Naiknya harga kebutuhan pokok, justru akan membuat daya beli dan kemampuan rakyat  membayar pajak menjadi rendah. Akibatnya, pemasukan negara bisa jadi semakin menurun. Akhirnya, negara akan menambah utang luar negeri dengan dalih menambah pemasukan negara. Padahal, dengan berutang kepada asing, negara menjadi tidak independen, akhirnya kebijakannya pun lebih condong pada asing dan pemilik modal, bukan kepada rakyat.
Sejahtera dalam Kepemimpinan Islam
Berbeda dengan sistem Kapitalisme, sistem Islam menetapkan negara sebagai raa'in yang mengurus rakyat, memenuhi kebutuhannya dan mensejahterakan, membuat kebijakan yang membuat rakyat hidup tenteram.
Negara yang menerapkan Islam kafah memiliki berbagai sumber pemasukan yang cukup untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat hingga individu per individu. Negara akan menjamin kesejahteraan masyarakat berupa kebutuhan pokok sandang, pangan, papan secara tidak langsung dan menjamin kebutuhan pokok publik berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan secara langsung.
Pembiayaan pemenuhan kesejahteraan masyarakat ini diambilkan dari sumber pemasukan Baitul Mal yang didapatkan dari pendapatan tetap seperti zakat, fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, 'usyr dan sebagainya. Hanya saja zakat yang diletakan pada kas Baitul Mal tidak diberikan kecuali untuk delapan kelompok (ashnaf) yang disebutkan di dalam Al Qur'an.Â
Selain itu, sistem ekonomi Islam menetapkan aturan kepemilikan dan menjadikan sumber kekayaan alam sebagai milik umum, seperti SDAE, yang wajib dikelola negara dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan berbagai meknisme yang diatur syarak.
Pajak dalam Islam
Sumber-sumber pendapatan yang ditetapkan oleh syarak untuk kas Baitul Mal sebenarnya sudah cukup untuk mengatur dan melayani umat. Karenanya, negara tidak perlu mewajibkan rakyatnya untuk membayar pajak. Pajak (dharibah) merupakan alternatif terakhir dipungut oleh negara ketika kondisi kas negara dalam keadaan kosong dan ada kewajiban negara yang harus ditunaikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Pajak (dharibah) hanya dipungut atas kaum Muslim sesuai tuntunan syarak untuk menutupi pengeluaran Baitul Mal. Pungutannya diambil dari orang-orang kaya dari kelebihan kebutuhan primer dan sekundernya dengan cara yang makruf.Â
Pajak (dharibah) tidak boleh dipungut atas orang non-muslim. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah diwajibkan oleh syarak hanya diwajibkan atas kaum Muslim. Karenanya, pajak tidak boleh diambil dari nonmuslim.
Pajak (dharibah) dipungut semata-mata karena standar cukup atau tidaknya harta yang ada di Baitul Mal untuk memenuhi keperluan rakyat. Jumlah pajak yang diambil juga hanya sebatas untuk mencukupi kebutuhan negara, bukan diambil secara terus-menerus.