Mohon tunggu...
Vita Priyambada
Vita Priyambada Mohon Tunggu... Administrasi - Literasi

Penulis dan filatelis

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Perusahaan Rokok Bentoel Itu Berawal dari Sini

22 Juli 2018   10:04 Diperbarui: 23 Juli 2018   03:12 4243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jadi orang harus mau melarat dulu, jangan lantas mau kaya saja". Nasihat ini selalu diucapkan sosok Ong Hok Liong dalam menjalankan roda bisnisnya.

Ong Hok Liong dilahirkan di Karang Pacar, Bojonegoro pada 12 Agustus 1893. Ia merupakan anak sulung dari tujuh bersaudara, empat laki-laki dan tiga perempuan, pasangan Ong Hing Tjien dan liem Pian Nio. Berasal dari keluarga Cina Jawa yang tidak pernah tahu tanah leluhurnya, Tiongkok.

Selepas kelas lima sekolah dasar ia sempat membantu gurunya mengajar, tetapi pekerjaan utamanya tetap berdagang tembakau. Menjelang usia 17 ia meninggalkan Bojonegoro menuju Malang dan menetap di Jalan Pecinan Kecil (sekarang Jalan Wiromargo).

Di rumah itu sekitar tahun 1930 bersama salah seorang tetangganya, Tjoa Sioe Bian, Ong mengawali bisnis rokoknya setelah sebelumnya sempat berdagang beras. Ia mendirikan Strootjesfabriek Ong Hok Liong yang kemudian menjadi Hien A kongsie, cikal bakal P.T. Bentoel yang bertahan lebih dari 60 tahun sebagai salah satu dari lima perusahaan rokok terbesar di Indonesia.

Tempat tinggalnya merangkap sebagai pabrik. Dua ruang utama dijadikan kantor dan tempat tinggal di bagian depan. Gudang berada di belakang merangkap rang pelintingan rokok klobot. Modal awalnya diperoleh dari menggadaikan perhiasan istrinya, Liem kiem kwie Nio, yang juga menjadi penggerak utama perusahaan keluarga pada awalnya. Saat itu Ong memiliki tujuh orang karyawan yang semua masih punya hubungan keluarga. Dari pihak Ong, dua orang karyawannya adalah adiknya sendiri yaitu Ong Hok Pa dan Ong Hok bing.

Pada awalnya rokok-rokok yang diproduksi mempunyai merk Burung, Kendang, Klabang, Turki, dan Djeruk Manis. Sampai 1935 rokok-rokok yang diproduksi tidak berkembang walaupun merknya sudah diganti berkali-kali. Hal ini terjadi karena malaise ekonomi yang melanda dunia pada saat itu, sehingga Ong pergi ke Gunung Kawi dan melakukan ziarah ke makam Mbah Djunggo sampai akhirnya merk rokok diganti menjadi Bentoel.

Ada yang mengatakan Bentoel bersumber dari mimpi Ong waktu ziarah ke Gunung Kawi. Ia mimpi bertemu dengan penjual bentul. Menurut Mariani Samsi, putri Ong yang sering ikut orang tuanya ziarah, Bentoel diambil lewat semedi yang panjang. Ong melihat banyak penjual bentul yang memakai pikulan berbondong-bondong.

Masuknya Jepang ke Indonesia tahun 1942 sempat menghentikan kegiatan produksi. Ong mengungsi ke Gunung Kawi. Selama dalam pengungsian tak ada yang mengambil alih kendali perusahaan. Ketika Jepang mundur rokok Bentoel tetap popular.

Antara 1945-1946 ada pegawai khusus yang memasarkan rokok sampai ke Pandaan. Ada penjual khusus yang menawarkan dari rumah ke rumah mengendarai sepeda atau jalan kaki. Penyaluran ke warung-warung dilakukan dengan gerobak.

Pabrik tetap beroperasi walaupun Agresi Militer Belanda iI tahun 1947 meletus. Tenaga kerja diambil dari tenaga-tenaga gerilya yang sedang menggalang kekuatan di Kesamben. Sebagai imbalannya Ong memasok makanan dan rokok.

Saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948 Ong ikut aktifmembantu kaum republiekken menyembunyikan gerilyawan di dalam pabrik. Ia juga mengirim 'besek Bentoel' berisi rokok dan uang ke kantong republic di sekitar Jawa Timur sampai front di Jakarta.

Perkembangan perusahaan

Tahun 1948 perusahaan berubah menjadi CV Ong Hok Liong dengan buruh sebanyak 100 orang. Kantor cabang didirikan di Tulungangung. Pabrik diperluas ke kawasan Bareng Lonceng. Usai perang pabrik dikembangkan lagi ke Kasin di lokasi bekas pabrik semen. Tahun 1950 bentuk perusahaan berubah menjadi NV Bentoel dengan karyawan 3000 orang.

Pabrik rokok di Blitar dibeli tahun 1956 dari pabrik rokok Orong-orong milik Liem Ting Tjoan. Pada awalnya pabrik ini berfungsi sebagai pelaksana produksi saja dengan perencanaan dari kantor pusat. Bahan baku tembakau dan saus dikirim dari Malang dengan produksi rokok Bentoel Rawit, special, Tresno, dan rokok klobot.

Lambang dan papan nama (dok. pribadi)
Lambang dan papan nama (dok. pribadi)
Tahun 1979 kantor cabang Blitar menjadi kantor pemasaran untuk wilayah Treanggalek, Blitar, dan Tulungagung. Tahun 1985 pabrik terpaksa ditutup dan hanya berfungsi sebagai kantor perwakilan untuk menangani pemasaran di wilayah sekitarnya, sebagai gudang tembakau dan mess karyawan. Saat ini pabrik masih berdiri sesuai aslinya.

Pembelian percetakan milik pabrik rokok Amiseta 1956 yangg saat itu masih menggunakan handpress menjadi langkah awal diverifikasi. Empat tahun kemudian P.T. Bentoel membeli mesin cetak untuk pembuatan kardus rokok.

Modernisasi industri rokok kretek dengan Sigaret Kretek Mesin tahun 1968 dipelopori Bentoel. Tapi sebenarnya tahun 1951 Ong sudah memasang mesin perajang cengkeh.. pembuatan rokok dengan tangan masih berlanjut dengan produksi Sigaret Kretek Tangan. Cara ini dipakai bukan hanya untuk rokok klobot dan kretek tanpa filter tapi juga Bentoel Kuta dan Bali yang khusus diekspor ke Amerika sejak 1964.

Langkah penggabungan beberapa perusahaan percetakan P.T. Subur Aman, P.T. Amiseta, dan percetakan Bentoel menjadi divisi grafika P.T. bentoel dengan proses cetak rotogravure dan offset. Puncaknya dengan mendirikan pabrik kertas P.T. Ayu Wangi tahun 1994. pada tahun itu jumlah karyawan 12.000 orang dengan pabrik seluas 25Ha di Karanglo dengan kapasitas produksi 60 juta batang per hari. Sebelum dikelola Rajawali Group pada akhir 1991, pemimpin perusahaan adalah Suharyo Adiasmito, putra sulung Ong Hok bian, salah seorang adik Ong.

Tahun 1963 Ong mendirikan sebuah komplek sekolah dari Tk, SD, SMP, dan SMA di Bojonegoro. Usaha ini dilanjutkan dengan mendirikan dua perpustakaan Bentoel di Jalan Susanto dan Jalan Halmahera. Tahun 1964 perusahaan membangun Kafetaria Student center Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang.

Ong Hok Liog yang mempunyai prinsip hidup 'becik ketitik, ala kentara' yang artinya baik atau buruk akhirnya diketahui juga, semasa hidupnya dikenal sebagai seorang pekerja keras dan perokok. Wafat 26 April 1967 karena sakit lever.

Saus rahasia dapur perusahaan rokok Bentoel

Bahan baku rokok yang utama adalah tembakau, cengkeh, dan saus. Resepnya ada pada bahan saus Havana, pisang ambon, dan alcohol yang pembuatannya dikerjakan sendiri oleh Ong Hok Liong. Ramuan ini kemudian dimasukkan ke dalam panic lalu diaduk dengan centong (sendok kayu). Setelah rata dituang ke dalam botol.

Replika alat perajang cengkeng (dok. pribadi)
Replika alat perajang cengkeng (dok. pribadi)
Saus dicampur rajangan tembakau dan cengkeh yang diaduk dengan tangan dan ditempatkan di tempeh (nyiru). Awalnya pengadukan dilakukan oleh Ong Hok Bing, Ong Hok Pa dan Tjoa Sik Hok yang bertugas ngopyok bako (mencampur saus tembakau). Wadahnya dari ember, panic, dan bak mandi bayiyang terbuat dari kaleng seng.

Dulu semua dilakukan dengan tangan. Cengkeh direndam semalam supaya mengembang. Setelah kering, dirajang dengan bendo 9pisau besar), dan dicampur dengan tembakau. Adonan ini lalu dilengser (ditempatkan di papan kayu) siap untuk dilinting dalam kertas Ambri dari Amerika. Batangan rokok dikumpulkan, ditimbang berat dan kepadatannya, kemudian dikemas dan diberi pita cukai lalu dipasarkan dalam ukuran bal.

Dari rumah-pabrik menjadi museum

Dulu, panjang jalan di depan rumah yang kini menjadi museum hanya 300 meter, dikenal dengan Pecinan Kecil, karena banyak pedagang Cina membuka usaha di kawasan ini. Meskipun sudah lima tahun tinggal di Malang, baru sekitar tahun 1920 Ong menyewa rumah di Jalan Wiromargo 32. Tahun 1925 rumah itu baru dibeli, saat itu atapnya dari seng dan dinding papan.

Setelah Bentoel berkembang, walikota Malang saat itu --Marwoso-- meminta Ong untuk pindah ke Jalan Ijen 24, namun Ong tidak mau menjual rumah di Pecinan. Di masa tuanya, Ong berpesan agar rumah tidak dibongkar.

Akhir tahun 1970-an rumah Wiromargo dibongkar karena direksi Bentoel ingin membangun gedung kantor bertingkat. Rumah dibangun kembali dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya.

Pada masa awal kebangkitan bentoel, rumah ini tidak mempunyai jarak dari jalan, persis berada di tepi jalan dengan luas 400 meter persegi. Setelah dibongkar rumah dibangun kembali dengan jarak 8m dari tepi jalan sebagai antisiapsi bila ada pelebaran jalan kelak. Meskipun rancangan dan gaya rumah dibangun sesuai aslinya letaknya tidak sama dengan aslinya.

Saksi bisu Bentoel

Museum sejarah bentoel letaknya sangat dekat dengan Pasar besar Malang, hanya berjarak sekitar 100m, dan buka pada Senin sampai Jumat pukul 08.00-16.00 dengan waktu istirahat pukul 11.30-13.00.

Setelah mengisi buku tamu, pengunjung dipandu Bapak Djarkasi (61) yang pernah bekerja di P.T. Bentoel antara 1963-2003. Museum ini diresmikan oleh walikotamadya tingkat II Malang, Soesamto pada 25 Nopember 1994.

Memasuki ruang museum, pengunjung seolah-olah diajak melewati lorong waktu menuju masa silam. Panel-panel terpasang di dinding menceritakan perjalanan awal P.T. Bentoel sampai akhirnya dikelola oleh Rajawali Group. Semua tulisan dalam panel diketik dalam dua bahasa, bahasa Indonesia dan Inggris.

Seperangkat kursi dan meja diletakkan di ruang tengah yang diciptakan kembali agar sesuai aslinya. Lemari besar berkaca asli diletakkan tak jauh dari situ. Perabotan yang tidak berhasil dilacak atau tidak dapat dipakai diganti dengan perabotan yang mirip dengan aslinya. Sejumlah reproduksi foto diri Ong Hok Liong, Liem Kiem Kwie Nio, kedua anaknya, Mariani Samsi dan Rudy Ong serta foto keluarga terpasang di dinding.

Radio dan mesin ketik kuno (dok. pribadi)
Radio dan mesin ketik kuno (dok. pribadi)
Ada empat kamar dalam museum ini. Kamar yang berada di kanan depan berisi kulkas kuno merk General Electric, sebuah lemari besi tua, lukisan ukuran besar, dan jam dinding. Seperangkat meja dan telepon kuno, mesin hitung, dan radio diletakkan di pojok ruangan.

Kalender tahun 1962, 1967, dan 1960 memperingati 30 tahun bentoel (1930-1960), iklan-iklan bergambar rokok Bentoel terpajang dalam lemari kaca. Bahan baku rokok kretek dan ramuannya yaitu tembakau krosok, tembakau rajangan, saus, cengkeh, tembakau dan rokok ditempatkan dalam laci panel tembus pandang. Tak ketinggalan botol ramuan pemberi rasa dipajang dalam kamar ini yang terletak di bagian kiri depan.

Replika alat perajang cengkeh dan alat dodolan tembakau ditempatkan di kamar kiri belakang. Di eberanmg ruaang ini yaitu di dalam kamar kanan belakangdiisi dengan seperangkat perabotan bergaya federal milik Ong ketika mendiami rumah di Blitar. Lemari kaca besar dengan meja rias ada di ruang ini. Perabotan dalam ruangan ini hanya separuh yang ditaruh di sini karena luas ruang terbaas.

Di sejumlah panel diletakkan barang-barang yang pernah dipakai. Dandang, teko tembaga, diletakkan di dalam panel pertama. Termasuk kotak penghitung penyaluran tembakau susur eceran dan kartu ceki yang dipakai untuk menghitung jumlah pengambilan tembakau oleh pengecer (sekitar tahun 1930). 

Sempoa, alat hitung yang pernah dipakai perusahaan ini, slide iklan bentoel untuk bioskop (sekitar tahun 1950), benda (mirip cincin cerutu) dengan nama Kendang, Turki dan  Podo Tresno dari masa pra bentoel produksi Ong Liem Kongsie (kurang lebih tahun 1930) semua bisa disaksikan di museum ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun