Mohon tunggu...
Silvi Novitasari
Silvi Novitasari Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Lepas

Penyuka kamu, buku, senja, dan keindahan. Sempat jadi orang yang ansos, tapi akhirnya jadi orang sosial lewat tulisan. Bahkan menjadi sarjana sosial :D

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kisah Pilpres dan "Tameng" di Belakangnya

20 April 2019   11:54 Diperbarui: 20 April 2019   12:52 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai salah satu dari sebagian banyaknya panitia pemilu, terlebih yang melakukannya dengan jujur dan damai. Tentu, ingin sekali hasil keseluruhan adalah benar-benar sesuai. Kami sudah berusaha untuk setepat mungkin dalam menghitung. 

Kami sudah berusaha sesempurna mungkin menjadikan pemilu berlangsung damai. Mengorbankan waktu, tenaga, dan keseharian kami untuk masa depan bangsa. 

Ada bapak-bapak yang meninggalkan istri, anak dan pekerjaannya. Ada ibu-ibu yang meninggalkan rumah, suami, anak, hingga kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu. Ada juga pemuda-pemudi bangsa yang rela waktu main dan belajarnya diluangkan demi pemilu.
Jika kami berusaha sebaik mungkin menjadikan  pemilu damai, tanpa kecurangan, kenapa "orang di atas" malah menghancurkan hasil kami??

Ada yang bilang, "jadi panitia enak kan digaji". Ya, memang, kami diberi honor atas hal ini. Tapi sejujurnya, itu tidaklah seberapa dibanding pengorbanan kami. Bahkan, menurut beberapa berita yang beredar, ada panitia yang sampai berkorban nyawa demi keberlangsungan pemilu. 

Sebetulnya, saya pribadi jika menuruti ego, tidak ingin  menjadi panitia. Lebih baik tidur di rumah, bersantai, dan mengerjakan tugas atau melakukan hobi menulis dan jalan-jalan. Tapi, ada rasa tanggung jawab dan dorongan untuk andil di pemilu ini. Toh, demi bangsa dan negara juga.

Namun yang disayangkan adalah ketika ada pemberitaan dan realitas yang ternyata menciderai pengorbanan kami. Hasil hitungan kami dimanipulasi dan tidak sesuai dengan kenyataan yang sudah di lapangan kami hitung. 

Jika memang penghitungan dilakukan lagi oleh oknum-oknum, mengapa harus ada panitia pemilu? Jika angka yang kami tulis tidak berarti dan tidak jadi hasil, kenapa kami harus berkorban tenaga dan segalanya untuk mencari hasil tersebut??

But, apapun itu, ini hanyalah sekadar cerita singkat dari curahan setitik debu di bumi. Pesannya, hargailah orang-orang yang sudah berjasa dan berusaha mendamaikan pemilu, berusaha menghindari kecurangan dan menjaga semuanya dengan aman.
Adakah cerita sama dari teman-teman semua?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun