Menjelang tahun ajaran baru, terutama bagi tingkat sekolah dasar dan menengah, pemerintah memberikan kebijakan baru bagi sekolah dalam proses penerimaan siswa barunya.Â
Berdasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menggantikan aturan sebelumnya. Peraturan ini berisi tentang kebijakan pemerintah dalam upaya pemerataan peserta didik dengan sistem zonasi.
Kebijakan ini digandrungkan demi terciptanya pemerataan peserta didik, agar peserta didik bersekolah di sekolah yang jaraknya berdekatan dengan tempat tinggal siswa. Poin utama yang dilihat dari sistem ini adalah jarak.Â
Tentunya, siswa bisa diterima di sekolah negeri dengan persyaratan jarak rumah dekat dengan sekolah sesuai dengan ketentuan sistem zonasi yang telah ditetapkan. Meskipun memang, dengan adanya sistem baru ini juga tidak menghilangkan jalur masuk khusus seperti untuk siswa kurang mampu atau siswa yang berprestasi di bidang olahraga.
Dari segi pemerataan peserta didik, sistem zonasi ini memang bisa meratakan persebaran peserta didik untuk tiap sekolahnya. Pun, agar siswa atau masyarakat tidak perlu jauh-jauh mendaftarkan peserta didik dengan lokasi sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya. Juga agar sekolah-sekolah di wilayah tertentu tetap menerima siswa sesuai dengan kapasitasnya.Â
Namun untuk beberapa hal dan alasan, sistem zonasi ini membuat sebagian masyarakat tidak setuju dan merasa tidak leluasa, juga membatasi siswa-siswa yang berkeinginan di sekolah negeri tertentu namun jarak tempat tinggalnya tidak sesuai dengan ketentuan sistem zonasi sehingga tidak lolos.
Perlunya tinjauan ulang atas ketidakpuasan masyarakat
Agar terciptanya pemerataan peserta didik yang merata dan terealisasi demi kesejahteraan masyarakat dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik, tentu pemerintah atau lembaga yang bersangkutan harus melakukan tinjauan ulang untuk peraturan baru yang telah diterbitkan tersebut.Â
Tinjauan ini dirasa perlu untuk mengantisipasi dan menanggapi kekecewaan masyarakat terhadap sistem pemberlakuan PPDB yang baru.Â
"Pemberlakuan sistem zonasi ini sangat menghambat peserta didik untuk merealisasikan keinginan akademisnya untuk bersekolah negeri."
Tinjauan ulang ini dilakukan dengan melihat seberapa jauh dan seberapa baik peningkatan kualitas pendidikan yang ada. Menilik dari PPDB yang sudah selesai beberapa hari ke belakang, tentu tinjauan ulang ini melibatkan penilaian beberapa pihak yang ikut berkecimpung dan merasakan bagaimana dampak dari sistem PPDB yang baru ini.
Dari beberapa kasus yang terjadi karena sistem zonasi pada PPDB, terdapat ketidakpuasan sebagian masyarakat akibat pemberlakuan kebijakan baru ini. Kebijakan yang diberlakukan untuk PPDB dengan sistem zonasi dirasa tidak terlalu efektif. Tidak terlalu efektif ini jika ditinjau dari pandangan sebagian masyarakat yang berada pada wilayah tertentu.
Kembali menilik dari beberapa kasus yang terjadi belakangan ini setelah selesainya proses pendaftaraan dan PPDB untuk sekolah dasar dan menengah negeri, banyak masyarakat dan peserta didik yang merasa kecewa dengan sistem yang diberlakukan baru-baru ini.Â
Pasalnya, untuk wilayah tertentu yang masih dibilang kurang merata dalam persebaran wilayah dan fasilitas serta infrastruktur daerah yang kurang mumpuni, pemberlakuan sistem zonasi ini sangat menghambat peserta didik untuk merealisasikan keinginan akademisnya untuk bersekolah negeri.
Sebagai contoh, salah satu wilayah di Kabupaten Bandung, tepatnya Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan. Daerah ini merupakan suatu wilayah yang berada di perbatasan antara pemerintahan kota dan kabupaten. Dari segi fasilitas sekolah negeri, daerah ini dinilai sangat kurang dan aksesnya terlampau jauh menuju fasilitas akademis negeri yang disediakan oleh pemerintah kabupaten maupun kota.
Sebagai daerah perbatasan yang wilayahnya termasuk pada pemerintahan Kabupaten Bandung, namun dari segi akses menuju fasilitas akademis pemerintah, atau pun akses lainnya seperti kesehatan, layanan masyarakat, itu lebih dekat kepada fasilitas kota. Begitu pun akses sekolah.Â
Dengan adanya sistem zonasi yang terdapat ketentuan jarak maksimal antara tempat tinggal dan sekolah, membuat hampir semua peserta didik yang ada di daerah ini tidak lolos masuk ke sekolah negeri, terutama untuk tingkat menengah. Ketidaklolosan calon peserta didik ini sebagian besar adalah karena jaraknya yang di luar ketentuan sistem zonasi yang telah ditetapkan. Padahal jika dilihat dari segi prestasi akademis, sebagian siswa layak untuk diterima di sekolah negeri.
Melihat dari hal tersebut, pemerataan wilayah pun dirasa sangat perlu diperhatikan kembali sebelum melakukan pemerataan peserta didik. Pemerintah perlu melakukan bandingan ulang, dengan memperhatikan beberapa hal dan faktor lainnya. Persebaran sekolah negeri pun perlu ditinjau kembali di setiap wilayahnya.Â
Jangan sampai, peserta didik yang berada di wilayah tertentu yang fasilitasnya kurang dan aksesnya jauh, menjadi terhambat dari segi aktualisasi akademisi. ketersediaan fasilitas di beberapa wilayah pun perlu direkapitulasi ulang jika memang jarak menjadi acuan untuk pemerataan.
Sistem zonasi untuk pemerataan peserta didik memang merupakan kebijakan yang baik, agar persebaran peserta didik merata. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga pemerataan lainnya yang menunjang. Peraturan baru yang ada saat ini perlu dijadikan sebagai batu loncatan mengenai bagaimana kondisi pemerataan dan kualitas pendidikan.Â
Bukankah yang terpenting adalah kualitas pendidikan itu sendiri guna menciptakan generasi bangsa yang mampu membawa perubahan maju untuk negara? Jangan sampai, pemerataan peserta didik dengan sistem zonasi ini menghambat aktualisasi masyarakat karena hanya terhalang jarak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H