Mohon tunggu...
Syinchan Journal
Syinchan Journal Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Pemikir bebas yang punya kendali atas pikirannya

Begitu kau memahami kekuatan kata katamu, kamu tidak akan mengatakan apapun begitu saja. Begitu kau memahami kekuatan pikiranmu, kamu tidak akan memikirkan apapun begitu saja. Ketahuilah Nilaimu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Putusan MK Terbaru, Apakah UU Cipta Kerja Siap Mengubah Lanskap Kerja?

3 November 2024   01:05 Diperbarui: 3 November 2024   02:40 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lanskap Kerja (freepik.com/tirachardz)

"Justice delayed is justice denied." --- William E. Gladstone 

"Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak."--- William E. Gladstone

Latar Belakang UU Cipta Kerja

Awalnya, Undang-Undang Cipta Kerja dirancang untuk memperbaiki iklim investasi dengan mempercepat proses perizinan dan menciptakan lapangan kerja. Namun, UU ini banyak dikritik oleh pekerja dan serikat buruh yang menganggap aturan ini mengabaikan hak-hak dasar mereka, seperti stabilitas kerja, upah layak, dan jaminan sosial.

Putusan Mahkamah Konstitusi 2024

Pada 31 Oktober 2024, MK mengabulkan beberapa gugatan terkait UU Cipta Kerja. Beberapa poin penting dari putusan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Batas Maksimal PKWT: Mahkamah menetapkan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya berlaku hingga maksimal lima tahun, termasuk perpanjangan. Aturan ini bertujuan memberikan kepastian lebih bagi pekerja kontrak agar tidak terjebak dalam status kerja berkepanjangan tanpa kejelasan.

  • Pembatasan Alih Daya (Outsourcing): Outsourcing kini hanya diperbolehkan untuk pekerjaan non-inti, seperti jasa kebersihan dan keamanan, memberikan perlindungan bagi pekerja di posisi inti. Hal ini mencegah perusahaan memanfaatkan outsourcing untuk posisi penting, yang bisa mengancam stabilitas kerja.

  • Kembalinya Skema Pesangon Lama: MK memutuskan bahwa perhitungan pesangon harus mengikuti aturan dalam UU Ketenagakerjaan 2003, yang dianggap lebih adil bagi pekerja. Keputusan ini memberi kepastian kepada pekerja mengenai hak pesangon yang lebih menguntungkan saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

  • Durasi Kontrak yang Jelas: Semua kontrak kerja harus memiliki durasi yang jelas, tidak boleh lebih dari lima tahun. Tujuan dari aturan ini adalah memberikan kepastian jangka waktu bagi pekerja kontrak, sehingga mereka tidak merasa terus-menerus "menggantung."

  • Penghidupan Kembali Upah Minimum Sektoral (UMS): MK juga menghidupkan kembali aturan Upah Minimum Sektoral (UMS) untuk melindungi pekerja di sektor tertentu, seperti sektor industri berat atau manufaktur. Hal ini diharapkan menciptakan struktur upah yang lebih sesuai dengan kondisi lapangan di berbagai sektor, sehingga pekerja di sektor berat dapat menerima kompensasi yang layak.

Dampak Terhadap Pekerja dan Iklim Investasi

Putusan ini memberi perlindungan tambahan bagi pekerja dengan memperketat batasan kontrak, aturan outsourcing, serta skema pesangon yang lebih adil. Meski begitu, ada kekhawatiran di kalangan investor bahwa aturan baru ini mengurangi fleksibilitas tenaga kerja, terutama bagi sektor padat karya dan perusahaan asing yang mencari efisiensi.

 Stabilitas peraturan tetap menjadi faktor kunci dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif, karena perubahan mendadak bisa menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Di sisi lain, aturan ini memberi ruang bagi pekerja untuk mendapatkan hak-hak yang sebelumnya terpinggirkan.

Regulasi baru ini diharapkan mampu menciptakan keseimbangan antara perlindungan hak pekerja dan daya saing investasi. Dalam jangka panjang, regulasi yang lebih adil dapat mendorong perusahaan untuk bertindak lebih bertanggung jawab terhadap tenaga kerja. 

Sebagai contoh, perusahaan mungkin akan lebih memperhatikan pemenuhan standar upah dan pesangon yang layak, serta menghindari praktik alih daya yang tidak sesuai dengan aturan baru.

Tantangan Implementasi

Pemerintah menghadapi tantangan besar dalam mengawasi implementasi UU Cipta Kerja versi baru ini. Pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan aturan seperti kontrak kerja jangka pendek yang berulang atau penempatan pekerja inti melalui outsourcing.

 Mengoptimalkan birokrasi juga menjadi tantangan besar, terutama untuk mendukung UMKM agar dapat menyesuaikan diri tanpa menambah beban biaya. Pelaksanaan yang tidak konsisten atau birokrasi yang rumit dapat menghambat tujuan awal dari UU ini, yaitu menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan produktif.

Tantangan lainnya adalah memastikan bahwa pemerintah daerah mampu melaksanakan pengawasan sesuai aturan pusat, khususnya dalam hal pengawasan pelaksanaan kontrak dan pengaturan UMS. 

Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas pengawas ketenagakerjaan dan memastikan adanya sanksi yang tegas bagi pelanggaran aturan. Pendekatan teknologi juga perlu dimanfaatkan untuk mencatat data ketenagakerjaan secara real-time, sehingga pelanggaran dapat dideteksi lebih cepat.

Masa Depan UU Cipta Kerja

Putusan MK ini mencerminkan upaya pemerintah dalam menyeimbangkan antara kepentingan investasi dan hak-hak pekerja. Bila diterapkan dengan benar, regulasi ini memiliki potensi mengubah lanskap kerja di Indonesia menjadi lebih inklusif dan adil. 

Dalam jangka panjang, regulasi yang menjamin hak-hak pekerja juga bisa meningkatkan loyalitas dan produktivitas tenaga kerja, yang berdampak positif pada kinerja perusahaan. Hal ini terutama berlaku pada perusahaan yang mulai menerapkan standar ketenagakerjaan internasional yang berfokus pada kesejahteraan pekerja.

Di sisi lain, Indonesia juga berpotensi menjadi tujuan investasi yang lebih stabil jika regulasi ketenagakerjaan bisa dikelola dengan baik. 

Negara-negara maju cenderung mencari partner investasi yang memiliki standar ketenagakerjaan yang jelas, sehingga regulasi ini dapat menjadi nilai tambah di mata investor yang peduli pada keberlanjutan dan tanggung jawab sosial.

Kesimpulan

Putusan terbaru MK mengenai UU Cipta Kerja menunjukkan bahwa perlindungan hak pekerja tetap menjadi prioritas dalam lanskap ketenagakerjaan di Indonesia. 

Walaupun tantangan implementasi tetap ada, regulasi ini membawa harapan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan berkeadilan, yang mampu menjamin kesejahteraan pekerja sekaligus mempertahankan daya saing investasi. 

Dengan pengawasan yang konsisten dan birokrasi yang efisien, Indonesia berpotensi menciptakan lanskap kerja yang lebih stabil dan produktif, memberikan kontribusi positif bagi stabilitas sosial dan ekonomi dalam jangka panjang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun