupnya karena kebetulan dia sendiri yang memulai pembicaraan tentang kebiasaan berhutangnya. Rupanya dia sedang berusaha bertobat dari kebiasaan itu. 

Saya bertanya, mengapa dia butuh uang banyak, memangnya apa saja kebutuhan hidupnya? 

Ternyata menurut dia, dia banyak memberi pada orang lain.

Diluar jawabannya benar atau tidak, haruskah beramal dengan menyusahkan diri sendiri (dan orang lain)?

Menurut saya ada banyak cara menolong orang tanpa harus menjerumuskan diri sendiri dalam lingkaran setan. Menolong orang tidak selalu dengan memberi materi. Apalagi jika itu berlangsung terus-menerus.

Ada sesuatu yang salah jika ada orang yang membutuhkan bantuan keuangan secara terus menerus. Lebih baik dengan jelas, misalkan, berkomitmen menjadi orang tua asuh bagi seorang anak, yang berarti setiap bulan sudah jelas berapa uang yang harus disisihkan dari penghasilan kita.

Jika tidak bisa seperti itu, bisa juga membantu mendaftarkan orang yang membutuhkan mendapatkan pekerjaan atau mendaftarkan pada yayasan amal. Pepatah lebih baik memberi kail daripada memberi ikan, sejauh ini masih sangat benar.

Untuk apa kita memberi makan seorang pemalas? Bahkan orang yang mengais rejeki dari sampah masih jauh lebih terhormat daripada seorang pemalas yang memanfaatkan orang lain. 

Sebaiknya kita juga bisa menerapkan pepatah “banyak memberi banyak menerima” dengan benar. Pemberian yang tulus tidak pernah berharap menerima balasan. Ada banyak cara Tuhan membalas perbuatan baik kita. Tidak selalu dengan materi, tetapi bisa dengan kesehatan, kebijaksanaan hidup, kesatuan keluarga, dll.

Jadi jangan memberi karena berharap ada balasan yang berlipat-lipat dari orang lain yang entah berasal dari arah mata angin Barat, Timur, Utara, atau Selatan. 

Memberilah semampunya saja dengan sukarela dan tulus hati. Dan sisanya, masih ada Tuhan yang sangat kaya dan peduli kepada setiap orang didunia ini. Jangan mau dimanipulasi! (VRGultom)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun