Mohon tunggu...
Mauraqsha
Mauraqsha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Staff Biasa di Aviasi.com

Penggemar Aviasi namun terjun di Pariwisata, berlayar pilihan pertama untuk liburan, homestay dan farmstay piihan pertama untuk penginapan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Memaknai Diplomasi

3 Februari 2022   21:32 Diperbarui: 3 Februari 2022   21:38 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh mohamed Hassan (pixabay.com)

Kata Diplomasi (diplomacy) berasal penggunaan dua kata dalam bahasa Perancis asal Yunani kuno yaitu diplo yang berarti dilipat menjadi dua dan akhin ma berarti objek menjadi diploma yang penerapannya dulu adalah merujuk pada surat (yang dilipat dua) yang diberikan oleh pangeran pada jaman itu kepada  pemegangnya sebagai  ijin untuk berpergian.

Pada jaman modern, Diplomasi adalah sebuah cara atau metode untuk mempengaruhi sebuah keputusan dan perilaku negara, orang atau pihak lain melalui dialog, negosiasi,  serta tekanan tekanan.


Diplomasi tidak hanya terjadi saat damai saja tapi saat pada penerapan tekanan tekanan seperti terjadi nya perang antara dua sisi setelah usaha usaha dialog dan negosiasi menemukan jalan buntu sebelumnya.


Sehingga diplomasi memang berfungsi untuk mencapai kesepakatan yang biasanya dalam bentuk deklarasi bersama atau perjanjian antar dua atau lebih negara atau pihak, baik dalam keadaan perang atau pertikaian maupun damai.


Perang Dunia II diakhiri oleh persetujuan Jepang terhadap ultimatum yang diberikan oleh beberapa negara seperti Amerika, Inggris dan Tiongkok yang dikenal dengan Postdam Declaration yang melahirkan Perjanjian San Francisco serta Perjanjian Keamanan (Security Treaty yang kemudian menjadi Treaty of Mutual Cooperation and Security) antar kedua negara.


Contoh ini memang menggambarkan kesepakatan setelah penerapan tekanan tekanan dan bahkan penggunaan kekuatan namun untuk mencapai hasil yang baik yaitu ketentraman dunia dengan akhirnya Perang Dunia II.


Pada contoh lain, Presiden Indonesia pertama kita Bapak Ir. Soekarno tidak hanya seorang pemimpin tapi juga seorang diplomat yang handal, ini dibuktikan saat bertemu dengan Presiden AS Kennedy ketika mereka ingin dibebaskannya pilot mereka yang pesawatnya ditembak jatuh oleh pilot kita.

Alhasil dari diplomasi yang dilakukan Presiden Soekarno, kita menjadi negara pertama di luar Amerika sebagai pengguna dan operator dari pesawat angkut Lockheed C130B Hercules.


Kata diplomat memang tidak mereflesikan orang orang yang bekerja pada kedutaan saja, karena makna dari diplomat itu adalah orang yang diutus oleh sebuah negara sebagai pemimpin dalam berdiplomasi dengan negara negara lain atas dan berdasarkan kebijakaan luar negeri (foreign policy) yang telah ditetapkan oleh negara yang mengutusnya.


Seseorang yang menjadi diplomat berarti apa yang dia suarakan dan lakukan adalah untuk mewakili sekaligus menerapkan kebijakan luar negeri negara.


Dengan demikian menjadi seorang yang diutus menjadi pemimpin dalam berdiplomasi oleh sebuah negara dengan negara lain (diplomat) memang harus pandai berkomunikasi dan lebih pentingnya lagi tidak bertindak berdasarkan keahlian akan suatu bidang dan ego individual.


Seseorang yang, mungkin, mengklaim dirinya ahli pada suatu bidang belum tentu bisa menjadi pemimpin berdiplomasi ketika dia lebih mengutamakan keahlian dan bahkan ego pribadinya.


Dilain sisi, seseorang yang, mungkin, tidak ahli dalam bidang pada cakupan diplomasi, dapat lebih melancarkan pencapaian kesepakatan.


Karena apa ? karena orang tersebut berhasil menjalankan sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam hal ini kebijakan luar negeri serta tidak hanya berdasar atas kepentingan satu negara saja tapi juga atas dasar dasar lainnya seperti good neighborhood, peranan negara sebagai anggota komunitas dunia dan lainnya.


Sehingga apa yang menjadi hasil dari dialog dan negosiasi pada proses diplomasi tersebut merupakan kesepakatan yang berdasar banyak hal, tidak hanya berdasar pada satu hal atau bidang yang menjadi isu diplomasi tersebut.


Menjadi pemimpin dalam berdiplomasi adalah tugas yang membanggakan karena mewakili negaranya, dia tidak harus seorang Presiden atau bahkan menteri atau setingkatnya serta bukan juga seseorang yang ahli pada bidang pada cakupan diplomasi tersebut, namun lebih kepada membantu negara dalam mencapai kesepakatan dengan negara lain dengan dasar dasar yang telah ditetapkan serta dengan melihat kepentingan yang lebih utama seperti keharmonisan hubungan antar negara dan peranan negara sebagai anggota komunitas dunia.

Dilain sisi, bukan sesuatu yang sulit untuk dipahami ketika setelah perjanjian atau kerjasama ditandatangani oleh kedua negara, banyak pro dan kontra dengan masing masing pandangannya serta ada yang masih berdiri tegak dan  yang jelas dan pasti berdasarkan keahlian mereka pada bidang dalam kerjasama tersebut serta terkadang hingga berapi api menggambarkan ego individu.


Tapi kta juga tidak menutup mata dan telinga pada pandangan pandangan yang lebih netral, dan bahkan berdasar pandangan pribadi sekaligus sebagai penduduk dunia, tidak hanya sebagai penduduk negara.


Tidak ada salahnya memang itu, namun tidak ada salahnya pula jika kita selalu melihat setiap hal  dari perspektif yang berbeda, mencoba untuk keluar dari box kita dan melihat sesuatu dari yang lebih utama, jauh lebih penting.


Itulah diplomasi, sesuatu yang mungkin sulit dipahami daripada mendefinisikan arti dari diplomasi itu sendiri.


Diplomasi memang juga memerlukan keahlian namun bukan keahlian pada bidang yang tercakup, namun pada keahlian untuk mempengaruhi pihak lain dalam mengambil keputusannya serta bertindak, sesuai dengan definisi dari diplomasi itu sendiri.


Memang tidak mudah menjadi pemimpin termasuk memimpin diplomasi, namun untuk memahami benar apa itu diplomasi, tidak dibutuhkan keahlian pada suatu bidang, hanya memerlukan perubahan cara kita memandang hal tersebut dengan ke- legowo-an serta membuang jauh jauh ego individual dengan menempatkannya diatas  ego nya.

Memang sulit tapi bukan mustahil.


Paling tidak inilah cara penulis yang mungkin masih  kerap mengklaim dirinya ahli di bidang pariwisata dan lupa bahwa dunia ini tidak sedaun kelor serta lupa akan keberadaannya sebagai anggota dari komunitas yaitu negara.


Sebuah ilmu tambahan yang tidak hanya saja bermanfaat bagi penulis tapi juga menjadikan penulis ingin menjadi anggota komunitas yang lebih baik lagi dengan melihat setiap hal dari luar box.

Referensi

Satu Dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun