Untuk kami yang anak-anak dari pegawai negeri, fasilitas pemeliharaan kesehatan dari pemerintah sudah tidak asing. Kami akrab dengan Puskesmas dan rumah sakit pemerintah sejak kecil.
Dulu, ada kelompok orang-orang yang iri dengan fasilitas ini, ada juga yang memandang rendah karena kami pergi ke puskesmas atau dirawat di rumah sakit pemerintah kalau sakit. Bukan ke dokter yang bayarannya lebih mahal atau rumah sakit swasta yang fasilitasnya dianggap lebih bagus saat itu.
Sebagai anak-anak yang cuma menerima saja, dulu kami pikir, enak jadi pegawai negeri, tiap bulan dapat beras dan kalau sakit tidak usah bayar. Padahal, ternyata sudah ada potongan tiap bulan dari gaji orangtua kami untuk membayar iuran Askes ini.
Setelah pensiun pun mereka masih mendapatkan jaminan kesehatan itu, sementara anak-anaknya tidak lagi. Saya pun menjadi nasabah asuransi swasta yang mulai banyak ditawarkan saat itu.Â
Pertama kali saya beli asuransi, masih yang tipe konvensional. Asuransi jiwa yang hanya dapat diambil ketika tertanggung berusia tertentu atau meninggal dunia.Â
Saat itu ayah saya bilang, "Mati kok seperti sudah dipersiapkan".
Saat itu bicara tentang kematian masih tabu untuk kebanyakan orang. Lantas saya jawab, "Pak, kita kan tidak tahu kapan kita dipanggil Tuhan. Saya tidak ingin merepotkan orang-orang yang saya tinggalkan ketika saya harus pergi untuk selamanya."
Asuransi kedua yang saya beli, adalah asuransi kesehatan. Waktu itu belum ada BPJS. Askes hanya berlaku untuk PNS (ASN sekarang).
Untuk tipe asuransi kesehatan ini, iuran kita tidak akan dikembalikan sekalipun kita tidak pernah menggunakan fasilitas pemeliharaan kesehatan yang sudah kita bayar. Kok mau? Rugi dong. Yah, sama saja, kita tidak mau sakit tetapi selama hidup risiko terkena penyakit pasti ada.Â
Lebih baik berjaga-jaga, toh biaya bulanannya jauh lebih kecil dibandingkan kalau kita sakit dan bayar biaya rumah sakit tanpa bantuan asuransi. Ibarat beli payung, kalau hujannya tidak jadi datang, payungnya tidak bisa dikembalikan ke penjualnya kan?
Kalau mau maksa mungkin penjual akan mengalah dan mengembalikan uang kita, tetapi sebagai orang baik-baik tentunya kita tidak akan melakukan hal seperti itu.
Asuransi ini saya berhentikan setelah membeli asuransi lain yang sudah mencakup asuransi jiwa dan kesehatan.
Semuanya memang belum pernah saya pakai dan klaim, setelah bertahun-tahun menjadi nasabah asuransi. Rugikah? Tentu tidak.
Saya melihat orangtua saya yang pensiunan pegawai negeri, masih mendapat jaminan kesehatan dari keanggotaan BPJS yang juga menggunakan prinsip asuransi, ketika mereka jatuh sakit di hari tuanya. Ini sangat membantu sekali karena biaya berobat itu mahal.
Sebagai asuransi yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, BPJS juga memiliki prinsip gotong royong. Dana yang masuk dari iuran-iuran itu dipakai untuk membiayai orang-orang yang sakit.
Oleh karena itu berbahagialah kita yang sehat dan masih berkesempatan membantu saudara-saudara sebangsa se-Tanah Air yang sakit melalui prinsip gotong royong BPJS ini.
Janganlah merasa tidak adil karena setiap bulan membayar tetapi belum menggunakannya. Bagaimanapun tidak ada orang yang mau sakit tetapi tidak dapat menghindarinya di kala sakit itu datang.
Selain memiliki prinsip gotong royong, dananya juga dikelola di mana hasil pengelolaanya dipakai untuk kepentingan peserta. Â
Keanggotaan BPJS sekarang adalah wajib bagi seluruh masyarakat. Namun demikian pemerintah masih membayarkan iuran BPJS bagi masyarakat yang masuk golongan tidak mampu.Â
Tentunya pengkategorian ini harus diperbaharui setiap periode tertentu, karena bisa saja tingkat kehidupan meningkat menjadi lebih baik atau karena sesuatu hal taraf hidup malah menurun.
Ada baiknya jika pemerintah juga membuat masyarakat aktif meng-update situasi dan kondisinya sesuai aturan yang berlaku, sehingga dapat turun atau naik kelas kepesertaan, dengan data yang ter-update setiap saat.
Bagi masyarakat peserta mandiri yang membayar sendiri, sebaiknya diusahakan untuk tidak menunggak, agar dana BPJS dapat memenuhi prinsip gotong royongnya dan dananya pun dapat dikelola dengan baik.
Jika semuanya lancar, mudah-mudahan pemerintah pun dapat meningkatkan harga pembayaran BPJS kepada rumah sakit-rumah sakit, agar mereka pun dapat memberikan pelayan yang terbaik bagi para pesertanya.
Semoga fasilitas kesehatan, baik di daerah maupun di wilayah kota-kota besar, semuanya dapat memenuhi standar yang layak.
Jika saat ini fasilitas kesehatan di daerah, terutama wilayah-wilayah di luar pulau Jawa banyak yang masih kurang terperhatikan dan kurang memadai, mudah-mudahan pemerintah dapat memperbaikinya, agar pasien dengan penyakit-penyakit yang tidak dapat ditangani di daerah tidak perlu berlelah-lelah mencari rumah sakit yang jauh dari tempat tinggalnya.
Saya rasa BPJS bukan masalah adil atau tidak adil membayar dengan harga sama tetapi fasilitas kesehatan tidak sama di setiap wilayah, atau membayar tiap bulan tetapi tidak pernah dipakai.Â
BPJS adalah masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan jaminan kesehatan. Justru jika peserta menunggak iuran, maka BPJS tidak berkewajiban membayarkan biaya-biaya kesehatan jika peserta tiba-tiba sakit saat keanggotaannya dalam kondisi tidak aktif. Yang rugi peserta sendiri.Â
Kita ingin selalu sehat namun sakit adalah risiko hidup yang bisa datang kapan saja.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H