Ana adalah seorang gadis, di Amerika Latin, yang terinfeksi HIV dari ibunya. Ibunya terinfeksi virus itu dari ayah tirinya yang memperkosanya ketika dia masih gadis. Ibu Ana meninggal ketika Ana masih kecil. Ia meninggalkan Ana bersama dengan adiknya, Isabela, dan ayahnya yang juga terinfeksi HIV dari istrinya.
Karena ayahnya harus bekerja, Ana dan adiknya dititipkan kepada nenek dari ayahnya, yang tinggal bersama dengan kekasihnya, Ernesto. Nenek Ana memberi obat kepada Ana untuk diminum setiap hari dan memerintahkan Ana untuk tidak bicara tentang hal itu kepada siapapun, dengan ancaman Ana akan disingkirkan dari lingkungannya jika sampai orang lain tahu bahwa ia terinfeksi HIV.Â
Ana yang tidak mengerti mengenai AIDS yang dideritanya bertanya mengapa, namun sang nenek hanya memerintahkan untuk tutup mulut saja. Dan jadilah masalah AIDS yang dideritanya menjadi rahasia Ana. Ia tidak pernah menceritakan hal itu kepada siapapun termasuk sahabat terdekatnya.
Tinggal bersama neneknya tidak membuat Ana aman, karena ia dan adiknya beberapa kali mendapat pelecehan sexual dari Ernesto, kekasih neneknya. Awalnya Ana melaporkan pelecehan itu kepada neneknya namun neneknya tidak mempercayainya dan mengancam Ana untuk tidak mengatakan hal itu kepada siapapun.
Ketika ayah Ana jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia karena AIDS, Ana marah dengan situasi itu dan mulai memberontak, hingga akhirnya Ana dan adiknya harus pindah ke rumah bibi Sonia, saudara ayahnya. Tinggal bersama bibinya tidak juga membuat Ana dan adiknya lebih baik. Ana kerap mendapat perlakuan kasar dari bibi dan sepupunya. Semua itu membuat Ana merasa menjadi beban yang tidak diinginkan dan mulai percaya bahwa ia memang pantas mendapat perlakuan kasar dan menyakitkan itu. Dia percaya bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Apalagi neneknya memerintahkan Ana untuk tutup mulut mengenai AIDS yang dideritanya.
Seorang guru disekolah Ana akhirnya berbicara dengan Ana karena kerap melihat tubuh Ana yang penuh lebam. Ana mengakui bahwa bibinya kadang-kadang memukul dan menendangnya. Pembicaraan dengan gurunya tersebut membuat Ana bersemangat untuk mengubah hidupnya. Ia kemudian minggat ke rumah temannya, Yolanda. Yolanda yang tinggal bersama ibunya mengijinkan Ana untuk tinggal sementara bersama mereka.Â
Atas saran guru Ana, mereka mempertimbangkan untuk mengadopsi Ana. Ana berpikir bahwa tidak adil bagi Yolanda dan ibunya, jika tidak mengetahui keadaan sesungguhnya. Anapun memberitahu mereka bahwa ia terinfeksi HIV dan kedua orang tuanya juga meninggal karena AIDS. Namun demikian, selama ia meminum obatnya, ia akan baik-baik saja. Mereka tidak akan tertular virus itu jika Ana tinggal bersama mereka. Ibu Yolanda yang baik hati, bisa menerima hal itu. Namun ternyata pengadilan tidak mengijinkan Ana diadopsi oleh orang lain tanpa ijin keluarga sedarah. Akhirnya Ana dimasukan ke panti rehabilitasi remaja.
Disitu, Ana mendapat pelayanan psikolog, dimana awalnya Ana tidak mau membicarakan apapun tentang dirinya. Namun seiring waktu, Ana mulai membuka diri. Ia menceritakan semua rasa sakitnya akibat perlakukan kasar neneknya dan bibinya, pelecehan seksual dari Ernesto, tentang adiknya yang ditinggalkannya dirumah bibinya. Ana mulai belajar mengexpresikan rasa sakit yang dirasakannya dan juga belajar memaafkan. Ana mulai merasa lebih ringan dan bahagia. Ia mulai dapat menerima dirinya sendiri.
