Dalam konteks destinasi wisata makna mainstream disini adalah destinasi yang dapat diterima oleh semua grup/golongan, bukan berarti juga umum atau standar dimana hanya ada hotel dan restoran serta pendukung yang mendasar saja.
Beberapa destinasi wisata yang mainstream ada yang secara khusus membidik wisatawan dengan dasar interest yang umumnya berlokasi terpisah dari kegiatan wisatawan lainnya.
Destinasi wisata pada dasarnya memang membidik sebanyak mungkin wisatawan dari segala golongan/grup, namun pada perkembangannya preferensi dari wisatawan terhadap destinasi untuk liburan mereka selanjutnya kini justru bisa memisahkan wisatawan dari destinasi mainstream.
Preferensi bisa pada banyak hal seperti privasi, adventure, kesehatan, alam dan masih banyak lagi.
Bagi yang memiliki preferensi berbeda dengan wisatawan lain pada umumnya ini akan memberikan pilihan destinasi yang justru tidak mainstream namun lebih kepada destinasi yang dapat memenuhi preferensi mereka.
Jadi bagaimana bentuk destinasi yang tidak mainstream itu ?
Jawabannya juga akan beragam sesuai dengan preferensi yang berbeda beda pula, nah untuk memudahkannya penulis akan menggunakan lawan kata dari mainstream itu sendiri dalam konteks destinasi wisata.
Ada istilah dengan sebutan Offbeat destination yang bermakna berbeda dari yang biasa dalam segala hal namun utamanya berbeda dalam pengalaman yang akan kita dapatkan selama berlibur.
Destinasi seperti ini mungkin akan membuat sulit (tantangan) bagi kita untuk menemukan penginapan sulit dan pilihan homestay menjadi opsi satu satunya, kemudian kegiatannya kebanyakan di alam terbuka jauh dari comfort zone kita namun justru akan memberikan pengalaman dan bahkan hal hal baru yang mungkin dapat mengubah cara pandang kita akan perbedaan dan juga diri kita sendirI dalam menjalani hidup.
Berada di luar comfort zone kita bisa sangat challenging utamanya secara emosional namun dengan kita berada pada zona tersebut untuk beberapa waktu dan tanpa celah untuk keluar maka akan memberikan makna tersendiri dan pelajaran yang berharga kepada diri dan kehidupan kita.
Dari penjabaran tersebut akan tergambar bahwa kegiatannya lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat dan alam terbuka yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat yang berguna.
Dari pemahaman offbeat destination itu kita bisa mendapat gambaran tentang destinasi yang bisa memberikan pengalaman yang sesuai dengan sebuah preferensi dari wisatawan.
Pada offbeat destination, keunikan terletak pada keadaan dan situasi yang memang alami, dalam artian daerah tersebut memang tidak secara khusus menjadi destinasi bagi wisatawan namun dapat memberikan pengalaman berlibur bagi yang menyukai alam dan tantangan kehidupan.
Keunikan yang alami tersebut ada yang dapat dikembangkan pada destinasi dengan mengkhususkan untuk membidik wisatawan dengan preferensi dan interest yang spesifik pula.
Bagi wisatawan yang mencintai alam akan memilihi destinasi yang memiliki keunikan pada masyarakat lokal dalam memperlakukan alam dan sumber daya yang dimiliki, tanpa harus ada beragam pilihan penginapan dan restoran layaknya di destinasi mainstream.
Bagi wisatawan yang suka berada di alam terbuka, destinasi safari akan menjadi salah satu pilihan, tidak hanya pada kegiatannya tapi juga penginapan di alam terbuka dengan tidak ada mall dan tenpat hiburan lannya seperti pada destinasi mainstream.
Bagi wisatawan yang sangat perhatian kepada keehatan dan kebugaran, destinasi dengan konsep Wellness atau Wellbeing yang tidak hanya memanjakan mereka dengan spa dan lainnya tapi juga dalam menu makanan dan minumannya.
Destinasi yang tidak mainstream memang tidak bisa diterima oleh semua grup wisatawan dan hanya menjaring porsinya, namun bukan berarti potensi pemasukkan sedikit pula.
Wisatawan dengan preferensi dan interest khusus justru dari kalangan high dan tidak jarang bahkan ultra high yang bisa satu orang wisatawan dapat membelanjakan sama dengan 10, bahkan lebih, wisatawan pada destinasi mainstream.
Mereka ingin memilih destinasi yang bisa memberikan pengalaman yang tidak hanya berbeda, tapi juga unik yang berdasar pada persepsi mereka sendiri yang di presentasikan melalui preferensi dan interest mereka.
Destinasi seperti ini tidak perlu dikembangkan dengan stempel prioritas yang pada akhirnya mungkin justru akan menciptakan destinasi mainstream kembali, hanya memerlukan konsep yang jelas dan khusus untuk wisatawan pada grup spesifik.
Indonesia dengan pilihan destinasi yang banyak sekali sebenarnya bisa dikembangkan untuk destinasi yang tidak mainstream seperti Taman Nasional Baluran yang cocok untuk wisata safari tapi tidak dikembangkan secara maksimal, Ujung Kulon yang semakin hari semakin jarang terdengar yang juga bisa dikembangkan sebagai destinasi berbasis interest dan preferensi.
Pulau pulau yang tersebar di NKRI ini bisa dikembangkan menjadi private island dan juga resort island dan lainnya dalam daftar panjang dengan melihat potensi yang dimiliki kita.
Mengembangkan destinasi wisata tidak selamanya harus mainstream, dan tidak perlu ragu untuk hanya diterima dari porsi wisatawan secara keseluruhan karena pada dasarnya liburan bukan hanya saja leisure, kesenangan saja tapi pengalaman melalui kegiatan kegiatan selama berlibur.
Kini tidak sedikit wisatawan yang kian menyadari kesehatan dan pentingnya kita lebih menghargai dan melestarikan alam untuk keberlanjutan bagi manusia sebagai penghuninya dengan tidak merusak dan mengusik segala yang ada di alam.
Dan sama pada semua hal dalam kehidupan, semua yang khusus akan memerlukan sesuatu yang khusus pula.
Porsi kecil pada destinasi tidak mainstream tidak bisa diartikan kecil pada sisi potensi pemasukannya bila dilihat dari segmen wisatawannya.
Wisatawan dengan preferensi dan interest khusus dan bahkan ada yang sangat idealis dan kebanyakan terhadap alam dan masyarakat lokal, akan lebih selektif dalam memilih destinasi liburan mereka dimana liburan bagi mereka bukan lagi utamanya pada leisure dan fun namun pada pengalaman yang dapat memberi manfaat untuk mereka dan juga masyarakat dan alam pada destinasi yang mereka kunjungi.
Dan wisatawan pada grup ini tidak melihat jumlah angka tapi justru nilai yang mereka dapat dan berikan kepada destinasinya, dengan begitu uang bukan lagi objek.
Nah cocok kan dengan yang sering terdengar pada pariwisata diseluruh dunia terutama di Indonesia untuk mengembangkan sustainable tourism serta tidak membidik kuantitas tapi kualitas ?.
Kualitas pada pariwisata tidak mengacu pada harga hotel berbintang, restoran dan mall mewah tapi pada nilai yang terdapat di dalamnya baik untuk wisatawannya maupun destinasinya.
Tidak juga harus membangun seperti di film tentang pengembangan destinasi yang mengusik penghuni alamnya seperti dinosaurus misalnya yang akhirnya justru mengusir wisatawan.
Nah dilain sisi bila kita memang memiliki preferensi, interest atau bahkan idealisme terhadap sesuatu, tidak ada salahnya pula memulai menerapkannya pada pilihan destinasi liburan yang sesuai sehingga bisa mendapatkan bahan bakar bagi idealisme kita melalui pengalaman serta manfaat yang sesuai pula dengan preferensi dan interest nya.
Dan dengan berada pada destinasi sesuai itu pula, kita berada di comfort zone kita pula.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H