Mohon tunggu...
Syuhada Surya Wicaksono
Syuhada Surya Wicaksono Mohon Tunggu... -

Apalah yang lebih indah selain dari idea, keseimbangan dan kebahagiaan...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ilusi Terbesar di Dunia itu Bernama Uang Fiat dan Kredit

5 September 2011   19:21 Diperbarui: 28 Januari 2016   22:55 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Jadi jangan bayangkan bahwa mencetak uang berarti mencetak uang kertas dan logam secara fisik, di era modern ini dimana angka digital yang tercetak di rekening online atau buku tabungan anda adalah uang itu sendiri. Kredit yang anda ajukan lalu disetujui kemudian dibukukan di rekening online atau dicetak di buku tabungan anda adalah salah satu bentuk pencetakan uang. Dan Bank dapat mencetak uang melebihi kemampuan backup nilai uang yang beredar yang sesunguhnya.

 

Lalu dimana letak ilusinya? Sejak uang tidak lagi melakukan fungsi utamanya sebagai alat tukar dan pemecah satuan nilai, sejak uang diperlakukan sama sebagai modal, sejak uang memiliki kemampuan untuk menyimpan kekayaan dan melipatgandakan kekayaan, sejak uang memiliki kemampuan untuk dibungakan atas pencetakannya dalam bentuk kredit, maka sejak itulah uang telah menipu kita.

 

Hukum permintaan dan penawaran tidak hanya berlaku dalam pasar komoditas tetapi juga dalam pasar uang. Dengan sistem yang ada sekarang kecenderungan uang yang ada dan beredar dalam bentuk M1, M2 atau M3 adalah bertambah. Ketika secara kuantitas uang bertambah sementara pertumbuhan ekonomi dan transaksi tidak bertambah sepesat penambahan uang beredar (kredit yang dikucurkan) maka ketika itulah nilai uang (daya belinya) akan melemah.

 

ilustrasi:

Misalkan di sebuah negara hanya ada 10 bola sepak, uang yang beredar di negara tersebut misalnya KA$ 10, artinya untuk membeli satu unit bola tersebut maka harus ditebus dengan harga KA$ 1 per bolanya.

Nah, bila sekarang negara tersebut dapat mencetak uang tanpa dibackup emas (ngga ada cadangan emas yang ditambahkan untuk menandingi uang yang dicetak dan misalnya pertumbuhan ekonomi tidak mengimbangi, misalnya bola sepaknya tetap 10 unit bola tidak bertambah) misalnya dicetak lagi KA$ 10 sehingga total uang yang beredar sekarang adalah KA$ 20, artinya sekarang harga bola tersebut per unitnya jadi $2. artinya harga bola makin tinggi (inflasi) dan nilai uang (daya belinya) makin jatuh.

Nah, belum lagi bank saat menerbitkan KA$ 10 itu disebarkan ke masyarakat dalam bentuk pinjaman. Apa artinya? Dalam sistem modern, Bank PASTI akan meminta bunga atas pencetakan uang (pengucuran kredit). Misalnya 1%, artinya masyarakat secara agregat harus mengembalikan KA$1 tambahan. dari mana asalnya KA$ 1 tersebut? padahal yang dicetak cuma KA$ 10? jawabnya dari aset peminjam yang gagal bayar.

Artinya, dengan sistem perbankan saat ini siap2lah mengalami inflasi abadi, atau kalau mau kembali ke kondisi normal, siap2lah bangkrut para multi milyuner dan orang2 kaya karena dengan sistem ini inflasi dan krisis ekonomi adalah kepastian, tinggal tunggu waktunya aja, dan kegagalan akan bersumber di pasar derivatif dan pasar modal.


Bukan menakut-nakuti tetapi dengan sistem ekonomi global yang berlaku sekarang siap-siaplah bertahun-tahun mendatang anak cucu kita secara sistem akan terserap kekayaan natural yang dimilikinya dan mungkin terlahir tanpa memiliki rumah untuk bernaung atau pakaian yang melekat yang dimiliki secara utuh (kalaupun ada mungkin sudah menjadi bagian dari kredit yang harus diangsur).
Dan siapa yang suka terbangun dari ilusi ini lalu kehilangan kekayaan, pertumbuhan ekonomi (yang tidak nyata dan harus dibayar mahal suatu ketika nanti) dan pencapaian peradaban semu yang tidak pernah dicapai oleh bangsa-bangsa sebelumnya... sepertinya hampir tidak ada diantara manusia hidup yang eksis di dunia saat ini mau (kalaupun mau mungkin tidak cukup kuat)... bahkan hampir seperti sihir atau ilmu sirep... mayoritas kita sadarpun tidak...
Shame on us...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun