Mohon tunggu...
Vischa candra suparno
Vischa candra suparno Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi - UIN Jakarta

Mahasiswi - Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Masa Depan Jurnalisme : Adaptasi Terhadap Perkembangan Teknologi

23 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 23 Desember 2024   09:39 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jurnalisme saat ini berada di persimpangan jalan yang menarik, di mana kemajuan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), mengubah cara berita diproduksi dan didistribusikan. Di satu sisi, AI menawarkan efisiensi dan kecepatan dalam proses jurnalistik; di sisi lain, ada kekhawatiran tentang ketergantungan pada teknologi ini. Artikel ini akan membahas bagaimana jurnalis dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi tanpa kehilangan esensi dari profesi mereka. 

Kecerdasan buatan telah mulai digunakan secara luas dalam media industri untuk mengotomatiskan berbagai tugas rutin. Misalnya, AI dapat membantu dalam memproses data, menganalisis tren, dan bahkan menulis artikel berita dasar. Media besar seperti BBC dan The Washington Post telah mengadopsi teknologi ini untuk meningkatkan efisiensi produksi konten. Dengan kemampuan AI untuk menganalisis sejumlah besar data dalam waktu singkat, jurnalis dapat lebih fokus pada tugas yang membutuhkan kreativitas dan analisis mendalam. 

Namun, meskipun AI dapat menghasilkan konten dengan cepat, penting untuk diingat bahwa kualitas dan konteks tetap menjadi tanggung jawab manusia. Jurnalis harus tetap terlibat dalam proses editorial untuk memastikan bahwa informasi yang disajikan akurat dan relevan. Oleh karena itu, AI seharusnya dipandang sebagai mitra yang memperkuat pekerjaan jurnalistik, bukan sebagai pengganti. 

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi jurnalisme di era AI adalah masalah etika. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi seperti deepfake, jurnalis harus lebih waspada terhadap potensi manipulasi informasi. Dalam konteks ini, penting bagi media untuk mengembangkan alat verifikasi yang efektif untuk memastikan bahwa berita yang disampaikan adalah benar dan tidak dimanipulasi. 

Namun demikian, berdasarkan Global AI Index 2023 yang dipublikasikan oleh Tortois Media, Indonesia menduduki peringkat ke-46 dari 62 negara yang diukur berdasarkan kapasitas AI suatu negara terhadap jumlah populasi atau perekonomian suatu negara, serta terhadap perbandingan dengan negara lain. Oxford Insight juga menyusun Government AI Readiness Index 2023, yang memeringkatkan kesiapan 193 negara terhadap kehadiran AI, yang mana Indonesia berada pada peringkat 42 (di bawah Malaysia dan Thailand), dan secara khusus memiliki nilai yang kurang pada pilar kesiapan teknologi. Selain itu, berdasarkan studi yang dipublikasikan oleh US-ASEAN Business Council, Indonesia juga diproyeksikan akan menghadapi kekurangan 9 juta pekerja terampil dan semi-terampil antara tahun 2015 dan 2030.

Di Indonesia, tantangan ini semakin relevan mengingat tingginya tingkat penyebaran informasi palsu melalui media sosial. Jurnalis harus mampu membedakan antara fakta dan hoaks serta memberikan konteks yang tepat kepada audiens mereka. Hal ini menuntut adanya kolaborasi antara jurnalis dan pengembang teknologi untuk menciptakan solusi yang dapat membantu mendeteksi dan memerangi berita palsu.

Di tengah perubahan ini, jurnalis perlu beradaptasi dengan cara baru dalam bekerja. Penggunaan AI tidak hanya meningkatkan efisiensi tetapi juga membuka peluang bagi jurnalis untuk mengeksplorasi format dan gaya baru dalam menyampaikan berita. Misalnya, dengan menggunakan analisis data besar, jurnalis dapat menemukan pola yang mungkin tidak terlihat sebelumnya dan menyajikannya dalam bentuk visualisasi yang menarik bagi pembaca.

Penting bagi jurnalis untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan baru agar tetap relevan di pasar kerja yang semakin kompetitif. Keterampilan dalam menggunakan alat-alat berbasis AI akan menjadi nilai tambah bagi jurnalis masa depan. Namun, mereka juga harus menjaga integritas profesional dengan tidak sepenuhnya bergantung pada teknologi tanpa pengawasan manusia. 

Ketika membandingkan penggunaan AI dalam jurnalisme antara Indonesia dan negara-negara lain, Indonesia juga menghadapi tantangan yang menjadi gap antara negara maju dan negara berkembang dalam pemanfaatan AI, antara lain perbedaan standar dan regulasi antarnegara, masalah kedaulatan dan manajemen data, serta cepatnya laju perkembangan teknologi AI yang sulit dikejar oleh infrastruktur negara berkembang. Untuk itu, Indonesia perlu proaktif dalam berbagai kerangka kerja sama internasional guna menyuarakan tata kelola AI yang efektif, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kepentingan negara-negara berkembang. Sebagaimana disampaikan Menteri Luar Negeri pada Pernyataan Pers Tahunan 8 Januari 2024, kepemimpinan Indonesia di tingkat global dan konsistensi politik luar negeri yang berprinsip telah meningkatkan kepercayaan masyarakat dunia pada Indonesia, serta diplomasi Indonesia akan terus memperjuangkan kepentingan nasional memperkokoh fondasi Visi Indonesia Emas 2045 dan terus berkontribusi bagi dunia. Tantangan ke depan adalah bagaimana diplomasi yang dijalankan oleh Indonesia juga relevan dengan upaya menjembatani kesenjangan dalam pemanfaatan AI dan tata kelola global AI.

terlihat bahwa Indonesia masih berada pada tahap awal adopsi teknologi ini. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, banyak media telah berhasil mengintegrasikan AI ke dalam proses produksi berita mereka secara lebih luas. Sementara itu, di Indonesia, meskipun ada peningkatan minat terhadap penggunaan AI, masih banyak tantangan terkait infrastruktur dan pelatihan sumber daya manusia.

Negara-negara besar juga berupaya untuk mempengaruhi penerapan norma dan standar untuk mengatur dan mengelola AI. Setidaknya terdapat tiga aktor global utama yang berusaha membentuk norma rezim digital, yaitu Tiongkok dengan pendekatan AI Sovereignty, Uni Eropa dengan pendekatan AI Regulation, dan AS dengan pendekatan AI Liberalisation.

Masyarakat Indonesia juga perlu mendidik mengenai perbedaan antara berita yang dihasilkan oleh manusia dan oleh mesin. Pemahaman akan kualitas informasi sangat penting untuk memastikan bahwa masyarakat dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan berita yang mereka konsumsi.

Masa depan jurnalisme akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana industri ini beradaptasi dengan perkembangan teknologi seperti AI. Jurnalis tidak perlu merasa terancam oleh kemajuan ini; sebaliknya, mereka harus melihatnya sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas kerja mereka. Dengan memanfaatkan AI sebagai alat bantu, jurnalis dapat lebih fokus pada aspek kreatif dari pekerjaan mereka sambil tetap mempertahankan tanggung jawab etis. 

Ke depan, kolaborasi antara manusia dan mesin akan menjadi kunci dalam menciptakan jurnalisme yang berkualitas tinggi. Jurnalis harus terus berkomitmen pada prinsip-prinsip dasar jurnalistik—kejujuran, akurasi, dan tanggung jawab sosial—sambil mengambil informasi memanfaatkan teknologi untuk melayani masyarakat dengan yang lebih baik.

Oleh karena itu, masa depan jurnalisme tidak hanya bergantung pada teknologi tetapi juga pada kemampuan manusia untuk beradaptasi dan berinovasi dalam menghadapi tantangan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun