Tampak ayah menatap lunglai di hadapanku yang saat itu sedang berada di pelukan lelaki berbadan besar dan berbulu itu membuatku mengatupkan bibir rapat-rapat menahan gemeretak tubuh, malu akan kedok yang selama ini ku tutupi dan bertahun-tahun sudah dikubur nya aib itu.
Maafkan aku, Ayah... aku bukan lah lelaki sejati dan sempurna seperti harapan mu.. aku hanya lah seonggok daging dalam diri seorang pria yang juga penyuka pria.
Untuk sahabatku, bajingan dan almarhum Nanang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H