Hahaha, kalau ini kusebut dia kakak cowok yang baik dan ganteng, sih. Hihi.
Hingga tanpa terasa hubungan keduanya berjalan baik dan suportif selayaknya keluarga yang saling peduli dan menyayangi. Namun, pada suatu hari sang kakak Du-Sik terdiagnosis mengalami kanker pankreas stadium akhir dan dokter mendiagnosis hidupnya tersisa tiga bulan saja. Ia merasa hancur kala itu. Ia mulai mencemaskan kehidupan adiknya kelak setelah dirinya pergi.
Suatu hari ia berkunjung ke persemayaman abu orang tuanya dan mengutarakan kekhawatirannya akan si adik yang tinggal sendiri saat dirinya benar-benar pergi. Please, di sini melow banget vibes-nya.
Di sisa-sisa hidupnya, ia berusaha memberikan segalanya yang terbaik untuk si adik, ia merenovasi rumah: mengikis sudut-sudut meja makan, mengisi lemari makanan dengan ramyeon kesukaan, menghilangkan pembatas kayu (undakan) depan pintu kamarnya.Â
Semua itu dia lakukan tidak lain  supaya mempermudah sang adik untuk beraktivitas di dalam rumah tanpa ada sesuatu yang membahayakannya ketika ia sudah tiada nanti. Sweet banget ya, care banget, tapi di sini masih gengsi, sih.
Hingga sang kakak akhirnya sepakat dengan sang pelatih Judo adiknya untuk membujuk sang adik untuk kembali semangat dan berlatih Judo. Ia ingin si adik membuktikan bahwa dia benar-benar seorang atlet besar yang dapat mengharumkan nama negara dan berhasil membawa pulang medali emas dari perhelatan olimpiade internasional di Rio De Jeneiro, Brazil.Â
Awalnya si adik merasa insecure, ia merasa tidak seperti dulu lagi; buta, lemah, dan tak berdaya, itu yang dirasakan Du-Young.
Namun, sang kakak terus membujuknya walau pun dengan cara yang cukup keras dengan makian untuk membakar semangat si adik. Selama itu juga, Du-Young belum mengetahui kondisi kakaknya yang sakit parah. Tapi, Sob, pada akhirnya Du-Young mau bangkit dan kembali berlatih untuk menjadi atlet kebanggaan negaranya.Â
Dan di saat kondisi kakaknya kritis di rumah sakit, sang adik sudah bersiap tanding mewakilkan nama negaranya berlaga di Brazil dan membuktikan bahwa ia mampu memperoleh medali emas berkat dukungan luar biasa dari sang kakak yang notebene sedang sekarat melawan sakit kanker yang dideritanya.Â
Menjelang pertandingan, Du-Young baru mengetahui keadaan sang kakak yang sebenarnya. Bisa dibilang ini sad ending, tapi coba teman-teman tebak bagaimana akhir kisahnya. Dan kalau penasaran, baik langsung tonton aja filmnya.
Nah, gimana nih, Sob Kompasiana? Menginspirasi sekali kisahnya, bukan? Melihat dari keadaan Do-Young yang mempunyai keterbatasan, ia dapat kembali bangkit untuk mewujudkan mimpi besarnya dan hal itu tercapai dengan tekad kuat dan latihan yang tidak mudah walau pun pada akhirnya ada kenyataan yang menyakitkan, tetapi Do-Young merasa tidak menyesal telah berhasil mewujudkan harapan besar dirinya dan sang kakak; satunya-satunya keluarga yang tersisa.