Mohon tunggu...
Vivi Nurwida
Vivi Nurwida Mohon Tunggu... Lainnya - Mom of 4, mompreneur, penulis, pengemban dakwah yang semoga Allah ridai setiap langkahnya.

Menulis untuk menggambarkan sempurnanya Islam

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPN Naik Lagi, Bukti Pajak Terus Menghantui

16 Maret 2024   03:47 Diperbarui: 16 Maret 2024   06:30 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
 memastikan, kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 tidak akan ada penundaan. Kebijakan tersebut akan terus berlanjut pada masa pemerintahan mendatang. Kenaikan tarif PPN ini akan berlanjut pada 2025, sebab sudah menjadi keputusan masyarakat yang memilih pemerintahan baru dengan program-program keberlanjutan dari Presiden Joko Widodo.
(cnbcindonesia.com, 08-03-2023)

Pajak Terus Menghantui, Rakyat Kena Imbasnya
Sebagaimana diketahui, tarif pajak PPN saat ini sebesar 11% sejak tahun 2022, atau telah mengalami kenaikan sesuai ketentuan Undang-undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dari sebelumnya sebesar 10%.

Penyesuaian tarif pajak yang dari 10% menjadi 11% saja sudah memberatkan kehidupan rakyat. Sudah barang tentu kenaikan kembali menjadi 12% akan semakin membebani rakyat. Sebab, jumlah barang atau jasa yang dikenai PPN tidaklah sedikit.

Kenaikan tarif PPN ini jelas akan berimbas pada kenaikan harga barang dan jasa. Padahal, di samping itu biaya hidup mulai dari kebutuhan pokok, BBM, pendidikan dan kesehatan harganya juga terus merangkak naik. Pajak akan terus menghantui rakyat dan menambah bebannya.

Berbagai kritik dari berbagai lapisan masyarakat ternyata pun tidak membuat tarif pajak menjadi turun, apalagi pajak dihapuskan. Pajak akan terus menghantui rakyat dengan menyentuh segala lini kehidupan. Objek pajak akan terus bertambah, prosentasenya pun akan terus mengalami kenaikan.

Pajak dalam Sistem Kapitalisme
Dalam sistem ekonomi kapitalis, pajak memiliki dua fungsi:
1. Fungi budgetair (sumber keuangan negara)
2. Fungsi regularend (pengatur)
Dalam sistem ekonomi kapitalis ini, fungsi-fungsi tersebut amatlah penting. Sebab, penerimaan akan pajak adalah sesuatu yang pasti bagi negara. Jadi pajak akan terus menghantui dari segala penjuru.

Padahal, jika kita mau melihat lebih dalam, negeri ini adalah negeri yang kaya. Sumber daya alamnya begitu melimpah, yang seharusnya dengan pemanfaatan yang baik dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Namun, SDA justru dikuasai asing, pemerintah juga mendorong investor asing untuk bisa menanamkan modalnya di Indonesia.

Dengan naiknya harga kebutuhan pokok, tentu membuat kemampuan rakyat untuk membayar pajak menjadi rendah. Akibatnya, pemasukan negara menjadi menurun. Akhirnya, negara akan melakukan utang luar negeri untuk menambah pemasukan negara. Padahal, dengan berutang kepada asing, negara menjadi mudah disetir, kebijakannya pun lebih condong pada asing dan pemilik modal, bukan kepada rakyat.

Pajak dalam Islam
Tentu saja, fakta dalam sistem ekonomi kapitalisme di atas jauh bertolak belakang dari sistem ekonomi Islam. Syariat Islam telah menetapkan bahwa SDA adalah kepemilikan umum yang tidak boleh diperjual belikan atau dikuasai oleh pihak swasta ataupun asing. SDA  harus dimanfaatkan dengan optimal guna kesejahteraan rakyat.

Pajak di dalam Islam dikenal dengan sebutan dharibah. Dharibah bukanlah sesuatu yang wajib dibayarkan oleh objek pajak secara kontinu. Pajak hanya akan ditarik dari orang kaya dari kalangan kaum Muslim saja, yang ia mempunyai kelebihan harta, yang ia telah terpenuhi kebutuhan primer dan sekundernya dengan baik.

Dharibah ini sifatnya hanyalah sementara, artinya hanya diambil dalam keadaan genting saja, yakni ketika  Baitul Mal dalam keadaan kosong, bukan di setiap masa sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Besarannya pun disesuaikan dengan kebutuhan saat itu, tidak boleh ditarik melebihi kebutuhan Baitul Mal untuk membiayai kebutuhan yang bersifat wajib dan harus segera ditunaikan.

Pajak dalam Islam juga tidak akan dipungut atas orang-orang kafir, juga tidak boleh diambil dari orang-orang miskin. Hal ini, sebagaimana sabda Rasulullah Saw. :
"Dan siapa saja yang tidak memiliki kelebihan harta, maka pajak tidak diambil dari yang bersangkutan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw: Sebaik-baiknya shadaqah adalah yang berasal dari orang-orang kaya." (HR. Bukhari melalui jalur Abu Hurairah).

Penerapan semacam ini hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan dalam bingkai Khilafah. Sudah semestinya, kita sebagai umat Islam bersungguh-sungguh memperjuangkannya. Sebab, hanya dengan hidup pada negara yang menerapkan Islam secara kaffah, kesejahteraan, keadilan dan keberkahan dapat dirasakan oleh rakyat.
 Wallahu a'lam bi ash-shawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun