Voluntourism adalah penggabungan antara sukarela (volunteer) dan wisata (tourism) yang sudah dikenal beberapa tahun terakhir ini.
Secara definisi voluntourism sangatlah positif baik pada kegiatannya maupun dampaknya, namun seiring dengan waktu kata voluntourism ini justru berdampak tidak baik pada beberapa kasus, mengapa demikian?
Bila kita membaca artikel-artikel mengenai voluntourism di internet, kita justru lebih banyak menemukan hal yang negatif daripada hal positifnya, apa yang membuat ini terjadi?
Beberapa kasus misalnya mengenai adanya human trafficking yang melibatkan anak-anak pada program orphanage atau panti asuhan kemudian adanya pekerja sukarela yang tidak memiliki keahlian yang cukup bekerja di konstruksi dan hal yang lain ini adalah serupa atau mirip dengan kasus yang baru baru ini terjadi di Indonesia yaitu penyalahgunaan donasi.
Program voluntourism biasanya ditawarkan oleh agen serta pihak-pihak langsung yang sudah melakukan program sukarela di sebuah tempat dengan menawarkan paket wisata yang disertai dengan kerja sukarela yang dapat meliputi bekerja di panti asuhan anak, konstruksi, dan lainnya.
Kedengarannya memang menarik karena dengan berlibur kita juga bisa melakukan kebaikan bagi orang lain, dan bagi yang berjiwa sosial mungkin ditambah dengan bertemu dengan muka muka baru dan menjalin hubungan sosial dengan mereka.
Jika kita membaca berita-berita tadi maka kita mungkin bisa simpulkan bahwa tidak ada yang salah dengan program voluntourism akan tetapi pelaksanaannya yang kurang tepat serta ditambah dengan adanya oknum-oknum yang mempergunakan kesempatan untuk menjalankan agendanya sendiri sehingga keluar dari jalur voluntourism.
Misalnya ada orang yang ikut program voluntourism hanya untuk konten di sosial media, di mana dia memposting foto-foto yang sebenarnya kurang tepat untuk dikonsumsi publik.
Pada dasarnya bila kita ingin melakukan kebaikan, kita tidak perlu pengakuan dari orang atau pihak lain baik itu berupa likes di akun medsos maupun berupa sanjungan di komen, karena kepuasan hati membantu sudah cukup untuk membahagiakan diri kita sendiri.
Selain dari itu, periode waktu yang singkat dinilai oleh banyak pihak tidak akan membawa dampak yang dalam serta bersifat jangka panjang, misalnya apakah waktu 2 minggu cukup untuk mengajarkan para penduduk berbahasa asing yang sebelumnya mereka tidak mengenal sedikit pun?
Ini sebenarnya kembali lagi pada pelaksanaannya atau lebih tepatnya pada pemilihan programnya, kursus bahas secara formil saja memerlukan tahapan, begitu pula yang non formil tidak bisa dilakukan dalam satu periode waktu saja.
Jadi bagaimana agar voluntourism dapat lebih membawa dampak positifnya daripada negatifnya?
Program sebenarnya bisa disesuaikan dengan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat terutama dalam meningkatkan kehidupan mereka, dalam artian yang bersifat jangka panjang dan keberlanjutan misalnya meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan singkat atau memberikan pemahaman akan hidup bersih lingkungan dan sebagainya.
Bagi masyarakat yang tinggal di sebuah destinasi wisata akan sangat memerlukan pengetahuan mengenai bagaimana menjamu tamu dengan benar dan baik sehingga tamu tidak hanya merasa diterima saja tetapi seperti menjadi bagian dari masyarakat.
Pelatihan etika komunikasi akan sangat berguna dalam meningkatkan kemampuan mereka bersosialisasi baik kepada sesama maupun kepada wisatawan yang berkunjung.
Selain dari programnya, penentuan oleh siapa program tersebut dilakukan juga perlu diperhatikan, misalnya bila ada keperluan membangun gedung atau fasilitas pendukung maka undang lah perusahaan atau korporasi dengan program Corporate Voluntourism.
Umumnya perusahaan melakukan outing untuk para karyawannya dalam meningkatkan dan mempererat hubungan antar karyawan dengan melakukan liburan bersama dengan melakukan kegiatan-kegiatan team building dan lainnya, namun menurut pendapat penulis kegiatan outing ini tidak menyentuh secara langsung kehidupan masyarakat disekitar tempat kegiatan outing tersebut.
Manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh kegiatan ini hanya akan terbatas pada beberapa pihak saja seperti pihak penginapan dan penyelenggara (tour operator ataupun travel agent), nah bagaimana jika melakukan kegiatan yang bisa membawa manfaat kepada masyarakat?
Perusahaan konstruksi misalnya bisa melakukan Corporate Voluntourism dengan membantu dalam pembangunan fasilitas, perusahaan media dapat memberikan pelatihan dalam bidang photography dan videography, perbankan dapat memberikan pelatihan dalam membuat proposal kerja sama, juru masak dapat memberikan pelatihan dalam membuat menu makanan yang sehat (healthy food) dan lainnya.
Dengan demikian program dilakukan oleh pihak yang kompeten yang tidak didasari oleh konten ataupun agenda lainnya, pada sisi perusahaan program Corporate Social Responsibility-nya akan semakin meningkat dan meluas cakupannya.
Siapa yang harus menyiapkan program? Siapapun dapat menyiapkan program selama didasari untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat, selain itu para penduduk atau masyarakat pun dapat menyiapkan pula.
Apakah ada individu ataupun perusahaan yang ingin melakukan kegiatan sukarela dengan liburan juga?
Mencari sukarelawan memang tidak sama dengan mencari pelanggan ataupun wisawatan karena pada dasarnya orang melakukan liburan untuk kegiatan yang menyenangkan dan menghibur, adalah sebuah tantangan tersendiri bagi kita untuk dapat meyakinkan pihak pihak.
Kita juga tidak perlu kecil hati menerima banyak penolakan karena semua ini bersifat sukarela, begitu pun niat kita, selama tidak ada agenda lain maka penolakan bukan berarti kemunduran.
Apabila kita berniat menjadi penyelenggara program voluntourism, ada baiknya juga lebih melibatkan penduduk sekitar dimana lokasi kegiatan di lakukan termasuk juga dalam hal administrasi, kita tidak perlu meminta uang muka dahulu kepada peserta, semua dapat dilakukan saat tiba di lokasi.
Keterlibatan penduduk atau masyarakat dalam program ini juga akan mengarahkan kita semua pada apa yang disebut dengan community-based tourism dimana pariwisata dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat.
Dan dengan mengatakan demikian maka arwah dari voluntourism sebenarnya terdapat pada tourism bukan pada volunteering sehingga dalam hal mendefiniskan ulang dari kata voluntourism ini, kita akan lebih berfokus kepada pariwisatanya, untuk itu pula ada baiknya pula bila voluntourism dilakukan di destinasi wisata.
Dengan program voluntourism kita ikut serta dalam mengembangkan destinasi wisata bersama-sama dengan masyarakat, tidak menjadikan mereka penonton melainkan pelaku, dengan memberikan manfaat dalam liburan kita yang pada akhirnya membuat liburan kita lebih berkualitas.
Baik itu perorangan maupun perusahaan, melalui program voluntourism yang tepat akan menempatkan mereka sebagai partner atau mitra masyarakat dalam mengembangkan lingkungan mereka yang berupa destinasi wisata.
Salam Voluntourism.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H