Mohon tunggu...
Virni YasmaVara
Virni YasmaVara Mohon Tunggu... Lainnya - Warga sipil

Perempuan muda yang ingin membawa kedua orang tuanya ke tanah suci Mekkah dan Madinah. Dan meraih mimpi-mimpi kecilnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Continued Stories: The Winds of War Sounded In The New Era | Chapter 4

18 Oktober 2024   01:00 Diperbarui: 18 Oktober 2024   01:02 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bab 4

Mendengar itu mereka bertiga pun saling pandang kemudian saling menunjukkan senyum menakutkan. 

"Baik, sudah diputuskan. Kita akan pergi ke tempat itu sore ini, " Sahut Daniart kemudian. Mereka bertiga pun menanggapinya dengan semangat. Sambil melanjutkan langkah mereka ke ruang kelas, tetiba saja Seila teringat sesuatu "Oh ya, karena sepertinya sore nanti akan menjadi cukup panjang. Bukankah akan lebih baik kita memesan beberapa makanan? " Bola mata yang cantik itu. Seolah terlihat semakin bulat sinambi memutarnya ke arah Tiara dan Daniart. 

Menepuk tengah kepalanya, Tiara mengangguk dan mengatakan, "Baik, kenapa harus bingung soal itu. Ketika kita memiliki aset paling berharga dari restoran bintang lima di Kota ini, " Memasukkan kedua tangan ke dalam saku rok nya, ia pun melanjutkan, "Bukankah begitu Daniart," Senyum kejam pun mengakhiri kalimatnya. 

Mendengar itu Daniart hanya menghela nafas besar. Lain hal dengan Seila, tawanya bahkan pecah kala mendengar itu. Setelah berjalan cukup lama, akhirnya mereka sampai di ruang kelas I-V, memakan waktu cukup lama karena ruang kelas ini ada di sudut halaman sekolah. 

Tak lama setelah mereka bertiga duduk di meja masing-masing, dan meletakkan ransel. Guru pengajar pun memasuki kelas. Sungguh kabar yang buruk, di tengah fenomena pagi ini. Mereka bahkan mendapatkan mata pelajaran sejarah di pagi hari. Dengan guru pengajar Pak Santoso, yang sangat senang menjelaskan materi dengan panjang kali lebar kali tinggi. Membuat Daniart hanya menguap dan berakhir tenggelam dalam lautan mimpinya. Lain hal dengan Tiara, anak ini selalu terlihat bersemangat kala berada di mata pelajaran sejarah, namun tidak dengan pagi ini. Tatapan nya begitu serius, bahkan terlalu serius sehingga lalat yang mengitarinya pun yakin tidak ada satu pun materi yang masuk ke dalam otaknya. Melihat tingkah mereka berdua Seila hanya bisa menghembuskan nafas berat sinambi menggelengkan kepala. Namun itu tak berlangsung lama, di tengah-tengah materi yang disampaikan Pak Santoso. Beliau pun mulai mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Akhirnya hal itu pun tiba, pertunjukan dimulai. Saat itu Pak Santoso menangkap basah Daniart yang sedang merajut mimpi-mimpi indahnya di atas meja. Sedikit mengendorkan kacamata yang bertengger di hidungnya, Pak Santoso pun mulai berteriak. "Daniart!!!–" Mendengar itu membuat Daniart tersentak dari tidur nyamannya, "–Pergi keluar kelas dan Cari Master Konseling. Jangan kembali ke kelas sebelum kamu dapatkan tanda tangan dari Master Konseling! " Perintah Pak Santoso tegas pada Daniart. Menegakkan kembali kacamata yang bertengger di hidungnya, kemudian ia menyambung kalimat nya, "Ada lagi yang ingin sepertinya? " Berdehem sejenak kemudian Pak Santoso pun melanjutkan, "Baiklah anak-anak kita lanjutkan materi pagi ini, "

____

Di luar kelas, terlihat bocah berkulit putih dengan sepasang bola mata hitam bercorak almond eyes. Di tambah dengan seragam berantakan, serta rambut yang acak-acakan. Tak heran rasanya siswa laki-laki ini sangat menarik perhatian dimana pun ia melangkah. Tak sedikit pula orang yang sejenak menghentikan rutinitasnya kala ia melangkah lebih dekat. Berbanding terbalik dengan antusiasme para penonton di sekitarnya. Menghiraukan setiap mata yang menatapnya, dengan malas ia terus melangkah enggan menuju ruang Konseling. Tak lama kemudian, siswa itu akhirnya sampai di depan pintu ruang Konseling. Mengangkat tangan kanannya hendak mengetuk pintu, siswa itu pun mengurungkan niatnya. Menelan ludah, kemudian ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Mengumpulkan niat, akhirnya ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu itu. 

Tok-Tok. 

Dari dalam ruangan terdengar sebuah suara Wanita yang cukup berat dan tegas namun juga cukup lembut, "Masuk! " Mendengar perintah itu siswa itupun mulai membuka pintu, dengan menelan ludah ia melangkah masuk. Mendongakkan kepalanya, sepasang mata almond itu mendapati seorang Wanita yang tak lagi muda, namun tubuhnya masih sebagus remaja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun