Ketika mendengar kata "pernikahan," banyak dari kita yang langsung membayangkan pesta besar, dekorasi mewah, ratusan tamu, dan tentu saja biaya yang tak sedikit. Di Indonesia, konsep menikah megah sudah menjadi semacam tradisi tak tertulis, terutama di kalangan masyarakat urban dan menengah ke atas. Namun, di tengah tren ini, pernahkah kita berhenti sejenak untuk bertanya: kenapa menikah harus megah? Apakah benar ini kebutuhan, atau hanya tekanan sosial semata? Yuk, kita bahas lebih dalam.
Tradisi atau Prestise?
Sejarahnya, pernikahan memang menjadi simbol penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Di banyak daerah, pesta pernikahan adalah bentuk penghormatan kepada keluarga besar dan komunitas. Namun, seiring waktu, esensi ini bergeser. Menikah tak lagi sekadar menyatukan dua hati, melainkan menjadi ajang menunjukkan status sosial. Semakin mewah pesta pernikahan, semakin tinggi prestise keluarga yang bersangkutan.
Menurut survei yang dilakukan oleh sebuah platform wedding planner di Indonesia, sekitar 68% pasangan merasa tekanan untuk menggelar pesta pernikahan yang besar datang dari keluarga dan lingkungan sosial mereka. Bahkan, beberapa pasangan rela berutang untuk mewujudkan pernikahan impian. Ini mengindikasikan bahwa norma sosial masih memegang kendali besar dalam keputusan finansial pasangan.
Realitas Biaya Pernikahan
Mari kita lihat angka-angka. Berdasarkan data dari Asosiasi Wedding Organizer Indonesia (AWOI), rata-rata biaya pernikahan di kota besar seperti Jakarta bisa mencapai Rp200 juta hingga Rp500 juta. Angka ini mencakup sewa gedung, katering, dekorasi, dokumentasi, dan kebutuhan lainnya. Bandingkan dengan rata-rata pendapatan bulanan pasangan muda yang berkisar antara Rp7 juta hingga Rp15 juta. Dengan penghasilan ini, berapa tahun mereka perlu menabung untuk menutupi biaya tersebut?
Lebih miris lagi, survei lain menunjukkan bahwa sekitar 30% pasangan muda mengambil pinjaman untuk biaya pernikahan. Hutang ini sering kali menjadi beban finansial yang berat di tahun-tahun awal pernikahan, yang sebenarnya adalah fase kritis untuk membangun kestabilan rumah tangga.
Dampak Psikologis dari Menikah Megah
Tekanan untuk mengadakan pesta mewah tidak hanya berdampak pada finansial, tetapi juga psikologis. Pasangan sering kali merasa cemas atau stres selama proses persiapan pernikahan. Beberapa bahkan mengalami konflik yang serius karena perbedaan pendapat terkait anggaran atau prioritas.
Lebih jauh lagi, rasa kecewa atau malu dapat muncul jika pesta tidak berjalan sesuai ekspektasi. Misalnya, dekorasi yang kurang memuaskan atau tamu yang tidak hadir seperti yang diharapkan. Ini membuat momen bahagia berubah menjadi kenangan penuh tekanan.
Menikah Sederhana, Bahagia Lebih Lama?
Studi yang dilakukan oleh University of Virginia, Amerika Serikat, menemukan bahwa pasangan yang menghabiskan lebih sedikit uang untuk pernikahan cenderung memiliki pernikahan yang lebih bahagia dan langgeng. Salah satu alasannya adalah karena mereka tidak memulai pernikahan dengan beban hutang, sehingga dapat fokus pada pembangunan hubungan, bukan masalah finansial.
Di Indonesia, tren menikah sederhana juga mulai dilirik oleh beberapa pasangan muda. Konsep intimate wedding, yang hanya dihadiri oleh keluarga dan sahabat terdekat, semakin populer. Selain lebih hemat, konsep ini dianggap lebih bermakna karena pasangan dapat lebih menikmati momen spesial mereka tanpa terlalu banyak distraksi.
Alternatif: Menikah Megah Tanpa Merogoh Kantong Terlalu Dalam
Namun, bagi yang tetap ingin memiliki elemen "kemegahan" dalam pernikahan, ada beberapa solusi kreatif untuk menekan biaya tanpa mengorbankan kualitas:
Prioritaskan Anggaran: Tentukan elemen yang paling penting bagi Anda. Apakah itu dekorasi, makanan, atau dokumentasi? Fokuskan anggaran pada elemen tersebut.
Gunakan Vendor Lokal: Vendor lokal sering kali menawarkan harga yang lebih terjangkau dibandingkan vendor besar.
Ciptakan Konsep Unik: Alih-alih meniru tren, ciptakan konsep yang lebih personal. Misalnya, menggunakan dekorasi DIY atau lokasi unik seperti taman atau rumah pribadi.
Batasi Jumlah Tamu:Â Semakin banyak tamu, semakin besar pula anggaran katering dan tempat. Dengan membatasi jumlah tamu, Anda bisa menghemat cukup banyak biaya.
Refleksi: Apa Esensi Pernikahan?
Pada akhirnya, penting untuk kembali ke pertanyaan mendasar: apa tujuan dari pernikahan? Apakah untuk menyenangkan hati orang lain, atau membangun komitmen yang kokoh dengan pasangan? Pesta mewah tidak menjamin kebahagiaan rumah tangga, sementara pesta sederhana pun tidak mengurangi makna sakral dari pernikahan itu sendiri.
Komunikasi dengan pasangan menjadi kunci. Diskusikan apa yang benar-benar penting bagi kalian berdua, dan bagaimana cara mencapainya tanpa tekanan dari pihak luar. Ingat, pernikahan adalah awal perjalanan panjang, bukan tujuan akhir.
Kesimpulan
Menikah megah bukanlah sebuah keharusan. Tekanan sosial dan norma budaya memang sulit dihindari, tetapi pilihan ada di tangan kita. Apakah kita ingin menuruti tren atau menciptakan kebahagiaan sesuai dengan versi kita sendiri?
Dengan perencanaan yang matang dan keberanian untuk melawan arus, menikah sederhana bisa menjadi solusi yang lebih sehat secara finansial dan emosional. Jadi, ketika seseorang bertanya "Kenapa menikah harus megah?", Anda sudah punya jawabannya: Tidak harus. Yang penting bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H