Di panti rehabilitasi, seperti remaja pada umumnya, Ana pun mulai berusaha menarik perhatian lawan jenis, hingga ia bertemu dengan Berto. Ana merasa ada chemistry diantara mereka, dan berterus terang pada Berto bahwa ia terinfeksi HIV. Ternyata Berto pun sama. Mereka sama-sama terifeksi HIV dan terbuang dari keluarganya. Kedua orang tua mereka sama-sama telah meninggal karena sakit.
Berto dan Ana kemudian dipindahkan ke panti khusus penderita HIV/AIDS. Ana merasa diterima ditempat itu. Disitu semua pengidap AIDS/HIV dapat dengan terbuka membicarakan kondisinya. Ada yang terinfeksi sejak lahir, ada yang terinfeksi dari suaminya yang menggunakan obat-obatan terlarang dengan jarum suntik. Ditempat itu Ana merasakan keterbukaan. Dia tidak lagi harus sembunyi-sembunyi mengkonsumsi obat yang dia minum setiap pagi dan sore hari.
Setiap dua minggu sekali mereka mengadakan pertemuan yang bertujuan mengedukasi para penderita AIDS tentang bagaimana supaya tetap sehat, pentingnya nutrisi yang baik dan saling mendukung diantara mereka. Mereka juga belajar bagaimana mencegah penyebaran infeksi HIV. Dan mereka juga jadi tahu bahwa obat-obatan untuk HIV/AIDS tidak semudah saat ini di jaman orang tua mereka. Obat-obatan itu terus ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu meskipun belum dapat menyembuhkan. Namun demikian,  obat-obatan itu dapat membuat mereka tetap sehat dalam waktu lama selama mereka mengkonsumsinya dengan teratur. Â
Hubungan Ana dan Berto berlanjut. Ana yang percaya pada Berto akhirnya membuka semua rahasianya, termasuk pelecehan sexual yang dilakukan Ernesto. Berto meyakinkan Ana bahwa itu bukan kesalahan Ana. Hal itu membuat Ana merasa nyaman dan semakin dekat dengan Berto, hingga akhirnya Ana hamil. Mereka melakukan hubungan sex pertama kali tanpa menggunakan kondom, padahal mereka sudah diedukasi untuk tidak melakukan hal itu, karena cukup berbahaya.
Pengurus dan penghuni panti memperlakukan Ana dengan baik selama kehamilannya, namun mereka tidak dapat menerima seorang bayi ditengah-tengah mereka karena tempat itu diperuntukan hanya untuk remaja dan orang dewasa. Bibi Ana yang lain, Aida, akhirnya mau menampung Ana dan bayinya.
Berto mulai bekerja sebagai pencuci mobil, untuk mendapatkan uang agar dapat membelikan Ana keperluan kehamilan dan juga bayinya. Sayangnya Berto terluka pada kaki dan mengalami infeksi, yang membuat ia tidak dapat lagi bekerja. Sebulan sebelum Ana melahirkan, Berto dirawat di rumah sakit karena rasa sakit yang parah. Ia harus dioperasi untuk membersihkan infeksinya. Harapan Ana untuk membangun keluarga yang utuh pun mulai menipis.
Tibalah hari dimana Ana harus melahirkan bayinya. Untuk mencegah bayi terinfeksi HIV, maka Ana harus melahirkan dengan cara operasi cesar. Operasi berjalan baik, dan lahirlah seorang bayi perempuan yang kemudian dinamai Beatriz.
Ana tahu bahwa hidupnya akan menjadi lebih sulit, tetapi sekaligus ia merasakan kesempatan kedua untuk merasakan kebahagiaan. Dia tahu dia punya kesempatan untuk mencintai dan dicintai, sesuatu yang tidak dia dapatkan dimasa kecilnya.
Ana memberi bayinya susu botol, karena virus HIV dapat menyebar melalui air susu ibu. Menurut dokter, Beatriz tidak terinfeksi HIV karena Ana mengkonsumsi obat-obatannya dengan baik.
Setelah melahirkan, Ana tinggal bersama dengan bibi Aida, adik ayahnya. Ana merasa senang kembali tinggal bersama keluarganya. Disitu bibi Aida menceritakan kisah masa kecil Ana ketika HIV hampir merenggut nyawanya. Ketika itu Ana begitu kecil, giginya rontok, dan ia sekarat.Â
Namun nenek Ana berjuang untuk mendapatkan obat untuk Ana. Ia menemukan program dari Amerika Serikat untuk Ana mendapatkan obat-obatan HIV/AIDSnya. Ana tidak menyangka perjuangan neneknya itu. Nenek yang ia kenal keras kepala dan sering memukulnya, Â ternyata pernah memperjuangkannya untuk tetap hidup.
Pada usia tiga bulan, Beatriz menjalani serangkaian HIV test dan hasilnya negatif. Tes kedua diambil saat Beatriz berusia 6 bulan. Hasil test tetap menyatakan negatif. Beatriz masih akan menjalani test pada usia 18 bulan untuk meyakinkan bahwa ia tidak terinfeksi HIV/AIDS.
Ana pun mulai berdamai dengan keluarganya, terutama nenek dan bibi Sonia yang pernah melukainya dan membuat Ana merasa tidak berarti. Ana mulai dapat melihat bahwa konflik yang pernah terjadi diantara mereka, tak lepas dari kelakuan Ana juga.
Ana mulai menyadari, bahwa Berto hanya tertarik kepada dirinya, namun tidak terlalu tertarik kepada Beatriz, anaknya. Berto lebih suka menjadi seorang kekasih daripada seorang ayah. Ana mulai berpikir bahwa Berto dan dirinya tidak akan dapat menjadi satu keluarga. Selain itu Berto pun tidak bekerja, bagaimana bisa dia menghidupi Ana dan Beatriz. Dengan pertimbangan itu, Ana mulai mengijinkan dirinya untuk dekat dengan pria lain, Guilermo.
Ana berusaha jujur tentang penyakitnya kepada Guilermo. Ia tidak ingin Guilermo terinfeksi HIV/AIDS dari dirinya, seperti ayah Ana yang terinfeksi dari istrinya. Ibu Ana ketika itu belum dewasa dan tidak mengerti tentang penyakitnya, sehingga tanpa disadari ibu Ana telah menyebarkan virus itu kepada ayah Ana. Namun saat ini, Ana mengerti kondisinya dan harus melindungi orang yang dicintainya agar tidak terinfeksi HIV/AIDS. Ana juga menginginkan sebuah hubungan yang dilandasi kejujuran. Kini Ana mengerti bahwa kejujuran jauh lebih baik daripada menyimpan rahasia atau berbohong. Ana telah menerima dirinya sendiri apa adanya. Dia sadar dengan penyakitnya, namun dia juga memutuskan bahwa penyakitnya tidak dapat mengontrol kehidupannya.
Keputusan Ana untuk jujur kepada Guilermo dan kepada dirinya sendiri adalah sebuah langkah besar untuk membentuk masa depan yang lebih baik. Â Ana telah memutuskan rantai penyakit, tutup mulut atas ketidak benaran, dan kekerasan yang dia alami. Ia mengedukasi dirinya sehingga berani untuk bangkit dari keterpurukan. Â
Kisah Ana menunjukan bagaimana hubungan sex tanpa pelindung dan pelecehan sexual dapat menyebarkan virus HIV/AIDS. Kisah ini juga menggambarkan bagaimana kekerasan dalam bentuk yang lain, seperti kemiskinan, tidak diinginkan, dan kurang pengetahuan dapat membuat anak-anak berada dalam bahaya.
HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya tidak melihat warna kulit, kaya atau miskin, usia, atau darimana Anda berasal. Virus-virus itu dapat menginfeksi semua orang ketika diberi kesempatan.
Akhiri atau laporkan hubungan yang tidak sehat, buat keputusan yang cerdas tentang sex. Bicaralah jika Anda terjebak dalam hubungan yang tidak sehat, jangan meyembunyikannya.
Jika Anda menjadi korban pelecehan sexual, segera lakukan test, agar jika ternyata Anda terinfeksi AIDS, Anda dapat segera memulai pengobatan. Dan ingatlah bahwa itu semua bukan kesalahan Anda. Jangan pernah menyalahkan diri sendiri.
Dari buku: "Ana's Story, a Journey of Hope", karya Jenna Bush
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H