Mohon tunggu...
Virna
Virna Mohon Tunggu... Lainnya - Explorer

Menulis tema random sesuai arah isi pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hidup Tak Selalu Indah, tetapi Menjadi Lulusan Universitas Top Sudah Prestasi

9 Maret 2024   11:45 Diperbarui: 10 Maret 2024   21:44 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Frantisek Krejci from Pixabay

Menyandang status sebagai lulusan dari universitas terkemuka menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Namun, beban yang dipikul pasca-lulus kuliah juga tidaklah mudah.

Mayoritas orang akan berpikir kalau berhasil masuk ke kampus bagus pasti masa depannya sudah terjamin dengan jelas. Setidaknya pemikiran itu juga yang saya yakini ketika masa menentukan mau kuliah dulu. Impiannya bisa dapat tawaran pekerjaan yang beragam ketika berhasil lulus dari kampus top.

Namun, faktanya tidak berjalan mulus seperti apa yang diimpikan. Bukan kenyataan yang salah, tapi ekspektasi diri sendiri yang tidak siap dengan berbagai kemungkinan yang akan menjadi masalah.

Pemikiran yang Keliru saat Masa Kecil

Petuah yang akrab didengar tentang pola pikir yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua yaitu "sekolah yang pintar supaya jadi orang sukses". Nasihat yang baik, tetapi berpotensi multitafsir apalagi bagi pemikiran anak yang tidak bisa disamaratakan. Kemungkinan pertama ya benar anak makin rajin belajarnya.

Namun, ada kemungkinan lain yaitu semakin malas karena melihat dan mendengar cerita dari orang lain yang sekolah tinggi tapi ya gak sukses. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan adanya kesalahpahaman anak dalam memaknai sekolah dengan parameter nilai semata. 

Terlalu Ambisius juga Tidak Bagus

Sifat ambisius dalam menjalani kehidupan memang diperlukan. Tapi, terlalu berlebihan terhadap suatu hal juga bukanlah keadaan yang ideal. Kembali ke pembahasan awal soal ambisius dalam dunia pendidikan. Sebagian orang ada yang pernah berada pada situasi terlalu berlebihan dalam mengejar prestasi di sekolah.

Sekilas, mungkin kedengarannya keren ya karena terkesan rajin gitu. Trus salahnya dimana? Bukan di poin rajin belajarnya yang salah, tapi terlalu fokus belajar sampai lupa esensi pendidikan yang sesungguhnya itu yang keliru.

Parahnya kalau ada orang yang membawa sifat over ambisius itu sampai ke dunia kuliah dan after kuliah. Pola pikirnya menjadi terbatas untuk mengejar pelajaran biar pintar dapat prestasi bagus. Tapi, bingung kalau ditanya rencananya selanjutnya. Bisa jadi pola pikir sejak kecil yang menganggap sekolah hanya untuk mengejar nilai bagus ini terbawa seterusnya. Saat memasuki dunia nyata adanya hanya kecewa.

Padahal dunia sekolah dan kuliah tidak hanya soal pelajaran di kelas semata. Ada banyak kegiatan positif yang bisa dieksplorasi buat pengembangan diri. Sembari mempersiapkan bekal ilmu untuk masa depan, pengalaman yang didapat juga membantu membentuk mental yang siap diterjang ombak.

Usaha Penting, Hasil Mengikuti

Selalu berupaya yang terbaik wajib hukumnya untuk dilakukan dalam segala bidang kehidupan. Dalam konteks pelajar dan mahasiswa, memaksimalkan usaha menimba ilmu di kelas dan luar kelas sangat baik untuk dilakukan. Tidak semua orang memperoleh kesempatan untuk mengenyam dunia pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Itu sudah suatu pencapaian. Lebih beruntung lagi bagi orang yang berhasil menempuh kuliah di kampus terbaik. Kondisi yang patut disyukuri.

Kenyataan hidup yang tak selamanya indah akan mulai dirasakan saat memasuki tahun terakhir kuliah. Teman satu angkatan yang bersama-sama berjuang masuk kuliah akan lulus tidak bersamaan. Tidak semua orang akan mengalami fase hidup yang berjalan mulus.

Dengan segala macam kemungkinan kondisi, kisah menuju sarjana yang terjal bisa terjadi. Untuk bisa menjalani kehidupan kampus dengan baik mulai dari masuk sampai lulus sudah menjadi bagian perjuangan hidup yang tidak mudah.

Namun, nyatanya hidup tidak berhenti di saat wisuda digelar di kampus. Dunia yang keras akan menjadi kenyataan yang mau tidak mau harus dihadapi. Harapan untuk langsung mendapat banyak tawaran pekerjaan nyatanya tidak terjadi. Mungkin ada yang langsung direkrut juga sih, setidaknya kenyataan yang aku dan teman-temanku hadapi seperti itu. Sempat terbesit pertanyaan apa yang salah padahal kami beruntung berkuliah di kampus top. Mungkin ada yang merasa relate juga dengan kondisi ini. Semangat yaa! Percayalah hidupmu akan baik-baik saja.

Perlunya Support System yang Baik

Yang sering terjadi yaitu tekanan lingkungan yang luar biasa. Lingkungan di sini maksudnya internal dan ektsernal ya. Lulus dari kampus top atas meninggalkan pemikiran aneh bagi orang awam kalau gak dapet kerja. Aku pribadi mengalaminya. Tak jarang komentar-komentar yang kurang enak didengar terlontar dari orang-orang itu.

Di saat pikiran pribadi sedang morat marit ditambah omongan menyebalkan kayak gitu sudah pasti menambah beban hidup. Belum lagi kalau lagi-lagi dibanding-bandingkan sama orang sepantaran yang beda kampus bahkan parahnya kalau parameternya gak jelas. Bayangin aja kalau anak lulusan kedokteran dibandingin sama anak lulusan teknik. Ya jelas nasibnya bakal beda.

Apa yang diperlukan kalau sudah kayak gini? support system yang baik adalah kuncinya. Harapan terakhir adalah keluarga yang mau menerima orang yang belum jelas statusnya. Makanya kalau punya keluarga yang masih mau menerima tanpa menghancurkan mental kita setelah lepas status mahasiswa termasuk bagian yang wajib disyukuri.

Tidak semua punya keluarga yang bisa menenangkan segala pikiran yang ada di otak. Tak jarang, keluarga ikut-ikutan menghakimi. Ibaratnya udah hancur makin hancur lagi gak punya siapa-siapa selain diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun