Mohon tunggu...
Visca
Visca Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan arsitektur Universitas Indonesia, yang walaupun sudah tak berprofesi arsitek, tetap selalu suka menikmati segala bentuk arsitektur. Pernah tinggal di Maroko, Belanda, Thailand, dan tentunya Indonesia.

Traveler. Baker. Crafter.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Biksu di Pasar

29 Maret 2019   08:16 Diperbarui: 29 Maret 2019   09:09 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari masih pagi, ketika saya melewati sebuah pasar di Bangkok. Selayaknya pasar, pagi hari adalah saat tersibuk, penjual sudah siap dengan dagangannya dan pembeli sibuk memilih apa yang diperlukannya. Menu-menu sarapan yang dijual biasanya mampu membuat saya untuk mencoba dan akhirnya membeli. 

Walaupun mata selalu tertuju ke makanan, namun ada hal lain yang juga menarik perhatian saya. Di pasar, ada seorang (kadang juga lebih dari satu) biksu yang duduk. Mereka duduk di atas kursi plastik bersandar, di sebelah kanannya ada karung plastik, dii sebelah kirinya ada meja lipat dan didepannya ada hamparab tikar. 

Kadang mereka duduk sendiri dan orang berlalu lalang di depannya. Tapi yang sering saya lihat, orang datang berlutut didepannya sambil memberikan sedekah, dan sang Biksu akan mendoakan orang tersebut.

Di Thailand yang mayoritas beragama Buddha, Biksu sangat dihormati. Setiap pagi dari mulai pukul 5.30, para biksu akan keluar dari kuil dan berjalan di sekitar kuilnya. Rapi membentuk satu barisan, sesuai dengan urutan senioritas (senioritas dalam hal masa baktinya di kuil). 

Dengan berbalut kain berwarna saffron, mereka membawa mangkok besar bertutup. Mereka hanya menghentikan perjalanan mereka apabila ada yang hendak memberikan sedekah. Sedekah ini biasanya berupa nasi beserta lauk pauk, minuman atau bunga lotus. Setelah memberi sedekah, pemberi sedekah akan berlutut dan menerima berkat dari Biksu. Setelah selesai, biksu pun melanjutkan perjalanannya kembali.

Biasanya para pemberi sedekah akan menunggu di depan rumahnya (apabila rumahnya kebetulan dilewati oleh rute jalan Biksu). Atau mereka memberinya kepada Biksu yang ditemuinya di jalan. Ada yang memberikannya setiap hari, ada pula yang memberikannya pada hari-hari khusus, misalnya saat hari-hari suci umat Buddha atau pada saat ulang tahun mereka. 

Makanan yang diberikan kepada Biksu adalah makanan terbaik yang mereka buat, bukan makanan sisa. Tetapi memang khusus dipersiapkan untuk Biksu. Dalam bahasa Thai, tradisi memberikan sedekah kepada Biksu disebut Tak Bat.

Para Biksu tidak masak ataupun bekerja, mereka mendapatkan segala keperluan mereka dari para pemberi sedekah. Bagi para pemberi sedekah, selain mereka memberikan keperluan Biksu, dengan melakukan ini, mereka membalas kebaikan para biksu yang sudah mendedikasikan hidup mereka untuk mengajar orang lain agar berbuat baik dan berbudi luhur.

Para biksu hanya makan dua kali sehari, pagi hari dan siang hari. Selepas siang hari, mereka hanya boleh minum. Mereka makan dari apa yang diberikan. Mereka akan membawa pulang ke kuil apa yang mereka dapat, dan memakannya bersama dengan seluruh anggota biksu yang ada di kuil. 

Karena kadang ada biksu yang tidak bisa keluar dari kuil, misalnya karena sakit. Mereka juga membagikan makanan untuk orang-orang kurang mampu di sekeliling kuil.

Lazimnya, saat melakukan ritual pagi hari keluar kuil, mereka melakukannya dengan berjalan. Namun seperti yang saya lihat, ada juga yang memilih untuk duduk di pasar. Dari yang saya perhatikan, biasanya Biksu yang duduk di pasar adalah Biksu yang sudah tua. Bisa dibayangkan beratnya bagi orang tua untuk berjalan kaki, ditambah lagi mereka juga tidak memakai alas kaki. 

Karena sesuai dengan kepercayaan, tanpa alas kaki akan mendekatkan hubungan dengan bumi dan alam. Usia tua dan kondisi fisik tidak menghalangi mereka melakukan apa yang harus dilakukan. Mereka mencari solusi, dengan memilih duduk di pasar.

blaine-harrington-iii-5c888428bde5755c7e3ac126.jpg
blaine-harrington-iii-5c888428bde5755c7e3ac126.jpg
Mengapa pasar? Karena pasar di pagi hari adalah tempat yang ramai dikunjungi orang. Dengan memilih untuk berdiam di pasar, sang Biksu mendekatkan dirinya kepada banyak orang. Para pemberi sedekah pun terbantu, karena mereka bisa memberikan sedekah kepada Biksu dengan lebih mudah dan pasti. Tidak semua orang bisa melakukan sedekah, karena mungkin rumah mereka tidak terlewati oleh rute jalan biksu. 

Atau mungkin karena aktivitas mereka yang menyebabkan mereka tidak bisa ketemu dengan jadwal jalan keluar Biksu. Juga di pasar, penjual menjual barang-barang keperluan biksu, dari makanan vegetarian sampai dupa dan bunga lotus. Para pemberi sedekah tinggal membeli dan memberikannya kepada Biksu. Praktis.

Juga saya mengerti mengapa di samping tempat duduk biksu, mereka menyediakan karung plastik dan meja lipat. Meja lipat untuk menaruh bunga lotus atau dupa (biar tidak tertindih barang lain kalau ditaruh di karung). Bunga lotus ini akan dibawa dan diletakkan di patung Budhha di kuil nantinya. Sedangkan karung plastik untuk menampung makanan dan minuman. Mudah dibayangkan kalau mangkok yang dibawa oleh Biksu tidak akan cukup untuk menampung semua sedekah.

Biksu hanya akan berada di luar pada pagi hari, karena pukul 8 pagi mereka sudah harus berada kembali di kuil. Setelah itu mereka tidak akan keluar lagi sepanjang sisa hari. Sedekah yang didapat akan dibawa pulang oleh mereka. Karena berat, tidak memungkinkan mereka untuk membawanya sambil berjalan kaki. Biasanya mereka naik ojek, yang memang banyak sekali di Thailand.

Keberadaan Biksu di pasar merupakan contoh bahwa hal pragmatis diperlukan, dan bahwa dengan praktek pragmatis tidak berarti kita menghilangkan nilai-nilai yang ada didalamnya. Ibarat rumput yang lentur mengikuti angin, tetapi tetap mengakar dalam tanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun