Mohon tunggu...
Visca
Visca Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan arsitektur Universitas Indonesia, yang walaupun sudah tak berprofesi arsitek, tetap selalu suka menikmati segala bentuk arsitektur. Pernah tinggal di Maroko, Belanda, Thailand, dan tentunya Indonesia.

Traveler. Baker. Crafter.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pengalaman Hidup Nomaden di Mongolia

1 Maret 2019   10:30 Diperbarui: 4 Maret 2019   04:28 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak kambing ini biasanya anak kambing yang ditelantarkan oleh induknya. Anak kambing ini ditambat di depan ger. Ia selalu ingin masuk ke dalam ger. Sangat ramah dan tidak takut terhadap manusia. Bahkan bila kami menjauh, ia akan berteriak-teriak memanggil. Kami memberinya nama Brownie, sesuai warna bulu coklatnya. Oleh pemandu kami, Brownie disebut "calon kashmir"

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Tak terasa, sudah saatnya makan malam. Makanan yang disiapkan terdiri atas roti, sop, dan buuz (dumpling yang diisi daging). Sederhana namun nikmat.

Apalagi sop hangatnya, pas untuk menghangatkan badan. Walaupun kami pergi pada saat musim panas, suhu pada malam hari bisa turun sampai sekitar 16 derajat celcius. Sisa malam, kami habiskan dengan mengobrol sambil mengamati bintang yang tampat jelas di langit yang tak tersentuh polusi udara.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Keesokan paginya, dini hari, kami dibangunkan untuk memerah susu sapi. Anak sapi akan disuruh menyusu dari induknya, kemudian setelah beberapa saat, dipisahkan. Proses ini untuk memancing keluarnya susu . Kemudian kami diajari cara memerah susu. Susu yang kami perah pagi ini, menjadi susu yang kami minum untuk sarapan kami nanti.

Selesai sarapan, kami mulai berberes barang-barang dan (harus) siap untuk melanjutkan rangkaian perjalanan kami. Sesuai dengan kebiasaan, bila kita berkunjung ke keluarga nomaden, maka kita akan memberikan beberapa barang untuk mereka. 

Kami memilih untuk memberikan makanan, seperti biskuit dan kue kering. Terharu melihat reaksi mereka saat menerima barang sekadarnya dari kami. Mereka sangat menghargai pemberian tersebut.

Sedih juga rasanya saat akan meninggalkan mereka. Saat kami akan pergi, kami didoakan oleh mereka. Mereka juga mengundang kami untuk datang tinggal kembali. Semua begitu tulus, baik dan ramah.

Walau hanya sebentar saja mengalami hidup nomaden, namun banyak hal yang kami dapat pelajari darinya. Saat orang jaman sekarang sedang mendengung-dengungkan hidup minimalis, keluarga nomaden ini sudah melakukannya. Mereka hanya mempunyai sedikit barang, barang yang benar-benar mereka perlukan. 

ak ada budaya konsumtif. Dengan sedikitnya barang yang mereka miliki, mereka hanya memerlukan waktu sekitar 2 jam untuk membongkar tenda dan mengemas barang bila akan pindah ke lokasi lain.

Iklim yang tak mudah, tak membuat mereka mengeluh. Mereka menyikapinya dengan memiliki persiapan yang matang. Persiapan dalam hal berpakaian, dengan menggunakan kashmir yang dibuat dari bulu kambing. Bahan ini salah satu bahan terbaik untuk menghangatkan badan. 

Persiapan dalam hal makanan, dengan menaruh mentega dalam hampir setiap makanan bahkan minuman mereka, untuk menambah kalori yang diperlukan agar dapat bertahan dalam suhu rendah. Tenda yang dibuat berlapis-lapis dari bahan felt yang tebal, ampuh menahan dinginnya cuaca.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Terbiasa memanfaatkan semaksimal mungkin apa yang ada, terutama dari ternak. Daging dengan mudah kita bayangkan, untuk dimasak dan tak heran bila daging menjadi menu utama mereka. Kulit dan bulu dijadikan bahan pakaian, selimut dan bahkan dibuat menjadi tali untuk mengikat struktur tenda mereka. 

Susu dimanfaatkan dengan beragam cara. Mereka mempunyai beragam produk dari susu. Dari langsung meminumnya. Membuat Zöökhii, yaitu semacam cream/mentega. Difermentasi dan dijadikan keju (biyaslag) atau yogurt (tarag). Kotoran ternak dikeringkan dan dipakai sebagai pengganti kayu bakar untuk perapian.

Mensyukuri hal-hal yang oleh kebanyakan orang adalah hal yang biasa. Anak-anak begitu senang dengan "hanya" diberikan biskuit, tak perlu alat gadget atau mainan mahal lainnya. Para wanitanya, senang sekali bila diberikan lipstik ataupun bedak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun