Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pahlawan yang Setia Itu Berkorban, Bukan untuk Dikenal Namanya

11 November 2019   13:07 Diperbarui: 11 November 2019   16:58 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pahlawan yang setia itu berkorban, bukan untuk dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita (Bung Hatta)

Jaman sekarang mungkin saja mudah menemukan para SJW, sekalipun mereka tidak menunjukan dirinya. Namun ditengah ketidak pedulian masyarakat jaman now, orang-orang yang berjuang untuk keadilan bagi orang-orang yang terpinggirkan, kurang beruntung, hingga yang mengalami diskriminasi, tindakan-tindakannya akan mudah dikenali.

Benarkah lebih banyak orang-orang yang tidak peduli orang lain di masyarakat kita? Menurut saya benar. Contoh kecil, masih banyak orang yang menganggap tugas menjaga kebersihan itu adalah tanggung jawab para petugas kebersihan. Padahal jumlah petugas kebersihan cuma beberapa orang sementara luas area yang menjadi tanggung jawabnya luas sekali. 

Anggapan masalah sampah itu adalah urusan petugas merupakan bentuk ketidak pedulian, maka ketika ada seorang gadis yang rela mengumpulkan sampah setelah event konser 2 jari beberapa tahun lalu, langsung viral. Memang hal seperti ini tidak biasa karena yang biasa dalam masyarakat kita adalah nyampah sembarangan dan selanjutnya bukan urusanku.

Urusan sampah tidak ada hubungan langsung dengan SJW, ini hanyalah contoh ketidak pedulian masyarakat jaman now terhadap sesama dan lingkunganya. Dan masih banyak contoh-contoh lain.

Suatu hari saya perlu mengurus sesuatu ke sebuah bank untuk mendaftarkan mobile banking. Petugas meminta saya untuk install aplikasinya dulu agar dia bantu setup. Mungkin niatnya memang baik, tetapi karena saya pikir saya bisa sendiri, dan saya liat banyak yang antri untuk layanan customer service, maka saya bilang, biar saya install sendiri nanti, kasihan yang lain nunggu. Jawaban mba customer servicenya,"Biarin aja, ngapain mikirin orang lain, mereka aja gak mikirin ibu". Oow...begitu rupanya.

Namun dunia tidak pernah kehilangan orang-orang yang mau peduli pada sesama, bahkan mau bersusah payah meluangkan waktu, tenaga, dan banyak hal lain untuk membela kepentingan orang-orang yang kurang beruntung. Meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan kelompok yang EGP (emangnya gue pikirin), tetapi aktivitasnya tidak pernah mati. Meskipun kadang-kadang, saya yakin, pasti ada kelelahan, bosan, tetapi jika memang jiwanya jiwa melayani, api yang menyala didalam jiwanya itu tidak akan padam meski kadang redup dan nyaris padam. 

Para biarawan dan biarawati Katolik yang mengabdikan diri untuk melayani Tuhan melalui sesama adalah contoh orang-orang yang memiliki jiwa melayani. Ada beberapa rohaniwan Katolik yang cukup dikenal dengan karya-karya kemanusiaanya, tetapi sebenarnya masih banyak lagi kaum biarawan dan biarawati yang berkarya untuk sesama, bekerja dengan tulus hati, terstruktur, berkelanjutan dan hasilnya jelas dirasakan oleh masyarakat. Seperti kata bung Hatta, mereka setia berkorban, bukan untuk dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita. Cita-cita mereka adalah melayani Tuhan melalui sesama.

Saya pernah berkunjung ke sebuah panti di Malang yang dikelola oleh sebuah yayasan Katolik. Panti ini menampung orang-orang berkebutuhan khusus. Kebanyakan dari mereka masih memiliki keluarga, namun keluarganya mengirim mereka ke panti itu, dan mereka akan dijemput pulang saat liburan sekolah tiba. Menurut cerita seorang suster, ada juga yang ditemukan dijalan dan diantarkan ke panti itu oleh petugas. Tidak mudah untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus, namun para biarawati itu dengan setia melayani dan menjaga anak-anak itu.

Demikian pula dengan para pahlawan yang gugur di medan perang untuk merebut kemerdekaan Indonesia, yang setia berkorban demi bangsa dan negaranya. Tidak pernah terpikir oleh mereka bahwa jasa mereka akan dikenang setiap tahun dalam perayaan hari Pahlawan. Yang mereka pikirkan saat itu adalah cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat. Hasil perjuangan mereka dapat kita rasakan sekarang. Mereka tidak memikirkan hanya diri sendiri, tetapi mereka peduli dengan bangsanya yang tertindas oleh penjajah saat itu bahkan rela berkorban jiwa raga gugur dimedan perang.

Saya kira orang-orang seperti itu, yang punya kepedulian pada sesama, layak disebut pahlawan. Bukan hanya biarawan/wati Katolik saja yang punya kepedulian, ada banyak rohaniwan dari berbagai agama dan juga orang awam yang berkarya demi melayani sesamanya terutama yang terpinggirkan, yang tertindas, kurang beruntung, sampai yang mengalami diskriminasi.

Ada orang awam yang mengabdikan diri untuk menampung dan melayani orang-orang dengan penyakit jiwa. Tidak mudah melakukan  pelayanan seperti itu. Tetapi mereka mau melakukannya, ditengah-tengah orang-orang yang semakin berkurang rasa kepeduliaannya. Bahkan mereka melakukannya dengan segala kekurangan mereka yang tidak menjadi alasan untuk tidak berbuat sesuatu.

Ada pemulung yang mendirikan sekolah gratis. Semua karya-karya itu tidak akan berhasil tanpa jiwa melayani dan kepedulian terhadap sesama. Pahlawan pasti punya jiwa kemanusiaan yang kuat, yang membuatnya tidak mudah patah semangat, karena apa yang mereka lakukan bukan sesuatu yang mudah. Ada banyak godaan untuk berhenti berjuang untuk orang lain, namun mereka tetap bertahan dan terus berkarya dan menjadi inspirasi bagi orang lain.

Di jaman modern ini, dimana kita tidak lagi berjuang merebut kemerdekaan dari penjajah, masih diperlukan orang-orang yang perduli dengan sesama terutama sesama kita yang kurang beruntung.

Pahlawan bukan orang yang melakukan tindakan peduli sesama sekali-sekali saja, misalkan dalam kegiatan baksos dalam rangka perayaan ini itu, atau yang sibuk berkoar-koar menyerukan keadilan, entah keadilan buat siapa. Sebutan Pahlawan lebih pantas diberikan kepada orang-orang yang fokus berkarya, berkelanjutan, dan karyanya itu berdampak pada lingkungan dan masyarakat tanpa memandang siapa orang itu.

Mereka pantas disebut pahlawan karena kepedulian mereka yang murni. Mereka punya pilihan untuk hidup nyaman seperti kebanyakan orang, tetapi mereka malah terjun langsung dalam misi yang membuat dunia menjadi tempat tinggal yang lebih nyaman bagi orang yang terpinggirkan, terlupakan, kurang beruntung, dll. Kesetian dapat diukur dari konsistensi dan kontinuitasnya, itulah pengabdian. Mereka bukan cuma pahlawan hari ini yang karena peduli langsung dilabeli SJW. Mereka adalah orang-orang yang menjadi pahlawan di hati masyarakat tanpa mereka minta.

Pahlawan itu setia dalam pengabdiannya, dan pahlawan yang setia itu berkorban, bukan untuk dikenal namanya, tetapi semata-mata membela cita-cita. Selamat Hari Pahlawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun