Mohon tunggu...
Mohammad Vitar
Mohammad Vitar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebangkitan Pendidikan Banten, Mampukah?

1 Desember 2020   08:00 Diperbarui: 1 Desember 2020   10:18 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tangerang - Mendekati akhir tahun ketiga, pemerintahan WH-Andika, janji Pendidikan Gratis yang dilontarkan masih saja menjadi harapan idaman para tenaga pendidik maupun orang tua/wali murid SMAN, SMKN, serta SKhN Provinsi Banten.

Bagaimana tidak, seperti yang tertulis pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2018 tentang Pendidikan Gratis pada Sekolah Menengah Atas Negeri, Sekolah Kejuruan Negeri, dan Sekolah Khusus Negeri bahwasanya untuk mendukung perluasan kesempatan memperoleh pendidikan serta membebaskan beban orang tua/wali murid di Provinsi Banten, pemerintah daerah mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui pembagian dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda).

Sejauh ini, biaya kebutuhan sekolah masih terbilang cukup mahal bagi beberapa orang tua/wali murid. Ditambah mewabahnya COVID-19 yang memberi dampak besar pada kelompok ekonomi menengah ke bawah dan juga beberapa sekolah yang memerlukan anggaran tambahan untuk pembelanjaan peralatan dan perlengkapan yang darurat dibutuhkan, penyemprotan disinfektan, hingga kuota internet guna keperluan pembelajaran daring. Hal ini sudah cukup mendasari betapa diperlukannya dana Bosda dari program ini.

Bagaimanapun juga, sangat disayangkan pada proses realisasinya dianggap tidak sesuai dengan Pergub Nomor 31 tahun 2018 tersebut. Sebagaimana dilansir dari indopos.co.id, Ikhsan Ahmad seorang akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten menyatakan, realisasi Bosda yang berbeda dikhawatirkan karena ketidakpahaman Gubernur Wahid Halim atas perencanaan kebijakan sehingga berujung pada perbedaan implementasi dan kegagalan tujuan suatu kebijakan. Jika demikan, bukan hanya salah pengelolaan sistem kebijakan pendidikan di Banten, tetapi juga dengan kebohongan publik atas lemahnya sistem pemerintahan dan ketidakjelasan tujuan serta arah pembangunan yang hendak diwujudkan sehingga merugikan masyarakat dan pihak sekolah.

Seorang yang juga menjadi dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untirta ini juga menambahkan, bahwasanya gubernur menyatakan perihal sekolah yang dapat menggunakan dana Bosda untuk pembelian kuota internet guna mendukung pembelajaran daring dihadapan puluhan kepala sekolah menengah negeri Kota Tangerang Selatan. Sementara itu, dana Bosda yang disebut oleh gubernur tersebut tidak pernah sampai ke pihak sekolah, lantaran telah dialihkan untuk membayar gaji pegawai non-ASN.

Dikutip pada situs yang sama, indopos.co.id, Plt Kepala Dindikbud Banten M. Yusuf berpendapat bahwa, penggunaan Bosda yang diatur oleh Pergub Banten Nomor 31 Tahun 2018 tidak pernah digunakan untuk belanja pegawai, melainkan untuk belanja jasa, yakni gaji guru non-PNS. Padahal menurutnya, alokasi belanja pegawai sudah diatur dalam belanja tidak langsung (BTL) yang penerimanya harus memenuhi syarat tertentu, karena dalam sistem kepegawaian negara yang lebih dikenal dengan sebutan ASN, dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

Alokasi Bosda malah ditujukan untuk menutupi beban tenaga pengajar yang mempunyai kompetensi tenaga pendidik memenuhi syarat KBM (kegiatan belajar mengajar) yang mana sampai saat ini belum bisa dipenuhi oleh tenaga pendidik dari unsur PNS, katanya menimpali.

M. Yusuf juga memaparkan bahwa tenaga pendidik di Pemprov Banten terdiri dari tenaga pendidik ASN dan non-ASN yang berjumlah 14.352 orang. Guru ASN berjumlah 5.627 orang dan non-ASN 8.725 orang. Tentu saja jika masuk ke dalam operasional sekolah, maka beban biaya terbesar terletak pada tenaga pendidik itu.

Bersinggungan dengan itu, mengutip redaksi24.com, diketahui Dindikbud Banten akan mengajukan revisi Pergub Nomor 31 Tahun 2018. Hal tersebut disampaikan Kepala Inspektorat Provinsi Banten Kusmayadi. Kusma menyatakan, rencana perubahan tersebut sudah dikonfirmasi oleh pihak terkait, namun belum menjadi topik pembahasan yang berbeda dengan permasalahan penyaluran dana Bosda tersebut.

Sekiranya Dindikbud Banten berencana untuk mengubah Pergub itu, kami akan tetap mengundang mereka untuk menjelaskan duduk perkara penyaluran Bosda 2020 ini, imbuhnya. Kamis (23/7/2020)

Belum selesai mengusut kejelasan dari program Pendidikan Gratis yang dibuat oleh WH-Andika, mengutip dari medcom.id, pada Pilkada serentak 9 Desember 2020 nanti, paslon Walikota Cilegon nomor urut 1 Ali-Firman turut menjanjikan pendidikan gratis.

Pada Debat Kedua Pemilihan Walikota Cilegon 2020 yang disiarkan Metro TV, Sabtu, 28 November 2020. Ali memaparkan bahwa program unggulan mereka yakni, pendidikan gratis dan biaya buku LKS (Lembar Kerja Siswa) gratis ditunjang Kartu Cilegon Cerdas, beasiswa multi jenjang, serta penguatan sarana prasarana pondok pesantren dan madrasah.

Bagaimanapun itu, siapapun pemimpin selanjutnya diharapkan mampu membawa kesejahteraan masyarakat yang sejati serta menjalankan amanah jabatan dengan penuh rasa tanggung jawab bukan hanya sekedar mencari legitimasi sesaat.

Keadaan kualitas pendidikan di Provinsi Banten yang boleh dikata tertinggal dengan daerah lain memanglah menjadi salah satu urgensi yang perlu segera dibenahi dalam segala kekurangan dan permasalahan yang masih tampak dewasa ini. Mengingat pendidikan juga menjadi investasi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nantinya. Kualitas SDM saat ini sangat penting dipersiapkan dan dikembangkan guna mencetak SDM yang berkualitas dan berdaya saing di masa mendatang hingga terwujudnya masyarakat sejahtera.

Oleh sebab itu, haruslah pemerintah memperhatikan hal ini baik-baik jika memang bercita-cita mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang nantinya akan dipegang oleh generasi muda saat ini. Dengan kebijakan publik yang efektif membangun pendidikan berkualitas, tentu akan menghasilkan pula generasi yang mampu memikul tombak pembangunan negeri ini dengan baik. Dengan begitu pula, tidak akan lagi terdengar kabar anak yang putus sekolah, karena ketidaksanggupan ekonomi.

*Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun