Dian baru saja pindah ke sebuah rumah tua peninggalan kakek buyutnya. Rumah itu sudah puluhan tahun kosong, tetapi kondisi bangunannya masih kokoh. Di salah satu kamar, terdapat sebuah cermin besar yang terlihat usang namun tetap megah dengan bingkai kayu berukir. Meski agak aneh, Dian memutuskan untuk membiarkannya di tempat karena ia merasa cermin itu menambah kesan klasik pada kamar tidurnya.
Malam pertama di rumah itu berjalan biasa saja. Namun, pada malam kedua, suasana mulai berubah. Ketika Dian sedang membaca buku di tempat tidur, ia merasa ada suara samar, seperti bisikan. Ia berhenti membaca dan memasang telinga, tapi tidak ada apa-apa. Ia mengira itu hanya perasaan.
Namun, suara itu kembali terdengar. Kali ini lebih jelas, seperti berasal dari arah cermin. Dengan jantung berdebar, Dian mendekati cermin dan memeriksanya. Tidak ada apa-apa. Tapi saat ia berbalik, bayangan di cermin tidak mengikuti gerakannya.
Bayangan yang Berbeda
Dian merasa bulu kuduknya meremang. Ia memandangi cermin itu lekat-lekat. Bayangannya di dalam cermin perlahan tersenyum—sesuatu yang tidak ia lakukan. Dian mundur dengan panik, tapi bayangan itu tetap diam di tempat, terus tersenyum lebar.
Tiba-tiba, dari dalam cermin terdengar suara lembut namun dingin, “Kamu akhirnya mendengarku…”
Dian terjatuh ke lantai. “Siapa kamu? Apa yang kamu mau?” tanyanya dengan suara gemetar.
“Ini rumahku… kamu mengganggu istirahatku…” jawab suara itu.
Bayangan di cermin mulai bergerak dengan cara yang aneh, tubuhnya membungkuk tidak wajar seperti sedang menunduk ke arah Dian.
Rahasia Cermin
Keesokan harinya, Dian menceritakan kejadian itu kepada tetangganya, Bu Sari, seorang wanita tua yang sudah lama tinggal di daerah itu. Bu Sari tampak pucat ketika mendengar cerita Dian.
“Cermin itu milik Nyai Lastri, istri kedua kakek buyutmu. Konon, dia menghabiskan hari-harinya di depan cermin itu. Tapi, dia meninggal secara misterius. Banyak yang bilang arwahnya terperangkap di sana,” ujar Bu Sari.
Dian merasa takut, tetapi ia tidak ingin meninggalkan rumah itu begitu saja. Ia memutuskan untuk menutup cermin itu dengan kain putih dan berharap semuanya akan kembali normal.
Namun, malam berikutnya, kain putih itu ditemukan tergeletak di lantai, dan cermin kembali terbuka. Di tengah malam, Dian terbangun oleh suara ketukan, seperti seseorang mengetuk dari balik cermin. Dengan ragu, ia mendekati cermin itu lagi.
Teror Memuncak
Bayangan di dalam cermin kini bukan lagi dirinya, melainkan sosok perempuan dengan rambut panjang yang kusut, kulit pucat, dan mata kosong. Perempuan itu menempelkan tangannya di permukaan cermin.
“Keluarkan aku…” bisiknya.
Dian berteriak dan berlari keluar dari kamar, tetapi pintu kamarnya terkunci dari luar. Ketika ia mencoba membuka jendela, cermin itu memantulkan bayangan dirinya—tetapi versi dirinya yang tampak hampa dan menyeramkan.
“Sampai kapan kamu akan mengabaikanku?” suara itu berbisik lagi, kini lebih keras.
Dalam kepanikannya, Dian mengambil sebuah palu dari laci dan memukulkannya ke cermin. Saat cermin itu pecah, suara jeritan panjang terdengar memenuhi ruangan, lalu semuanya menjadi hening.
Akhir yang Misterius
Esok paginya, tetangga menemukan Dian terduduk di lantai kamarnya dengan tatapan kosong. Cermin itu hancur berkeping-keping, tetapi di setiap serpihannya terlihat bayangan perempuan menyeramkan, seolah-olah arwah Nyai Lastri kini tersebar ke seluruh rumah.
Hingga kini, rumah itu dikenal sebagai rumah berhantu, dan tidak ada yang berani tinggal di sana lagi. Dian sendiri dirawat di rumah sakit jiwa, terus bergumam pelan, “Dia ada di mana-mana… dia tidak akan pernah pergi…”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI