Memanjakan diri dengan liburan atau menikmati keindahan alam, menjadi anugerah tersendiri bukan. Itulah mengapa, setelah berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan merasakan penat, jadi juga daku meluruskan kaki. 2017 lalu, daku memberanikan diri untuk "muncak" atau kerennya sih mendaki gunung. For the first time, Gunung Cikuray di Garut, berhasil kutaklukan bersama anak-anak Karang Taruna Desa di rumah.
Setelah itu, tidak ada lagi aktivitas mendaki. Hanya bisa mengeluarkan liur ketika melihat postingan orang-orang yang dengan indah dan bangganya memosting foto di pendakian. Terlebih, aku selalu di buat panas oleh si bapak "calon" yang hobinya "ndaki" mulu ke semua gunung.
Tempo lalu, akhirnya moment yang sudah lama diwacanakan terealisasi. Bermodal hari libur Sabtu dan Minggu, si "bapak calon" sengaja ambil cuti kantor hari Jum'at agar bisa menemani mendaki. Kalau daku sih, kapan pun bisa cuti. Maklum lah, pengacara seperti ini. Kapan pun bisa jadi hari libur dan ambil cuti. Eits, pengangguran banyak acara maksudnya. Hehehe
Sudah lama sih, kami (aku dan si bapak) ingin muncak ke Gunung Prau. Kalau si bapak sih sudah berkali-kali. Bahkan sempat mengadakan open trip untuk orang lain. So, sudah pro banget lah sama itu gunung. Awalnya agak ragu, karena pengalaman pertama saat naik ke Cikuray, GILAAAA banget treknya. Benar-benar kek naik tebing batu gitu, lho!
Ada juga tanah-tanah miring dengan akar pohon di mana-mana. Belum lagi jalannya yang sempit dan di pinggir adalah jurang. But, si bapak bilang, Prau tidak sesulit itu. Dari segi tingginya pun masih worth it lah. Cuma 2565 mdpl, sementara Cikuray 2821. Meskipun aksesi, lebih dekat Cikuray daripada Prau. Maklum, daku mojang Sunda asli.
Ok, kembali ke Gunung Prau. Ternyata aku terlalu berlebihan memandang Gunung Prau. It's so easy, guys! Benar-benar beda jauh sama trek Cikuray yang super parah. Jalannya relatif mudah, bahkan sudah tertangga dengan dibuatkan anak tangga. Di beberapa titik pun sudah disediakan kursi kayu untuk sekadar beristirahat dan menikmati kesejukan serta keindahan pemandangan sekitar.
Gunung Prau pun terkenal dengan keindahan bukit teletubisnya. Atau Sunrise camp yang luas dengan pemandangan luar biasa menakjubkan. Tak heran, banyak sekali pengunjung yang sengaja mencari lelah dengan menaikinya. Bahkan, saat mendaki jalan macet parah, cuy! Gunung juga bisa macet ternyata.. Kita harus mengantri jalan di sana hingga sampai tujuan. Pun setelah sampai di tempat camp, banyak sekali jejeran tenda memenuhi setiap spot di sana.
PERJALANAN PENUH DAG DIG DUG
Sebelum mendaki, ada sesuatu yang sebenarnya sangat daku khawatirkan. Dimulai dari mimpi digigit ular pada malam hari sebelum keberangkatan. Setelahnya, rasa cemas dan panik pun berseliweran di pikiran. Dari mulai takut kenapa-kenapa, takut ada masalah, dan pikiran negatif lainnya. Belum lagi, jantung yang terasa berdebar dan dag dig dug gak karuan. Sungguh mengganggu dan bikin makin panik!
Ada niat untuk membatalkan perjalanan, tapi sayang dan mubazir, tiket bus sudah dipesan dari Jakarta ke Wonosobo. Karena kami beli tiket dadakan, so Damri lah yang jadi pilihan. Fasilitasnya sih standar, tapi yang penting tempat duduknya nyaman dan supir tidak ugal-ugal. Itu sudah cukup!
Ketegangan dan kecemasanku sebelumnya, belum juga terjawab! Sampai di terminal Wonosobo, tidak ada masalah yang terjadi. Kami sehat, dan semua aman terkendali. Bahkan, sampai kami sampai di puncak, tidak ada masalah apapun. Semuanya sehat, senang, ceria, dan aku sangat puas dengan perjalanan kali ini. Meskipun memang saat malam hari, anginnya super kuenceeeeng, jadinya gak bisa lihat bintang. Cuma "ndekem" di dalam tenda doang. Hmm, tak apalah!