Ayahmu adalah laki-laki hebat, Al. Ayahmu sangat ingin Unda bahagia. Ayahmu sangat ingin membuat keluarga kita bahagia.Â
Itu sebabnya Unda berusaha bertahan. Mengobati luka sendiri. Memohon ampun atas kekufuran nikmat. Memohon ketenangan hati, kesehatan dan segala kekuatan. Bertahan.
Beberapa tahun berjalan, kamu masuk sekolah. Unda mempersiapkan diri untuk bisa mengantarkanmu dihari pertama kamu mengenal apa itu 'sekolah'. Kamu terlihat senang. Melihat-lihat kelas. Meja yang berwarna-warni. Bangku yang tertata rapi. Burung-burung kertas.
Hari ke hari Unda tak pernah absen menghubungimu melalui Video Call. Sekedar melihat wajahmu. Bahkan Unda sering minta Ayahmu untuk mengirimkan foto saat kamu sudah tertidur. Unda selalu menyelipkan namamu dalam setiap doa. Unda selalu melihat fotomu ketika Unda lelah. Unda selalu berusaha menguatkan hati ketika dilanda rindu yang menusuk hati agar kamu juga tenang disana. Seperti malam ini. Malam kesekian Unda menahan sakitnya rindu hingga mencari cara menyalurkannya dengan menulis surat ini. Sepertinya melihat wajahmu dalam layar saja mulai tak cukup, Nak.
Unda hanya bisa memutar kembali ingatan ketika Unda menghabiskan sabtu malam bersamamu, membuatkan nasi goreng kesukaanmu, menemanimu menyusun lego, menyisir rambutmu, menyiapkan makanan agar bisa kamu nikmati keesokan harinya, hingga minggu sore kereta api harus membawa Unda kembali meninggalkanmu. Menyakitkan.Â
Anakku..
Unda percaya akan ada hari dimana kita dapat berkumpul bersama-sama lagi.
Hari dimana tak ada kekhawatiran tentang pondasi bahtera ini.