Mohon tunggu...
Voni Anggraeni
Voni Anggraeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Mahasiswa Prodi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kakak Adik yang Gengsi, Drakor yang Satu Ini Dijamin Bikin 'Nangis Bombai'

22 November 2024   23:50 Diperbarui: 23 November 2024   05:05 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo, Guys! Aku tebak kalian pasti gak asing dengan dunia per-drakor-an, iya, kan? 

Drakor alias drama korea atau K-drama yang satu ini dijamin bikin nangis bombai, Sob!

Kali ini aku mau menulis jalan cerita satu drakor yang cukup menguras air mata saat aku tonton. Bukan series, ya, btw. Jadi, bisa ditonton langsung kelar. Drakor yang satu ini bercerita tentang hubungan sepasang kakak beradik laki-laki yang saling gengsi yang susah banget, deh, buat ungkapin rasa sayangnya ke satu yang lainnya. 

Gimana, nih, related kan? Kisahnya si kakak Go Du-Sik yang diperankan oleh Cho Jung-Seok dan adik Go Du-Young yang diperankah oleh Doh Kyung-Soo alias D.O. berhasil membikin penontonnya terhibur dengan scenes jenaka sekaligus sedih yang berpadu dan mengaduk-aduk perasaan.

Kalau bisa dibilang hubungan antara Go Du-Sik dan Go Du-Young ini dapat relate dengan hubungan kakak beradik di seluruh dunia yang saling merasa gengsi alias susah ungkapin rasa sayang ke saudara kandung sendiri, apalagi nih buat yang punya kakak atau adik cowok dan tinggal serumah. Emang boleh, yah, gengsinya segede itu?

Okey, film ini bermula saat sang kakak yang keluar dari penjara dengan mengajukan bebas bersyarat karena mendapat kabar bahwa adiknya yang seorang atlet Judo yang mengalami cedera syaraf optik saat pertandingan hingga ia harus mengalami kebutaan permanen. Permintaan bebas bersayarat yang diajukan Go Du-Sik  dikabullkan dan ia kembali ke rumah masa kecilnya dengan alasan akan merawat adiknya yang dianggapnya "cacat". 

Pada awalnya, kehadiran sang kakak tidak berpengaruh apapun pada sang adik yang sudah dinyatakan buta dan si adik yang merasa sudah terlanjur kehilangan kesempatan, semangat, dan harapan untuk menjadi atlet Judo hebat dan mengharumkan nama bangsanya. Dia merasa pupus harapan memperoleh medali emas di ajang olimpiade yang membawa harum nama negaranya di kancah dunia.

Pun begitu juga dengan sang kakak yang pada awalnya merasa tak berbelas kasihan sama sekali kepada sang adik; ia pikir si adik sudah dewasa dan dapat mengatasi masalahnya sendiri dengan bersikap dewasa menerima kenyataan yang harus diterimanya saat ini dengan kondisi kebutaannya.

Konflik awal bermula saat sang adik sedang pesimis dengan keadaannya, sang kakak malah mengambil kesempatan dengan memanfaatkan tabungan sang adik untuk keperluan pribadinya hingga segala cara dilakukan termasuk bersikap baik demi mendapatkan stempel untuk mencairkan uang tunjangan milik sang adik yang berjumlah fantastis. Waduh, parah nih si kakak. Kalau kata Bang Haji Rhoma Irama, "Sungguh, terlalu...." hehe.

Namun, di balik semua itu rupanya sang kakak memiliki kepedulian yang besar. Ia sesekali menawarkan sang adik untuk berkunjung ke suatu tempat yang mungkin ingin ia kunjungi atau apapun kemana pun yang diinginkan, termasuk ia mengabulkan permintaan si adik untuk mengunjungi persemayaman abu orang tuanya.

Hahaha, kalau ini kusebut dia kakak cowok yang baik dan ganteng, sih. Hihi.

Hingga tanpa terasa hubungan keduanya berjalan baik dan suportif selayaknya keluarga yang saling peduli dan menyayangi. Namun, pada suatu hari sang kakak Du-Sik terdiagnosis mengalami kanker pankreas stadium akhir dan dokter mendiagnosis hidupnya tersisa tiga bulan saja. Ia merasa hancur kala itu. Ia mulai mencemaskan kehidupan adiknya kelak setelah dirinya pergi.

Suatu hari ia berkunjung ke persemayaman abu orang tuanya dan mengutarakan kekhawatirannya akan si adik yang tinggal sendiri saat dirinya benar-benar pergi. Please, di sini melow banget vibes-nya.

Di sisa-sisa hidupnya, ia berusaha memberikan segalanya yang terbaik untuk si adik, ia merenovasi rumah: mengikis sudut-sudut meja makan, mengisi lemari makanan dengan ramyeon kesukaan, menghilangkan pembatas kayu (undakan) depan pintu kamarnya. 

Semua itu dia lakukan tidak lain  supaya mempermudah sang adik untuk beraktivitas di dalam rumah tanpa ada sesuatu yang membahayakannya ketika ia sudah tiada nanti. Sweet banget ya, care banget, tapi di sini masih gengsi, sih.

Hingga sang kakak akhirnya sepakat dengan sang pelatih Judo adiknya untuk membujuk sang adik untuk kembali semangat dan berlatih Judo. Ia ingin si adik membuktikan bahwa dia benar-benar seorang atlet besar yang dapat mengharumkan nama negara dan berhasil membawa pulang medali emas dari perhelatan olimpiade internasional di Rio De Jeneiro, Brazil. 

Awalnya si adik merasa insecure, ia merasa tidak seperti dulu lagi; buta, lemah, dan tak berdaya, itu yang dirasakan Du-Young.

Namun, sang kakak terus membujuknya walau pun dengan cara yang cukup keras dengan makian untuk membakar semangat si adik. Selama itu juga, Du-Young belum mengetahui kondisi kakaknya yang sakit parah. Tapi, Sob, pada akhirnya Du-Young mau bangkit dan kembali berlatih untuk menjadi atlet kebanggaan negaranya. 

Dan di saat kondisi kakaknya kritis di rumah sakit, sang adik sudah bersiap tanding mewakilkan nama negaranya berlaga di Brazil dan membuktikan bahwa ia mampu memperoleh medali emas berkat dukungan luar biasa dari sang kakak yang notebene sedang sekarat melawan sakit kanker yang dideritanya. 

Menjelang pertandingan, Du-Young baru mengetahui keadaan sang kakak yang sebenarnya. Bisa dibilang ini sad ending, tapi coba teman-teman tebak bagaimana akhir kisahnya. Dan kalau penasaran, baik langsung tonton aja filmnya.

Nah, gimana nih, Sob Kompasiana? Menginspirasi sekali kisahnya, bukan? Melihat dari keadaan Do-Young yang mempunyai keterbatasan, ia dapat kembali bangkit untuk mewujudkan mimpi besarnya dan hal itu tercapai dengan tekad kuat dan latihan yang tidak mudah walau pun pada akhirnya ada kenyataan yang menyakitkan, tetapi Do-Young merasa tidak menyesal telah berhasil mewujudkan harapan besar dirinya dan sang kakak; satunya-satunya keluarga yang tersisa.

Kalau menurutku untuk alurnya, jujur saja drama ini begitu epik dengan jalan cerita yang tidak lambat ataupun terlalu cepat. Semua scene dapat dinikmati tanpa terasa hingga pada klimaksnya dan berangsur pada antiklimaks. 

Walau di awal sempat sesekali ada rasa jenuh karena melihat durasi yang ternyata masih panjang, tetapi menuju akhir kita bakal dibuat nabrut alias nangis brutal apalagi yang punya kakak atau saudara kandung, fell-nya ngena banget, deh.

Okey, sekian dulu ya buat aku mengupas alur drakor ini. Selamat menyaksikan, #myannoyingbrother2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun