Mohon tunggu...
Vivi yunaningsih
Vivi yunaningsih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biarkan air mengalir sekehendaknya

Menulislah maka akan kau temukan ketenangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikmat Mana Lagi yang Didustakan

22 Desember 2020   19:13 Diperbarui: 22 Desember 2020   19:41 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal dua puluh dua Desember. Berbondong - bondong ucapan selamat hari Ibu dituliskan dengan penuh cinta dan ungkapan terima kasih atas semua yang sudah ibu berikan. Status media sosial dipenuhi gambar pelukan ibu pada anaknya pun sebaliknya dan potongan foto keluarga. 

Tak ada yang salah menyatakan rasa cinta pada orang tua khususnya ibu, beliau memang patut mendapatkan ungkapan terima kasih yang banyak atas cinta kasihnya. Hamil, melahirkan dan merawat anak adalah titipan paket luar biasa dari Tuhan. Dan Tuhan meletakan surga di bawah telapak kaki ibu, maka berbakti adalah jalan cepat meraih surga itu. Peluk cium untuk ibu.

Aku adalah ibu dua orang anak perempuan yang baru beranjak remaja. Sebut saja si sulung dan si bungsu.

Agak terkejut ketika pagi ini aku mendapati potongan notes warna kuning di atas meja rias bertuliskan Selamat hari ibu. Tertulis rasa terima kasih karena sudah merawat dan menyayanginya, permintaan maaf jika belum bisa membahagiakan aku. dibubuhi gambar hati yang bikin hati ini terenyuh. Dari si bungsu. So sweet.

Itu bukan 'surat cinta' pertama untukku dari si bungsu, sudah yang kesekian kalinya dan aku masih menyimpan 'surat cinta' lainnya itu di laci lemari. 

Aku menyadari, besok aku akan sangat merindukan tulisan tangan kecilnya tentang cinta si bungsu padaku, besok aku akan merindukan hari ini ketika si bungsu makin bertumbuh, seperti hari ini aku merindukan saat-saat si bungsu belajar jalan dan besok bisa kujadikan kisah sendiri tentang potongan kertas itu. Ah..auto merembes air mataku. 

Si bungsu memang lebih romantis dibanding si sulung, lebih halus perasaannya dan yang jelas lebih manja tapi aku mencintai keduanya. Sama besar.

Ketika wajah, perawakan dan sifat si sulung lebih mirip denganku sedangkan wajah dan sifat si bungsu lebih condong ke ayahnya, suatu 'keajaiban' yang digariskan Tuhan melalui kombinasi gen, aku bersyukur memiliki anak-anak seperti mereka. Nikmat Tuhan mana lagi yang didustakan.

Sebagai ibu, aku tidak menuntut banyak pada anak-anak. Melihat mereka sehat, tumbuh seperti anak pada umumnya, bisa bermain dan tertawa, mendapati mereka bertengkar dan keseruan lainnya merupakan kebahagiaan tersendiri. Sebagai ibu aku hafal kebiasaan dan sifat anak-anak, tahu hobi dan kesukaan mereka.

Ketika sang ayah bertanya apa cita-cita mereka dan mereka masih bingung jawabnya, aku cuma berpesan agar mereka jadi diri sendiri dan selalu bahagia. 

Ya.. jadilah orang yang bahagia seperti do'a semua orang tua untuk anak-anaknya, selamat dan bahagia dunia dan akhirat.

Jadi ingat mama, ibuku. Ketika si bungsu mengapresiasikan cintanya di hari ibu dengan menulis surat, apa aku lakukan hal yang sama pada wanita paruh baya yang cintanya masih utuh diberikan padaku yang statusnya kini sudah menjadi ibu dua anak? Emm.. tidak.

Aku yang tinggal di luar kota, jauh dari mama, menelponnya, bertanya kabar, bercerita panjang lebar tentang anak-anak atau membicarakan apa saja. Bukan gossip loh ya, tapi berbicara soal keluarga besar kami. Saling bicara dipastikan bisa meredam rindu dan obat alami untuk jaga kesehatan kami berdua.

Ya, aku biasa memanggil ibuku dengan panggilan mama. Mama cantik, masakannya selalu enak dan rajin. Semua pekerjaan rumah ditangani sendiri. Tidak ada asisten rumah tangga, semua dikerjakan sendiri tanpa keluh kesah. Hemat uang jadi mau tidak mau anak-anaknya membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. 

Bukannya mama tidak sayang dengan menyuruh anak-anaknya 'bekerja', justru mama mengajarkan kemandirian dan tanggung jawab. Orang tua mendidik anak dengan cara yang berbeda-beda tujuannya satu kebaikan untuk si anak.

Besar rasa terima kasihku pada orang tua khususnya mama yang telah menjaga dan mengajarkan banyak hal. Yang sudah melimpahi anaknya dengan do'a dan kasih sayang. Cinta paling tulus dalam hidup adalah cinta seorang ibu pada anaknya. Jadi sekali lagi, nikmat Tuhan mana lagi yang didustakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun