Keesokan harinya, Dian menceritakan kejadian itu kepada tetangganya, Bu Sari, seorang wanita tua yang sudah lama tinggal di daerah itu. Bu Sari tampak pucat ketika mendengar cerita Dian.
“Cermin itu milik Nyai Lastri, istri kedua kakek buyutmu. Konon, dia menghabiskan hari-harinya di depan cermin itu. Tapi, dia meninggal secara misterius. Banyak yang bilang arwahnya terperangkap di sana,” ujar Bu Sari.
Dian merasa takut, tetapi ia tidak ingin meninggalkan rumah itu begitu saja. Ia memutuskan untuk menutup cermin itu dengan kain putih dan berharap semuanya akan kembali normal.
Namun, malam berikutnya, kain putih itu ditemukan tergeletak di lantai, dan cermin kembali terbuka. Di tengah malam, Dian terbangun oleh suara ketukan, seperti seseorang mengetuk dari balik cermin. Dengan ragu, ia mendekati cermin itu lagi.
Teror Memuncak
Bayangan di dalam cermin kini bukan lagi dirinya, melainkan sosok perempuan dengan rambut panjang yang kusut, kulit pucat, dan mata kosong. Perempuan itu menempelkan tangannya di permukaan cermin.
“Keluarkan aku…” bisiknya.
Dian berteriak dan berlari keluar dari kamar, tetapi pintu kamarnya terkunci dari luar. Ketika ia mencoba membuka jendela, cermin itu memantulkan bayangan dirinya—tetapi versi dirinya yang tampak hampa dan menyeramkan.
“Sampai kapan kamu akan mengabaikanku?” suara itu berbisik lagi, kini lebih keras.
Dalam kepanikannya, Dian mengambil sebuah palu dari laci dan memukulkannya ke cermin. Saat cermin itu pecah, suara jeritan panjang terdengar memenuhi ruangan, lalu semuanya menjadi hening.
Akhir yang Misterius