Dalam sejarah mencapai Indonesia Merdeka, wartawan Indonesia tercatat sebagai patriot bangsa bersama para perintis pergerakan di berbagai pelosok tanah air yang berjuang untuk menghapus penjajahan (Khotimah, 2024). Dimasa pergerakan, wartawan bahkan menyandang dua peran sekaligus yaitu sebagai aktivis pers yang dimana para wartawan melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional dan sebagai aktivis politik yang melibatkan dirinya secara langsung dalam kegiatan membangun perlawanan rakyat terhadap penjajahan (Efendi, 2020). Kedua peran tersebut tak luput dari keinginan mewujudkan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia memperoleh wadah yang berlingkup nasional pada tanggal 9 Februari 1946 di Surakarta dengan terbentuknya organisasi atau perkumpulan para wartawan pertama di Indonesia yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), kelahirannya PWI ditengah kancah perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman kembalinya penjajahan, yang melambangkan kebersamaan dan kesatuan wartawan Indonesia dalam tekad dan semangat patriotiknya untuk membela kedaulatan, kehormatan serta integritas bangsa dan negara. Lahirnya PWI pun atas dasar ingin membentuk dan menjadikan para wartawan Indonesia yang tangguh untuk tampil sebagai ujung tombak perjuangan Indonesia dalam memberitakan dan menentang kembalinya kolonialisme dan negara lain yang ingin meruntuhkan Negara Republik Indonesia. Pada akhirnya PWI dibentuk sebagai wadah untuk para wartawan Indonesia untuk memperjuangkan bangsa melalui media dan tulisan.
Dibalai pertemuan "Sono Suko" di Solo pada tanggal 9-10 Februari para wartawan dari seluruh Indonesia berkumpul dan dari hasil pertemuan tersebut menghasilkan organisasi PWI ini telah dibentuk dan disetujui secara resmi yang diketuai oleh Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekertaris Sudarjo Tjokrosisworo. Adapun dibentuk komisi nya yang beranggotakan
- Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakjat, Jakarta)
- B.M Diah (Merdeka, Jakarta)
- Abdul Rachmat Nasution (Kantor Berita Antara, Jakarta)
- Ronggodanukusumo (Suara Rakjat, Modjokerto)
- Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya)
- Bambang Suprapto (Penghela Rakjat, Magelang)
- Sudjono (Berdjuang, Malang)
- Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakjat, Yogyakarta).
 Kemudian PWI tersebar diberbagai pelosok daerah Indonesia, saat itu Banten masih masuk ke wilayah Provinsi Jawa Barat.
Menurunnya SDM Wartawan di Banten
Setelah pecahnya peristiwa G30SPKI tahun 1965, Indonesia mengalami goncangan atau masalah internal yang membuat kekuasaan Presiden Republik Indonesia Pertama yaitu Soekarno (Orde Lama) jatuh dan digantikan oleh Soeharto (Orde Baru). Begitu naik ke tampuk kekuasaan di awal pemberontakan 1 Oktober 1965, Soeharto dan 'Orde Baru' yang ia proklamirkan sendiri langsung membelenggu surat kabar -- surat kabar yang ada di Indonesia (Hill, 2011). Dalam upaya pemberantasan yang tak ada tandingannya di Negara ini, nyaris sepertiga dari seluruh surat kabar ditutup. Di saat orde baru mendekati usia ketiga puluh, Negara ini pun menghadapi tantangan terbesarnya sejak pertama kali menerapkan kebijakan pers yang ketat.
      Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Bandung Koordinatorat Wilayah 1 Banten sejak awal tahun 1980 mengalami penurunan Pemuda Banten dikarenakan kebijakan yang dilakukan pada masa Orde Baru yang ketat, surat kabar harian pun yang harusnya menjadi suatu pekerjaan bagi para pemuda yang gemar menulis dan memberitakan yang harusnya diberitakan tentang keadaan Negara saat ini dibekukan begitu saja serta banyak pemberantasan orang-orang golongan kiri (PKI) yang diburu oleh pemerintahan orde baru. PWI dan SPS dibersihkan dari unsur-unsur PKI dan sekutunya. Wartawan-wartawan yang dipecat berjumnlah lebih dari 300 orang. Melalui pidato Wakil Gubernur Jawa Barat Ir. Suhud Wp pada acara Pembukaan Konkerda I di TC Cilegon yang menyatakan bahwa wartawan di Jawa Barat baru sekitar 200 orang, yang berarti tidak 10 % nya juga dari seluruh penduduk Jawa Barat. Banten ketika itu baru sekitar 20 orang wartawan yang beroperasi di 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Tangerang, Serang, Lebak dan Pandeglang. Ketua Koordinatorat PWI Wilayah Banten yaitu AM Sarbini Suharta menyatakan dalam perkembangannya Wilayah Banten tidak harus disetir oleh pihak lain, tetapi pemuda Banten harus menentukan nasib nya sendiri.
      Sejalan dengan kemajuan Pembangunan di Banten dewasa ini para wartawan muda dalam menggantikan generasi tua yang berangsur-angsur mengendur karena usia perlu fisik dan mental yang sejajar didalam mengubah masyarakat statis menjadi dinamis. Dalam perkembangannya pemuda Banten dan dalam pengabdiannya kepada Nusa, Bangsa dan Agama, tak perlu rapuh karena hujan dan jangan renggang karena panas tapi harus terus tibgkatkan diri sesuai dengan profesi kewartawanannya itu. PWI awal tahun 1980 berhasil mengkader 14 pemuda Banten untuk menjadi koresponden surat kabar dan majalah Ibu Kota dan daerah yang telah mempunyai tanda pengenal yang sah dari masing-masing surat kabarnya itu. Atas keberhasilannya dalam mengkader 14 Pemuda Banten, PWI cabang Banten membangun Gedung Baru PWI di Banten yang berukuran 10 x 6 M. (Harian Umum Berita Yudha, 1981).
Pembentukan PWI Serang 1986
      Dengan keberhasilan dalam mengkader 14 Pemuda Banten. Semua pihak di Kabupaten Serang maupun Pandeglang dan Lebak menyambut baik dan positif atas terbentuk satu-satunya wadah Wartawan yaitu PWI. Kabupaten Serang yang berhasil memiliki 20 orang Wartawan dan telah mempunyai sebuah gedung Balai Wartawan yang cukup permanen dan megah yang terletak di tengah-tengah jantung Kota Serang menjadi suatu kebanggaan masyarakat dan para wartawan nya itu sendiri. Sedangkan jumlah wartawan di Kabupaten Pandeglang dan Lebak hanya 17 orang. Atas dasar ini pengurus PWI Cabang Jawa Barat yang dipimpin langsung oleh ketuanya yaitu Drs. H. Yayat Hendayana dan didampingi sekretarisnya Dudung baru-baru ini telah turun ke wilayah Banten untuk melakukan penertiban, pendataan dan sekaligus pembentukan pengurus PWI Perwakilan persiapan Kabupaten Serang.
      Dimaksudkan perlu dibentuk PWI Perwakilan di daerah-daerah Kabupaten yang sudah memenuhi syarat itu, merupakan tangan dan program PWI Jawa Barat dalam upaya melakukan penertiban, persatuan serta meningkatkan partisipasi para wartawan dalam mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan menurut profesi dan kemampuannya masing-masing. Sehubungan terbentuknya pengurus PWI di Serang, Bupati Serang H. Cakra Sumarna menyambut baik serta gembira, karena berarti wartawan di daerahnya sudah memiliki wadah persatuan dan kesatuannya. Disamping itu Bupati bersedia di kritik oleh Pers, tapi tulisan Control Social itu harus objektif, konstruktif, benar, tidak keliru, dan tidak menjadi suatu futnah yang disebar-sebarkan. Kemudian Bupati Pandeglang yaitu Drs. H. Suyaman mengharapkan agar solidaritas sesama wartawan di tingkatkan dan senantiasa mencerminkan mental dan akhlak yang baik. (Harian Umum Berita Yudha, 1986).
      Banyak harapan yang dihaturkan agar PWI Cabang Serang ini senantiasa terus menjadi wadah bagi para wartawan terkhusus di wilayah Banten. Sejumlah 40 orang Mahasiswa Serang pun turut berbondong-bondong mengadakan audensi dengan PWI Persiapan Perwakilan Serang. Para Mahasiswa yang mengadakan audensi dengan PWI terutama yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan lembaga Pers Mahasiswa Islam cabang Serang yang dimpimp[in oleh H. Moh. Uwes Kurniallah dan Hafadoh. Para Mahasiswa ini terdiri dari unsur Perguruan IAIN Sunan Gunung Jati, STIA Maulana Yusuf, AIQ dan Universitas Tirtayasa Serang. Audensi tersebut dimaksudkan sebagai upaya mendekatkan diri dengan PWI sebagai wadah persatuan profesi Pers, karena PWI adalah milik masyarakat, maka mahasiswa yang merupakan bagian dari masyarakat ingin melibatkan diri dalam bersama-sama mengamalkan serta memasyarakatkan Pers Pancasila, Pers Perjuangan, dan Pembangunan.
      Audensi para mahasiswa dengan PWI diterima oleh Wakil Ketua PWI A.M. Sarbini Suharta di Balai Wartawan Serang. Pada audensi itu ketua Himpunan Mahasiswa Islam Serang yaitu H. Much. Kurniallah mengatakan para mahasiswa mengakui akan pentingnya peranan pers dalam pembangunan manusia seutuhnya berdasarkan UU 1945 dan Pancasila. Sedangkan Ketua LAPMI (Lembaga Pers Mahasiswa Islam) yaitu Hafadoh mengatakan pihaknya menginginkan mendapat pembinaan dari PWI dan kerja sama dalam mencetak kader-kader Pers Pancasila. Kemudian dengan kesempatan tersebut pengurus PWI Cabang Serang yaitu A.M Sarbini Suharta menegaskan bahwasannya PWI merupakan satu-satunya wadah persatuan dan kesatuan wartawan Indonesia, pada saat dizaman penjajahan para wartawan berjuang melalui profesinya konfrontatif dengan pemerintahan kolonial Belanda dan juga Jepang, karena Indonesia dahulunya dijajah, Pers Indonesia menulis suara perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaan lahir dan batin. Kemudian dizaman Kemerdekaan Pers Nasional ini rakyat berjuang menggalakkan pembangunan dalam mengisi kemerdekaan. Setelah usai audensi tersebut para mahasiswa dalam upaya meninggkatkan pengetahuan dilaur kampus dan guna menekuni penulisan Pers telah memilih dan membentuk kelompok pembaca Berita Yudha. Dengan terbentuknya kelompok para pembaca Berita Yudha di Kabupaten Serang, diharapkan akan senantiasa berkembang dan dapat meciptakan hal-hal baru yang bermanfaat. (Harian Umum Berita Yudha, 1986).
Sebagian para Mahasiswa dari LAPMI (Lembaga Pers Mahasiswa Islam) HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Serang setelah mengadakan audensi dengan PWI Serang dan sekaligus membentuk Kelompok Pembaca Berita Yudha.
Mengenang Tokoh Pendiri PWI Cabang Banten
      H. Djadja Sandjadirdja merupakan salah satu tokoh wartawan dan pendiri sejumlah media cetak di Banten yang juga sempat menjadi wartawan ANTARA tahun 1950-an menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1994 dikarenakan penyakit Liver yang dideritanya. Menurut Kolonel Purnawirawan CPM Sanusi yaitu paman almarhum dan juga mantan Bupati Serang (1968-1974) almarhum Djadja pada masa remajanya bergabung dengan Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan mengikuti pendidikan militer di Tangerang. Setelah masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan yakni zaman pendudukan Jepang dan agresi Belanda, dimana almarhum dikabarkan juga pernah mengikuti hijrah ke Yogyakarta mengawali kewartawanan setelah berkenalan dengan tokoh Pers Perada Harahap. Almarhum Djadja menjadi wartawan antara tahun 1950-an yang kala itu berkantor di Pasar Baru, Jakarta.
      Kemudian Djadja Sandjadirdja yang menikahi Isharisah tahun 1957 itu kemudian mendirikan penerbitan "Banten Minggu" yang berkantor pusat di Serang dan ia merintis pendirian PWI Cabang Banten, sekaligus menjadi ketua PWI Cabang Banten sampai tahun 1960-an. Setelah "Banten Minggu" tenggelam, almarhum pada tahun 1960 mendirikan komando Purbakala Banten bersama Maksum dan Tubagus Suwandi dan kemudian mendirikan " Mingguan Gelora Masa"  dan tahun 1964 bergabung dengan "Mingguan Amanah" bersama H.M Siregar dan Amir yang berkantor di Cirendong, Serang Banten. Serta tahun 1977 beliau mendirikan toko buku dan percetakan "Banten Membangun". Luar biasa hebat jasa-jasa beliau terhadap pendirian PWI Cabang Banten dan memajukan Pers wilayah Banten, ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri sebagai masyarakat khususnya di Banten, karena telah memiliki seorang wartawan dan penulis yang hebat. (Harian Umum Berita Yudha, 1994).
Daftar PustakaÂ
Harian Umum, Berita Yudha. (1981). Kegiatan P.W.I Banten, 4
Harian Umum, Berita Yudha. (1986). Pembentukan PWI -- Serang Disambut Gembira , 4
Harian Umum, Berita Yudha. (1986). Mahasiswa Serang Audiensi Dengan Pengurus PWI Serang, 6
Harian Umum, Berita Yudha. (1994). Seorang Tokoh Pers Di Banten Telah Tiada, 2
Majalah Pers Indonesia Edisi April. (1981). Presiden Soeharto memutuskan tali balon sebagai tanda dibukanya Konkernas PWI, 4
ANRI. (1945-1950). Indonesian Press Photo Service (IPPHOS). No. 069
Efendi, A. (2020). Perkembangan Pers di Indonesia. Alprin. https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=dNIAEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP2&dq=sejarah+pers&ots=czSMuEq3M6&sig=kjvkAXFzb7nQeYlNFGfIFuV79jQ
Hill, D. T. (2011). Pers di Masa Orde Baru. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=HHarDAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=sejarah+pers&ots=C20SF12FMy&sig=9Jm1-wsUlnQ5DqvzB9GwhkSSjyY
Khotimah, K. (2024). PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK OLEH WARTAWAN DALAM TAYANGAN BERITA KRIMINAL DI CHANNEL YOUTUBE (Studi Kasus Pada Channel Youtube Banten News) [PhD Thesis, UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA]. https://eprints.untirta.ac.id/id/eprint/42982
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H